Bab 30

67 5 0
                                    

• •✠•❀ Hiraeth  ❀•✠ • •

Keesokan harinya, Bara berangkat ke sekolah dan melihat Zalfa sedang duduk di tempat duduknya dengan menggambar di buku sketsa. Bara berjalan mendekati gadis itu dan menyapa, “pagi, Lila!”

Zalfa mendongak dan terkekeh geli kemudian menjawab, “pagi juga. Tumben berangkat pagi.”

Bara menjawab, “lagi pengen aja. Eh, gambar apaan tuh?”

Pemuda itu menundukkan badannya untuk melihat goresan pensil milik Zalfa. Wajah Bara tanpa sadar berada begitu dekat dengan wajah Zalfa. Gadis itu bisa merasakan deru napas sang kawan masa kecil di pipinya. Tanpa sadar pipinya memerah.

“Eh, ini bukannya kita waktu ulang tahun lo dulu, ya? Gue inget banget ini mahkota bunga yang gue buat buat lo. Padahal jelek banget, tapi lo tetep make.” Bara berucap sambil mengenang kenangan masa kecil mereka.

Zalfa mencoba menetralkan degup jantungnya dan kemudian menjawab, “ya ... lo bikinnya dengan penuh perasaan. Apalagi dulu tangan lo sampe luka soalnya di batang bunganya ada duri. Harusnya durinya dilepas pake pisau atau cutter dulu baru lo rangkai jadi mahkota. Kalo gitu ya makanya tangan lo luka.”

Bara menatap Zalfa tepat di mata dan tersenyum lebar. “Namanya juga effort gue buat lo. Tangan luka aja gue jabanin, La. Bahkan kalo lo minta gue potong tangan gue juga gue jabanin kok. Apa sih yang enggak buat Lila-nya gue?”

Oke, sekarang wajah Zalfa memerah semerah-merahnya. Saat Bara akan melanjutkan ucapannya, tiba-tiba saja seseorang datang dan memiting kepala Bara.

“Anjing! Woi, kepala gue!” ringis Bara. Si pelaku, Bayu pun terkekeh kecil. “Pagi-pagi udah ngebucin aja lo berdua. Kesian yang jomblo tau!”

Reno yang di belakang Bayu pun terkekeh melihatnya. Tanpa sadar tatapannya mengedar dan mendapati meja Kiara yang kosong. Sudah seminggu ini Kiara tak masuk ke sekolah dan para guru tak ada yang menyinggung apa-apa.

Tidak, Reno tak menyukai Kiara. Mana mungkin ia menyukai pacar sahabatnya. Ia hanya melihat Kiara seperti sosok kakaknya yang kebetulan saat ini sedang bekerja di luar negeri dan tak kembali ke Indonesia entah apa alasannya. Bahkan saat orang tua mereka sakit pun, sang kakak tak kunjung datang. Sikap manis Kiara kadang mengingatkan Reno pada kakaknya itu makanya ia sangat kecewa saat mengetahui kalau Kiara mengkhianati Bara.

Kakaknya takkan mungkin menyelingkuhi pria yang menjadi pacarnya. Itulah mengapa Reno mulai membenci Kiara.

“—no? Reno?! Woi!”

Reno tercekat kecil dan menoleh. Ia mendapati sosok Bayu menatapnya kesal dan Bara menggerutu sambil memegangi lehernya. Oh, Bayu sudah melepaskan Bara rupanya. Ia juga bisa melihat bagaimana Zalfa terkekeh kecil dan menanyakan kepada Bara apakah lehernya sakit.

“Ngapain sih ngelamun pagi-pagi? Kesambet setan baru tau!” gerutu Bayu.

“Setannya aja takut sama gue. Gimana mau masuk ke badan gue?” balas Reno dengan penuh percaya diri.

“Heh! Dikira badan lo apaan sampe setan kagak bisa masuk? Boneka aja bisa dimasukin mereka apalagi lo yang melamun begitu?” balas Bayu.

Reno memutar bola matanya jengah. “Terserah jamet deh. Pangeran mengalah!”

Bayu melotot kesal. “Babi! Awas Lo ya, Ren!”

Bara menggeleng kecil dan menatap Zalfa. “Masih pagi. Sarapan ke kantin yuk?” tanyanya kepada gadis itu. Zalfa menatap buku sketsa miliknya dan kemudian mengangguk. “Boleh.” Zalfa menyimpan buku sketsa miliknya ke dalam laci.

Usai memastikan Zalfa selesai dengan kegiatannya, Bara pun menggenggam tangan Zalfa dan mengajaknya pergi ke kantin. Meninggalkan dua kawannya yang melongo menatap Bara yang pergi bergandengan dengan Zalfa.

