Bab 23

83 6 0
                                    

• •✠•❀ Hiraeth ❀•✠ • •

Seusai menonton, Bara menatap Tamara dengan tatapan tajam. Gadis yang merupakan sepupu Bayu itu malah seenaknya saja mengajak Zalfa pergi untuk mencari makan. Zalfa sendiri juga tak peka kalau Bara tuh cemburu dan ingin menghabiskan waktu berdua dengan Zalfa.

Bayu yang peka kalau sahabatnya itu kesal pun langsung merangkul pundak Bara dan berkata, “udah. Tamara memang gitu, jahil anaknya. Yuk, ikut mereka aja makan. Kita suruh Tamara yang bayar. Abis dikasih banyak uang jajan ama bapaknya. Kita plorotin aja.”

Bara yang mendengar itu langsung menyeringai. “Gaskeun sih,” ucapnya.

Kedua pemuda itu duduk di depan Tamara dan Zalfa. Usai Tamara dan Zalfa menuliskan pesanan mereka, Bara dan Bayu langsung merebut nota pesanan dan menuliskan pesanan mereka. Tamara yang melihat begitu banyak pesanan kedua orang itu langsung bertanya, “banyak amat. Sanggup lo berdua makannya?”

Bayu menatapnya dengan tengil. “Lo lupa? Gue tuh perut karet. Mau satu tong air juga sanggup gue makan.”

“Gue cukup yakin air tuh diminum, bukan dimakan.” Tamara membalas dengan nada malas. “Kalo jadi es ya dimakan. Ya kali es lu minum?” balas Bayu tak mau kalah.

“Es juga dimana-mana tuh diminum, ege. Lo pesen minum apaan? Es jeruk. Nah, itu es dan lo minum!”

“Yang gue minum tuh airnya bukan batu esnya!”

“Sama aja disebut es! Berarti diminum!”

“Dimakan!”

“Diminum!”

“Makan!”

“Minum!”

“Mak—”

“Bacot lo berdua. Diem napa? Diliatin orang tau. Bikin malu aja,” tegur Bara. Zalfa yang melihat tingkah kedua sepupu itu hanya bisa terkekeh geli. Ia selalu menyukai bagaimana Tamara bersikap terhadap sepupunya itu. Zalfa adalah anak tunggal dan ia juga tak memiliki sepupu karena mendiang ibunya anak tunggal, pun ayahnya juga anak tunggal.

“Temen lo tuh! Ngeselin!” ucap Tamara kepada Bara. Bayu yang mendengar itu melotot tak terima. “Enak aja. Lo yang ngeselin!” balas Bayu.

Bara yang kesal pun langsung menarik Bayu berdiri dan langsung menarik Zalfa berdiri. Begitu Zalfa berdiri, ia mendorong Bayu untuk duduk di tempat Zalfa tadi hingga kedua sepupu itu duduk bersebelahan. Ia langsung menarik Zalfa agar duduk berdua di tempatnya tadi.

“Tuh, langsung aja saling jambak. Saling jitak sekalian.” Bara berucap dengan dongkol.

Zalfa menggeleng kecil dan mengusap punggung Bara seolah menenangkan pemuda itu. “Sabar, Bar. Mereka lucu kok kalo ribut gitu,” ucap Zalfa.

Bara yang mendengar itu langsung mengembuskan napas berat dan berucap, “lo terlalu baik. Mereka tuh kayak bocah kalo disatuin. Kayak ngejagain bocah tau kalo jalan bareng mereka.”

“Dan lo berdua malah kayak orang tua kita. Ibaratnya gini, lo bapak yang stres sama kelakuan anak-anak lo. Si Zalfa kayak emak-emak baik hati yang selalu senyum sama anak-anaknya. Gue sama Bayu kayak anak-anak kalian. Duh, keluarga cemara kita deh,” ucap Tamara tiba-tiba.

Bayu menempeleng kepala Tamara dan berkata dengan sinis, “cemara pala lo! Ogah gue jadi anaknya Bara. Bisa gila gue dapet bapak kayak dia!”

Bara yang mendengar itu tentu saja mendelik malas. “Kayak gue suka aja punya anak modelan dajjal kayak lo!”

Tamara yang mendengar itu langsung menertawakan Bayu. “Hahahahaha. Anak dajjal katanya! Hahahahaha!”

Bayu merengut karena ditertawakan. Ia langsung menatap Zalfa seolah meminta tolong dan gadis baik hati itu membalas, “udah deh. Jangan dijailin Bayu. Nanti dia nangis.”

[04] Hiraeth ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang