Bab 25

81 8 0
                                    

• •✠•❀ Hiraeth ❀•✠ • •


Seperti yang sudah direncanakan tadi, sore ini Bara sudah berada di depan rumah Zalfa menunggu gadis itu selesai berhias. Janji yang dibuat memang jam empat sore, tapi jam tiga lebih Bara sudah sampai disana.

Baru sepuluh menit Bara duduk di kursi luar, ia ditegur seorang pria tampan seumuran Papanya. "Kamu teman Zalfa?" tanya Sean.

"Eh iya, Om," Bara langsung berdiri untuk menyalami Sean. Sean ikut duduk di seberang kursi Bara.

"Bi, tolong bawa minuman dua," seru Sean dan terdengar sahutan 'iya, Tuan' dari dalam rumahnya.

"Temen sekolah, ya?" imbuh Sean.

"Iya, Om. Saya Bara."

Sean terdiam sejenak. "Bara...."

"Bara anak Akbara Sanjaya, Om. Siapa tau Om kenal hehe," ucap Bara memperkenalkan diri.

"Eh?! Akbar?!" seru Sean saat teringat. Jika pada Akbar jelas ia masih mengingatnya karena beberapa minggu yang lalu ia bertemu Akbar disebuah pertemuan bisnis di luar kota, tapi mereka sama sekali tidak membahas anak-anaknya.

"Hehe iya, syukur Om masih ingat. Saya yang dulu selalu main sama Lila. Apa kabar, Om?"

"Ohhh iya ingat-ingat. Alhamdulillah saya baik. Bara sudah besar ya sekarang, gimana sekolahnya?" tanya Bara.

"Alhamdulillah lancar, Om. Kebetulan saya satu kelas dengan Lila, hehe."

"Loh iya? Pantesan Lila pernah cerita ada yang namanya Bara di kelas dia, katanya mirip nama teman kecilnya, ternyata memang kamu Bara. Wah saya bener-bener nggak nyangka ya, dunia memang sempit," ucap Sean lalu terkekeh.

"Hehe iya, Om. Baru beberapa hari yang lalu juga saya tau nama panjang Zalfa yang mirip seperti Lila. Jadi saya beranikan diri untuk berkenalan lagi dengan Lila."

"Kalian ngobrol apa? Asik banget," ucap Zalfa yang baru keluar rumah.

"Mau keluar?" tanya Sean. "Iya, Yah. Deket rumah Bara ada pasar malam, aku mau ke sana."

"Yaudah hati-hati, jangan terlalu malam. Saya titip Zalfa ya, Bara," pesan Sean.

"Siap, Om. Pasti saya jagain kok. Izin bawa Zalfa keluar ya, Om," ucap Bara lalu menyalami Sean.

"Yuk," ajak Zalfa.

"Mari, Om."

"Ya-ya, hati-hati."

"Lo ngobrol apa sama Ayah gue? Kayak langsung nyambung gitu," tanya Zalfa heran.

"Ada deh," ucap Bara sambil tersenyum. Zalfa tak membalasnya, tapi menatap Bara sebal.

• •✠•❀ Hiraeth ❀•✠ • •

Sesampainya di pasar malam, Zalfa langsung terpana melihat begitu banyak stand kuliner serta permainan di sana. Bahkan banyak penjual aksesoris, boneka serta baju di sana. Selama di luar negeri menemani pengobatan mendiang ibunya dulu, Zalfa benar-benar hanya berada di antara rumah yang dibeli oleh Sean dengan rumah sakit saja. Bahkan setelah mereka kembali ke Indonesia, Zalfa hanya berdiam diri di rumah lantaran traumanya bertemu banyak orang sehingga Sean memutuskannya untuk melakukan homeschooling yang mana sesekali Tamara akan mampir ke rumah mereka setelah Zalfa selesai belajar.

Rasanya menyenangkan banget. Gini ya ternyata kalo kita udah bisa ikhlas sama duka. Bahagia banget rasanya, batin Zalfa terharu.

"Mau main dulu apa jajan dulu?" tanya Bara. Zalfa menoleh ke arah Bara dan kemudian tersenyum manis yang mana membuat Bara semakin jatuh dalam pesonanya. "Jajan dulu deh. Gue udah kangen banget sama jajanan khas begini. Gapapa?" ucap Zalfa.

Bara berdehem kecil guna menstabilkan degup jantungnya dan kemudian berkata, "bo-boleh. Ayo jajan dulu."

Zalfa mengangguk dengan antusias dan segera mengikuti Bara yang memang memimpin jalan mereka menuju stand kuliner yang ia rasa Zalfa suka.

"Pak, crepes rasa cokelat pisang satu sama crepes cokelat kacangnya satu, ya?" ucap Bara kepada salah satu penjual yang dibalas anggukan oleh pria itu.

"Siap, Mas."

Zalfa memandang takjub saat penjual itu membuatkan pesanan mereka. Ia bahkan tak sadar kalau Bara memesan makanan yang sejak dulu selalu menjadi pesanan mereka ketika mereka masih kecil dan selalu diajak oleh ibu mereka ke pasar malam.

"Ini, Mas. Harganya 10 ribu," ucap si penjual kepada Bara yang dibalas oleh Bara dengan menyodorkan uang pas. Begitu Bara sudah memegang pesanan mereka, ia langsung menyerahkan crepes cokelat pisang kepada Zalfa yang disambut dengan raut antusias oleh gadis itu.

"Wah! Makasih, Bara!" Zalfa langsung menggigit crepes itu dan kemudian berdecak kagum begitu rasa cokelat yang manis serta pisang yang juga lembut menguasai mulutnya.

"Haha, sama-sama. Jajan smoothie gimana? Kayaknya gue liat di sana ada strawberry smoothie deh," ucap Bara sambil menunjuk ke arah salah satu stand lain.

Detik itu juga, Zalfa sadar kalau Bara seakan-akan tahu apa saja makanan kesukaannya saat ia masih kecil. Crepes cokelat pisang dan strawberry smoothie adalah salah satu kesukaan Zalfa waktu kecil dan yang tahu itu hanya orang tuanya juga sahabat masa kecilnya yang kebetulan memiliki nama yang sama dengan pemuda yang saat ini tengah bersama dengan dirinya.

Bar, ini enggak mungkin lo, 'kan? Batin Zalfa bertanya-tanya.

Bara yang tak mendapati jawaban dari Zalfa pun menoleh ke arah gadis yang tengah menatapnya dengan tatapan kosong. "Hei? Kok ngelamun? Ayo, nanti banyak yang antri," ucap Bara sambil menarik lembut tangan Zalfa. Gadis itu menatap tangannya yang digenggam oleh Bara dan tanpa sadar senyuman manis tercipta di bibirnya. Ia bahkan mengikuti kemana saja Bara membawanya dan menikmati bagaimana Bara bisa mengetahui semua makanan juga minuman kesukaannya saat ia masih kecil.

Boleh enggak sih gue berharap kalo lo tuh Bara-nya gue dulu? Please, gue benar-benar kangen sama lo, Bar. Perasaan ini ... perasaan gue makin enggak karuan sekarang. Gue kangen banget, batin Zalfa.

Bara benar-benar membuat Zalfa semakin tak karuan. Pemuda itu tahu banyak apa saja makanan yang ia suka saat ia masih kecil bahkan minuman juga permainan apa saja yang ia sukai saat kecil dan permainan mana yang tak berani Zalfa naiki. Tak hanya itu, Bara juga mengajak Zalfa melihat-lihat beberapa aksesoris yang saat kecil selalu Zalfa lihat bersama sahabat masa kecilnya.

"Menurut lo gimana? Bagus enggak?" tanya Bara kepada Zalfa sambil menunjukkan dua buah gelang sederhana yang satu berwarna merah dan satu berwarna hitam.

Zalfa mengangguk tanpa sadar. Merah dan hitam adalah warna kesukaan sahabat masa kecilnya dulu. Setiap mereka diajak ke pasar malam oleh ibu mereka, pasti setelah menemani Zalfa membeli camilan kesukaannya, sahabatnya itu akan mengajak Zalfa untuk melihat-lihat benda-benda lucu yang dijual dengan warna hitam dan merah saja. Sampai Zalfa dulu sempat mengejek Bara kalau Bara itu terlalu maniak dengan dua warna itu.

Melihat anggukan Zalfa, Bara tanpa sadar tersenyum lebar. Melihat senyuman Bara, Zalfa seakan melihat bayangan sosok sahabatnya waktu ia masih kecil. Sosok itu ... senyumannya sama dengan senyuman yang ditunjukkan oleh Bara.

"Kalo gitu, gue beli ini buat kita. Lo mau make enggak?" tanya Bara yang tak didengar oleh Zalfa lantaran gadis itu terlalu asyik menatap Bara.

Bara yang melihat itu tentu saja bingung dan menepuk pelan pundak Zalfa hingga gadis itu tanpa sadar tercekat kecil karena kaget. "E-eh, kenapa?" tanya Zalfa bingung.

"Gue beli ini buat kita. Lo mau make yang warna merahnya?" tanya Bara sambil tersenyum. Lalu, Zalfa bisa apa selain mengangguk mengiyakan?

• •✠•❀ Hiraeth ❀•✠ • •

• •✠•❀ Bab 25
• •✠•❀ ditulis oleh Novaamhr dan girlRin

[04] Hiraeth ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang