Bab 10

97 7 0
                                    

• •✠•❀ Hiraeth  ❀•✠ • •

Zalfa dan Tamara memilih pergi ke Mall usai sekolah. Tentunya dengan sudah berganti pakaian, mana mau mereka masih memakai pakaian sekolah. Keduanya berjalan-jalan memilah-milah sepatu di sebuah toko yang Tamara sering datangi. Zalfa bilang ingin membelikan ayahnya sepatu baru sebagai hadiah. Tamara yang memang tahu banyak tempat-tempat itu pun langsung mengajak Zalfa ke toko sepatu yang biasanya ia dan sepupunya datangi. Apalagi sepupunya itu suka sekali membeli sepatu.

Zalfa yang tengah asyik memilah-milah sepatu pun tanpa sengaja melihat seorang pria yang lumayan familiar menurutnya. Pria itu seumuran ayahnya dan pria itu datang bersama seorang gadis yang mungkin lebih muda daripada Zalfa.

“Ngeliatin apa sih?” tanya Tamara yang baru kembali dari toilet. Zalfa menggeleng pelan dan kemudian mengajak Tamara untuk membayar karena ia sudah menemukan sepatu yang ia mau.

“Lo enggak beli? Mumpung masih di sini?” tanya Tamara. Zalfa menggeleng. “Males. Buat bokap aja. Kalo gue pengen ya kapan-kapan bisa nyeret lo lagi ke sini,” jawabnya.

Tamara memutar bola matanya jengah, tapi tetap mengikuti Zalfa ke kasir untuk membayar. Di sisi lain, pria yang tadi ditatap oleh Zalfa rupanya adalah Akbara Sanjaya dan putrinya Nadella Satya Sanjaya. Ya, dia adalah ayahnya Bara dan adiknya Bara. Keduanya datang kemari untuk membeli sepatu. Nadella bilang sepatu olahraga miliknya sudah berlubang dan Akbar pun mengajaknya pergi ke sini sekalian membelikan untuk Bara juga.

“Kalo ini gimana, Pa? Bagus enggak?” tanya Nadella sambil menunjukkan sepasang sepatu olahraga berwarna putih dengan garis biru langit di sisinya. Akbar menggeleng kecil. “Itu kamu ngapain nyari yang warnanya mencolok gitu? Mau dirazia guru BK?” tegur Akbar.

Nadella merengut kecil. “Lucu tau. Warnanya bagus, Pa.” Akbar menggeleng tegas. “Enggak ada. Nanti baru kamu pake trus ditahan guru BK, Papa enggak mau denger kamu ngerengek minta beli baru,” ucap Akbar dengan tegas.

Nadella meletakkan kembali sepatu tadi dengan raut wajah jengkel. Akbar pun memilih sepatu untuk Bara dan kemudian menoleh ke arah putrinya yang sudah memilih sepatu yang menurut Akbar takkan ditahan oleh guru BK anaknya itu.

“Udah?” tanya Akbar. Nadella mengangguk. Keduanya pun berjalan menuju kasir. Sebelum mereka mencapai meja kasir, Akbar melihat ada dua orang gadis yang mungkin seusia anaknya melangkah pergi. Akbar terpaku pada gadis yang memegang paper bag toko. Rasanya Akbar familiar dengan wajahnya, hanya saja Akbar lupa siapa.

“Pa! Ayo bayar. Malah ngelamun. Mikirin siapa sih? Mikirin Mama, ya? Mama tuh di rumah aman-aman aja. Enggak akan ada bujangan yang ngerayu Mama. Papa tenang aja,” ucap Nadella. Akbar mengusap wajahnya dengan lembut. Astaga, ia ingin sekali menghilang dari bumi karena ucapan anaknya itu malah membuatnya ditatap geli oleh kasir.

• •✠•❀ Hiraeth  ❀•✠ • •

Bara di kamarnya malah uring-uringan. Tadi setelah jam pelajaran selesai, harusnya ia melanjutkan percakapannya dengan Zalfa, tapi Tamara malah datang dan menyeret Zalfa pergi. Bara ragu untuk menginterupsi karena anak-anak di kelas pasti akan curiga apalagi ada temannya Kiara, si Anya. Bisa-bisa Anya akan mengatakan kepada Kiara kalau Bara genit ke perempuan lain. Ribut yang ada nanti dengan Kiara.

Karena keasyikan melamun, Bara tak sadar kalau pintu kamarnya dibuka oleh sang ayah. Akbar masuk dengan membawa paper bag berisi sepatu yang ia beli tadi untuk Bara.

“Bara ...” panggil Akbar.

Bara menoleh dan tersentak kaget. “Papa kapan masuk? Kok kayak setan sih enggak ada suaranya?” ucapnya kaget.

[04] Hiraeth ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang