Ini hanya cerita fiksi, maaf jika ada kesamaan nama, tempat, kejadian, bahkan hal diluar akal. Ambil yang positif dan buang yang negatif. Hanya untuk hiburan semata. Terima kasih dan selamat membaca
"ARGH!" anak kecil itu terus merintih menahan sakit. Sekuat tenaga dia bertahan diantara kubangan tanah basah dan darahnya sendiri.
"LAWAN!" teriak pria dewasa yang begitu menyeramkan. Auranya begitu gelap.
Dengan tangan yang bergetar, anak kecil itu mencoba melawan rasa sakit. Dia merangkak berdiri dan melawan pria lebih tinggi darinya itu.
Anak kecil itu seperti kerasukan. Dia terus membalas dengan menggila, menangkis dengan ilmu yang dia ingat. Dia terus berusaha bertahan.
"Sudah cukup." Pria yang disegani mengkode pada seseorang untuk menghentikan pertarungan.
Anak-anak kecil itu ambruk dengan lemah, terlihat berdarah dan butuh penanganan khusus.
"Bawa anakku ke ruangan setelah selesai diobati." perintahnya lagi.
"Baik, tuan."
"Tuan muda Emran," Luna mendekati anak asuhnya sedari bayi itu. "Apakah kau baik-baik saja?" cemasnya sambil menopang kepalanya yang penuh darah dan tanah.
Emran menatap nannynya dengan lemah. "Ibu.." panggilnya sangat pelan.
"Luna, jangan ibu, tuan akan marah mendengarnya," Luna tidak masalah dipanggil namanya saja tanpa embel apapun. Dia hanya pegawai rendahan, berbeda dengan Emran yang akan menjadi penerus.
"Luna.." Emran terpejam sejenak saat merasakan tubuhnya berdenyut.
"Ayo angkat tuan muda, kita harus segera mengobatinya," panik Luis. "Kau minggir, Luna." usirnya.
Luna dengan cepat memberi ruang untuk mereka menangani tuan mudanya yang terkulai tak berdaya.
Luna menyeka sudut matanya. Dunia Emran begitu keras. Sedari kecil dia dididik ayahnya untuk menjadi sosok yang menyeramkan, kuat dan tidak takut apapun.
Anak baik yang tampan itu harus menjalani takdir yang sungguh berat. Luna kalau bisa ingin membawanya kabur.
***
"Ella halus kembali ke lumah, kalau kata papa Ella harus banyak hibelnasi agar menjadi wanita cantik seperti mama," Ella dengan lucunya meraih koper serba pink barbie.
Tak hanya itu, dari atas kepala hingga ujung kaki semuanya pink barbie.
Langkahnya terlihat seperti orang dewasa padahal kakinya pendek.
Delin mengulum senyum sambil melirik Darka yang sama geli.
"Betul, kamu harus banyak hibernasi agar cantik," Darka melepaskan rangkulannya pada sang istri. Dia mengekori Ella.
"Papa tenang saja, Ella akan lual biasa melebihi mama, Ella harus hibelnasi dulu.." pamitnya dengan serius, dia masuk ke dalam rumah-rumahan yang masih berada di dalam rumahnya.
"Tidak!" Ella keluar lagi. "Ini salah, papa!" alisnya menekuk serius lucu.
Darka berjongkok. "Apa yang salah? Papa akan benarkan?" tanyanya dengan penuh kasih sayang.
Dunianya berubah semakin terang semenjak Ella mewarnai hidupnya.
"Ella ingin lumah asli, ingin hibelnasi di luar, kata papa hibelnasi itu sembunyi, nanti Ella tetap ketahuan bibi, mama, papa juga!" sebalnya.
"Oke, nanti ayah buatkan di taman belakang. Sementara Ella di sini dulu, ya.."
Seiring berjalannya waktu, membawa Ella kian dewasa walau tubuhnya tetap kecil. Ella benar-benar nyaman yang katanya hibernasi hingga saat suatu hari dia tahu kebenaran soal kebohongan itu.
Hibernasi ternyata sama seperti beruang. Ella benci makhluk besar itu. Dia benci karena galak dan menyeramkan.
"Ayah samakan Ella dengan beruang!" raungnya sambil melempar ke lantai buku IPAnya.
Darka terkejut. Delin dan Guru Ella pun sama terkejut. Ella yang manja dan menggemaskan kini tiba-tiba marah melempar buku ke bawah kakinya yang mungil cantik.
"Aunty,"
Semua menoleh pada penjaga rumah yang menuntun anak perempuan seusia Ella.
"Maaf-maaf, ini anak adik saya.." Guru Ella segera mendekatinya.
Ella terlihat tertarik. Rasanya dia akan bisa belajar bersama. Ella merasa tidak sendiri lagi. Dia harap dia juga bisa bermain, bertanya kehidupan orang luar pada dia.