“Anjirrr, cuk. Ditinggal kita.” Bayu mengumpat.

“Susulin yuk. Gue juga laper. Makan soto Lamongan enak sih kayaknya pagi-pagi begini. Bu Henny di Kantin pasti udah buka juga. Soto Lamongan buatan Bu Henny enak beut dah!” ucap Reno.

Bayu yang mendengar itu langsung mengangguk dan melemparkan tasnya ke atas meja lalu berlari mengikuti Reno yang sudah berjalan keluar kelas.

“Reno asu! Tungguin gue, woi!” seru Bayu.

“Kelamaan lo jalannya, nyet!” balas Reno acuh.

• •✠•❀ Hiraeth  ❀•✠ • •

Bayu mengerutkan keningnya begitu melihat Bara duduk berdua dengan Zalfa di kursi dekat stand milik Bu Fatma yang menjual sate. Ia dan Reno duduk di dekat stand milik Bu Henny yang menjual soto Lamongan.

“Eh, Ren?”

“Apaan?”

“Menurut lo mereka pacaran enggak sih?” tanya Bayu penasaran. Reno tak peduli. Ia menikmati soto miliknya dengan begitu khusyuk.

“Njirr, gue ngomong malah dikacangin.” Bayu menggerutu saat mendapati Reno yang tak peduli dengan ucapannya.

“Siapa yang ngacangin?” Bayu menoleh dan mendapati sepupunya duduk di dekatnya dengan membawa piring berisi siomay.

“Tumben lo makan soto pagi-pagi. Biasanya makan nasi goreng,” ucap Tamara begitu melihat mangkuk soto milik Bayu.

“Lagi pengen aja. Eh, Tam.”

“Apa?” tanya Tamara sambil memakan siomay miliknya.

“Zalfa sama Bara pacaran enggak sih?” tanya Bayu.

Tamara menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Bayu. Ia bisa melihat bagaimana Zalfa dan Bara makan sate dengan terlihat begitu dekat. Terlalu dekat kalau kata Tamara untuk ukuran teman sekelas.

“Iya juga, ya? Mereka keliatan deket banget. Lebih deket daripada temen.” Tamara ikutan penasaran.

“Nah, iya. Bener, kan? Pasti pacaran sih!” ucap Bayu.

“Tapi Zalfa enggak ngomong apa-apa ke gue. Harusnya kalo dia jadian, dia pasti ngomong ke gue. Minimal curhat. Ini enggak ada.” Tamara menyangkal.

“Bara juga enggak ada ngomong kalo dia jadian. Masa enggak jadian sih? Mereka deket banget itu lho. Makan aja berdua. Temen enggak ada yang begitu, Tam.” Bayu menjelaskan.

“Ya mana gue tau? Pacaran aja belum pernah!” ucap Tamara dengan nada tak peduli.

“Uhhuk!” Reno terbatuk.

Tamara dan Bayu menatap Reno dengan tatapan heran. “Kenapa lo?” tanya Bayu pada Reno.

Reno meminum minumannya dan kemudian menatap Tamara dengan tatapan tak percaya. “Lo belum pernah pacaran? Manusia dari mana lo? Mustahil banget ada manusia yang belum pernah pacaran!”

Tamara agaknya tersinggung. “Dikira semua orang kudu pacaran, gitu? Pacaran aja emang bikin lo kaya-raya? Pacaran emang bikin lo jadi presiden? Enggak, kan? Ngapain kudu pacaran? Emang pacaran tuh syarat wajib jadi manusia? Enggak, kan?”

Reno tak peduli. “Ya, tetep aja. Enggak mungkin lo enggak pernah pacaran. Pasti bohong lo!”

“Heh, babi. Sepupu gue ini memang belum pernah pacaran. Gimana mau pacaran? Kalo yang dicari spek cowok-cowok fiksi semua. Mana yang dia bucinin di novel tuh kalo enggak cowok-cowok red flag ya cowok-cowok ubi semua.”

Mendengar ucapan Bayu, Tamara langsung menempeleng kepala sepupunya. “Gendeng. Gue bakar juga koleksi anime lo!” ucapnya dengan nada ketus.

“Jangan, ege. Gue belinya pake duit!” balas Bayu.

“Trus? Gue beli novel juga pake duit bukan daun. Suka-suka gue kalo mau bucin sama karakter fiksi. Gue yang beli bukunya kok.” Tamara membalas.

Reno yang mendengar pertengkaran kedua sepupu itu hanya bisa menggelengkan kepalanya.

Emang enggak ada yang waras kecuali gue. Batin Reno.

• •✠•❀ Hiraeth  ❀•✠ • •

• •✠•❀ Bab 30
• •✠•❀ ditulis oleh girlRin

[04] Hiraeth ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang