• •✠•❀ Hiraeth ❀•✠ • •
Keesokan harinya sepulang sekolah Zalfa dan Sean sudah berada di gedung pertemuan tempat pameran berlangsung. Zalfa terbalut dengan overall jeans miliknya. Rambut panjang yang ia kepang satu dengan poni korean style andalannya menambah kesan manis pada gadis itu. Setelah pembukaan acara dilaksanakan, Zalfa memisahkan diri dari Ayahnya karena Sean terlalu asik berbincang dengan partner bisnisnya.
Saat mengikuti langkah kakinya perhatian Zalfa teralihkan pada sebuah kerumunan sampai objek pameran itu tak terlihat olehnya. Zalfa yang sedang malas berdesakan, tapi juga penasaran dengan hal itu. Zalfa berdiam diri sambil mencari celah untuk mengintip sedikit dari jauh, tapi tak bisa. Kerumunan itu terlalu rapat. Tanpa sadar ia ditabrak seorang gadis kecil yang membawa balon helium sedang berlari. Anak kecil itu tidak pergi, tidak bicara apapun hanya menunduk takut di depan Zalfa setelah menabraknya lalu Zalfa merendahkan badannya agar sejajar. "Hei," panggilnya.
Tanpa sadar ada seorang lelaki yang mengikuti gadis kecil itu baru datang. "Eh sorry ya, Mbak, ponakanku—lo?" ucap lelaki itu terpotong setelah Zalfa menegakkan tubuhnya.
"Zalfa?" Lanjut Bara. Iya Bara.
Dunia memang sempit.
"Eh, ponakan lo, Bar?"
"Iya. Lo di sini sama siapa Zal?"
"Sama Ayah gue," jawab Zalfa.
Bara mengangguk. "Suka otomotif juga?"
"Ayah gue suka design sih. Dia diundang ke sini," jawabnya.
Gadis kecil yang menabrak Zalfa tadi menarik-narik ujung baju Bara menandakan ia bosan mengalihkan perhatian Zalfa.
"Kenapa, cantik?" tanya Zalfa dan gadis itu hanya menggeleng tanpa menjawab.
"Gue duluan ya, Zal. Tadi dia minta kesana, bye!" ucap Bara. Zalfa mengiyakan dan melambai pada gadis itu.
Belum sempat Zalfa melangkahkan kaki, bahunya sudah ditepuk Sean. "Ayah cariin juga," ucapnya.
"Hehe, lagian Ayah asik ngobrol akunya dicuekin," gerutu Zalfa. Ayahnya hanya terkekeh lalu merangkul bahu Zalfa untuk pergi melihat pameran yang lain.
"Tadi aku ketemu sama teman sekelas ku loh, Yah. Dunia itu sempit ya," ucap Zalfa.
"Oh, ya? Di tempat pameran otomotif gini pasti cowok," tebak Sean.
Zalfa mengangguk. "Iya, namanya Bara. Baru aja pergi sama ponakannya."
"Bara, ya? Mirip nama anak cowok tetangga kita dulu," ucap Sean mengingat-ingat dan Zalfa terkejut ayahnya masih ingat Bara teman kecilnya.
"Iya, Yah! Aku juga ingat namanya mirip Bara teman aku dulu. Cuma enggak mungkin sama, yang punya nama Bara 'kan banyak. Bara teman aku dulu sekarang di mana ya, Yah?" ucap Zalfa.
Sean mengangguk, "Mungkin kebetulan aja. Kalo Bara anak cowok itu Ayah enggak tau sekarang di mana, coba kamu cari infonya. Seingat Ayah rambut dia dulu kayak sapu ijuk, ya. Tajam-tajam gitu. Eh, lihat, Zal!" ucap Sean sambil menunjukkan motor lucu yang telah dimodifikasi.
Zalfa tertegun ayahnya masih ingat bentuk fisik Baranya. Jadi kangen. Batinnya merindu.
Fokus Zalfa tak lagi pada motor yang ditunjuk oleh Sean, melainkan melalang buana mengingat masa kecilnya. Ia jadi merindukan teman masa kecilnya yang sangat lucu dan selalu ada untuk Zalfa dulu. Sean yang merasa bahwa putrinya tak melihat apa yang ia tunjukkan pun menoleh dan tersenyum tipis. Ia tahu benar bahwa anak gadisnya itu pasti merindukan sahabatnya. Apalagi Sean ingat bagaimana dulu saat ia membawa Zalfa pergi untuk berobat mendiang istrinya, anaknya itu menangis karena tak sempat berpamitan dengan sahabatnya itu.
Sean menepuk pundak Zalfa dan kemudian membuat anak gadisnya menatapnya. “Kangen, ya? Nanti Ayah coba bantu cari, ya? Siapa tau ketemu sama orang tuanya.” Sean mencoba menghibur anaknya.
“Gapapa, Yah. Mungkin memang belum rezekinya Zalfa aja ketemu. Kalo memang udah takdir buat kita ketemu, pasti bakal ketemu kok.” Zalfa menjawab.
“Maaf, ya. Harusnya waktu itu Ayah tetap ngabarin Om Akbar sama Tante Jessica, orang tuanya temen kamu itu. Pasti seenggaknya kalian tetap stay in contact dan bakal masih akrab satu sama lain,” ucap Sean menyesal.
Zalfa menggenggam jemari sang Ayah dan tersenyum lirih. “Gapapa, Yah. Waktu itu ’kan kita harus fokus sama kesembuhan Mama. Lagian waktu itu kita masih kecil kok. Bisa aja sekarang Bara temennya Zalfa udah lupa sama Zalfa. Enggak perlu terlalu dipikirin.”
Sean tersenyum sendu. Ia sedih. Ia tahu kepergian sang istri adalah pukulan terberat baik baginya maupun Zalfa. Namun, harusnya ia tak terlalu fokus pada sakitnya hingga membuat sang anak terpisah dari sahabat yang mungkin bisa menjadi bahu sandaran bagi Zalfa ketika anaknya itu sedang dalam keadaan paling buruknya. Bisa saja jika ia segera mengabari orang tua sahabat anaknya itu, mungkin setelah kembalinya mereka, temannya Zalfa itu bisa menghibur Zalfa agar anak gadisnya itu tak terlalu larut dalam kesedihan.
“Udah ah, jangan sedih-sedih gitu. Liat tuh motornya lucu banget, ’kan?” ucap Sean mencoba mengalihkan pembicaraan. Zalfa terkekeh kecil dan mengangguk sambil menyandarkan kepalanya di pundak Sean dan fokus dengan pameran di depannya.
• •✠•❀ Hiraeth ❀•✠ • •
Bara di kamarnya sedang bermain game. Usai pulang dari pameran tadi, ia tak bisa tidur dengan nyenyak sampai akhirnya memilih bermain game. Jam menunjukkan pukul dua dini hari dan netra Bara masih tak kunjung meredup. Ia masih belum bisa tidur apalagi mengantuk.
Bara mengembuskan napas berat dan melemparkan ponselnya ke samping. Ia menatap langit-langit kamarnya dan kemudian meraih ponselnya lagi. Ia membuka sosial media dan mengetikkan nama ‘Lila’ hanya untuk memunculkan banyak username yang tak ia tahu apakah salah satu dari mereka adalah milik Lila yang ia cari.
Bara mengecek satu-persatu akun tersebut sampai akhirnya ia menyerah. Tak ada satupun dari mereka yang ia yakini sebagai teman masa kecilnya. Bara mengembuskan napas berat dan kemudian menatap jam di atas nakasnya. Jam dua lewat tiga puluh empat menit. Pemuda itu mengusap wajahnya dengan gusar dan mengembuskan napas berat.
“Lo di mana, La? Gue kangen.” Bara bergumam lirih. Laki-laki itu mengusap wajahnya dengan lembut dan kemudian tersenyum tipis.
“Lo tau enggak? Beberapa hari ini gue kayak ngerasa lo ada di deket gue cuma gue enggak tau di mana. Kayak semua hal yang ada di sekitar gue tuh ngasih gue deja vu akan keberadaan lo. Apa lo bener-bener ada di deket gue, La? Kasih gue pertanda. Gue kangen banget sama lo.”
Tiba-tiba saja wajah Zalfa muncul dalam benaknya. Bara tersenyum kecut. “Lo tau enggak, La? Ada satu cewek yang ngingetin gue sama lo. Segala hal dari dia tuh kayak nunjukin kalo gue enggak boleh lupain lo. Apa sekangen itu gue sama lo? Gue mohon, La. Kasih pertanda kalo lo bener-bener ada di sekitar gue,” ucap Bara dengan nada lirih.
Bara menutup kedua matanya dan tanpa sadar setetes air mata mengalir dari sudut matanya. Serindu itukah kamu akan sahabat masa kecilmu, Bar?
• •✠•❀ Hiraeth ❀•✠ • •
KAMU SEDANG MEMBACA
[04] Hiraeth ✔
Teen FictionStory 04. [ Hiraeth ] By : @girlRin @Novaamhr ▪︎▪︎▪︎ Zalfa dan Bara adalah sahabat masa kecil. Keduanya sangatlah dekat sampai sering kali ketika salah satu dari mereka akan bermain dengan anak yang lain, maka yang satunya akan cemburu. Bagi keduany...