Bab 21

66 6 0
                                    

• •✠•❀ Hiraeth  ❀•✠ • •

Bara tadinya ingin pergi ke game center, tapi ketika ia sudah setengah jalan, Nadella menelpon mengatakan kalau ia tak sengaja membawa dompet Bara. Alhasil, Bara kembali memutar tujuannya kembali ke restoran. Bahkan ketika ia sudah mengambil dompetnya, Nadella langsung mengusirnya lagi. Katanya ingin waktu bersama teman kencannya.

“Hush, sana. Gue mau berduaan sama Ghani,” ucap Nadella. Oke, Bara sekarang tahu kalau pemuda yang menjadi teman kencan adiknya itu bernama Ghani.

Bara pun berjalan menuju parkiran dan tak sengaja mendapati Zalfa dan Tamara di sana. Ia mendekati keduanya dan bertanya, “Zalfa?”

Keduanya menoleh dan terlihat terkejut begitu melihatnya. Tamara langsung bertanya dan nada tinggi, “lo ngapain di sini, njirrr?!”

Bara menatap Tamara bingung. “Lha? Emang ni restoran punya Bapak lo? Gue kalo ke sini ya berarti makan dong. Lo berdua ngapain di situ? Kayak maling tau,” ucapnya. Ia menatap Zalfa dengan tatapan lembut.

“Zal, lo ngapain di sini sama Tamara?” tanya Bara dengan nada lembut yang membuat Tamara menatapnya sinis.

“Cih, giliran Zalfa aja. Nadanya lemah-lembut. Lemah gemulai gitu. Lha ke gue? Kayak ngajak perang,” cibir Tamara.

Bara hanya menatapnya tajam dan kembali menatap Zalfa dengan tatapan lembut. Zalfa merona malu dan menjawab, “eum ... itu, gue sama Tamara abis makan di sini. Trus kita mau pulang. Iya, mau pulang kok.”

Bara mengangguk. “Gitu, ya? Mau gue anterin enggak?” tawar Bara. Menurut Bara ini adalah kesempatan emas untuknya mencaritahu nama lengkap Zalfa.

“Tumben banget lo baik mau anterin kita. Ada niat apa lo?” tuduh Tamara. Bara menatapnya malas dan membalas, “siapa juga yang mau anterin lo? Gue cuma nawarin Zalfa tau.”

Tamara menatapnya kesal. “Wah, babi juga nih anak. Sini lo, gue tempeleng!” ucapnya sambil bersiap ingin memukul Bara jika saja tak ditahan oleh Zalfa.

“Tahan, Tam. Tahan!” ucap Zalfa.

Bara menjulurkan lidahnya tanda mengejek ke arah Tamara yang mana membuat Tamara makin kesal. Ia hendak menendang kaki Bara, tapi pemuda itu berhasil menjauhinya. Alhasil, ia hanya menendang angin.

“BARA BABI!” seru Tamara.

“Bacot. Udah diem. Malu diliat orang. Kayak monyet lepas aja lo,” ucap Bara. Sudut mata Tamara berkedut karena marah.

“Cih, pantes aja diselingkuhin. Gini nih kalo kecilnya dikasih makan tai, bukannya asi. Asal lo tau, ya? Kita tadi mergokin mantan lo lagi brantem sama cowok yang dia jadiin selingkuhan lo. Trus cowok itu mutusin Kiara. Mantan lo kagak terima dan dia mulai maki-maki Zalfa.” Tamara berkata dengan nada kesal.

Zalfa menutup wajahnya frustrasi. Haruskah Tamara membongkarnya sekarang? Apalagi wajah Bara terlihat seperti menahan emosi.

“Bar, lo gapapa?” tanya Zalfa khawatir.

Bara menggeleng kecil dan kemudian menatap Tamara dengan tatapan kesal. “Dia ngomong apa aja? Heran deh gue. Kagak ada kapok-kapoknya dia. Karma tuh buat dia akibat nyelingkuhin gue,” ucapnya ikutan kesal.

Tamara langsung menatap Bara setuju. “Nah, itu lo setuju. Nih, gue ada ngerekam. Lo dengerin sendiri!” ucap Tamara sambil memperlihatkan video yang ia rekam tadi kepada Bara.

Zalfa menggeleng kecil. Tadi mereka ribut, sekarang keduanya malah kompak menyumpahi Kiara. Zalfa tanpa sadar tersenyum geli. Lucu juga menurutnya. Sejak berteman dengan Bara dan kawan-kawannya, ia menjadi semakin bahagia. Berteman dengan Tamara juga dulu sangat membuatnya bahagia apalagi usai kepergian sang Ibu dan juga kehilangan kontak dengan teman masa kecilnya.

Ah, ngomong-ngomong teman masa kecil. Zalfa jadi rindu temannya itu. Apakah Bara-nya masih mengingatnya?

“Sialan. Tuh cewek udah salah masih aja bersikap kalo dia tuh korban. Playing victim bener,” geram Bara.

“Nah, iya. Lagian kok lo bisa sih macarin dia dulu? Mending macarin Zalfa. Udah dijamin baik hati kagak munafik kayak uler mantan lo itu,” ucap Tamara.

Baik Zalfa maupun Bara langsung terdiam dengan rona memerah di pipi mereka. Tamara sadar akan hal itu. Ia langsung menyeringai dan menatap keduanya. “Ada apa nih? Kok malu-malu tai gitu?” ejeknya.

“A–apaan sih? Enggak, ya! Lagian kita cuma temen kok.” Zalfa menyanggah. Bara di sisi lain hanya bisa terdiam dengan pipi merona walaupun hatinya agak merasa kecewa karena hanya dianggap teman oleh Zalfa.

Memangnya mau dianggap apa? Batin Bara mengatai dirinya sendiri.

“Jiahhh, temen doang nih? Kagak mau dianggap lebih gitu, Zal? Bara biarpun kayak babi gitu, ganteng kok. Walau nasibnya jelek aja soalnya punya riwayat diselingkuhin,” ucap Tamara tak lupa menyindir Bara.

Bara menatapnya kesal. “Babi mana ada yang ganteng, Tam. Gue tuh seganteng Leonardo Dicaprio waktu muda.”

Tamara menatapnya ngeri. “Kepedean amat, ceunah?! Muka sebelas-dua belas sama tukang bengkel depan rumah gue aja sok ngide mirip Leonardo Dicaprio.”

Zalfa menggeleng geli. “Udah deh. Ribut mulu.” Gadis itu menegur.

“Tau nih. Kayaknya gue ditakdirkan buat ribut mulu sama orang-orang yang awalan huruf depannya B. Soalnya mirip babi!” ucap Tamara.

“Gue bilangin emak lo, ya?!” ancam Bara. Tamara tak peduli.

“Ya, emang fakta kok. Lo mirip babi. Iya enggak, Zal?” tanya Tamara kepada Zalfa seolah meminta dukungan. Bara membalas, “mana ada. Gue ganteng 'kan, Zal?”

Zalfa menatap keduanya dengan ragu. Ia menatap lekat rupa Bara. Bohong kalau ia mengiyakan ucapan Tamara. Bara itu sangat tampan. Namun, ia juga malu kalau mengakuinya langsung di depan Bara.

“Ganteng ’kan, Zal?” tanya Bara lagi. Zalfa mengangguk kaku. “Nah, liat tuh! Zalfa ngakuin gue ganteng!” ucap Bara penuh kemenangan.

Tamara mencibir kecil. “Halah, bacot!”

Bara tak peduli. Ia meraih tangan Zalfa dan langsung mengucapkan terima kasih. Zalfa terlalu kaku untuk menjawab apalagi dengan Bara yang menggenggam tangannya. Rasa hangat akibat genggaman Bara itu tanpa sadar membuatnya semakin merona.

“Eh, lo kenapa? Mukanya merah gitu. Sak—” Bara tak sempat menyelesaikan ucapannya karena ponselnya berdering. Ia meraih ponselnya dan melihat adiknya menelpon. Bara menepuk keningnya pertanda ia lupa.

“Anjir. Gue lupa kudu jemput adek gue buat balik.” Bara berdesis kecil yang mana masih bisa didengar oleh Tamara dan Zalfa.

“Yaudah, lo jemput adek lo gih.” Zalfa menyahut.

“Yah, padahal gue mau anterin lo balik.” Bara kecewa.

“Halah, tai babi. Zalfa bareng gue ya balik bareng gue. Udah ah, sono. Lo jemput tuh adek lo. Ngerusak oksigen aja lo di sini!” usir Tamara. Bara menatapnya tajam dan kemudian menatap Zalfa dengan tatapan lembut.

“Lo tenang aja. Gue bakal jagain lo biar Kiara enggak bisa ganggu lo. Oke? Gue duluan, ya. Sampe ketemu di sekolah, Zal!”

Tamara menatap kepergian Bara dan kemudian menatap Zalfa dengan tatapan menggoda. “Ada apa nih? Gue ketinggalan apa? Kok Bara begitu sama lo? Dia naksir lo, ya? Kok lo malu-malu gitu? Naksir balik ke dia? Eh, cerita dong! Cerita!”

Zalfa malu. “Apaan sih? Udah deh. Cari taksi aja buat balik sekarang. Udah malem nih!” ucapnya mengalihkan pembicaraan.

“Ihh, Zalfa! Kasih tau gue!” Tamara merengek.

• •✠•❀ Hiraeth  ❀•✠ • •

• •✠•❀ Bab 21
• •✠•❀ ditulis oleh girlRin

[04] Hiraeth ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang