Emran menatap kepergian Ella saat Emi memberitahu bahwa Luna sudah datang dan menunggu di ruang tamu.
Ella berhenti di ambang pintu, menoleh pada Emran yang menatapnya. "Kau tidak akan turun?" tanyanya.
"Ajak saja Luna kemari," jawab Emran.
Ella pun mengangguk dan bergegas turun menghampiri Luna. Dia senang Emran mengizinkannya bertanya pada Luna dan Luna mau terbuka karena Emran mengizinkannya.
"Luna!" panggil Ella menyambut Luna yang tersenyum hangat khas seorang ibu.
Ella memeluk Luna lalu mengajaknya duduk.
"Apa yang membuat nyonya penasaran?" Luna siap mengeluarkan semuanya tentang Emran dari dia bayi sekali pun.
"Bagaimana bisa kau menjadi nanny Emran, mungkin mulai dari sana," Ella terlihat siap mendengarkan apapun.
Luna menatap lurus, seolah tengah menata kenangan yang usang.
"Saat itu, tuan Samuel menolong ayah saya yang hampir menjadi kambing hitam antara dua keluarga mafia, salah satunya beliau.." Luna tersenyum tipis.
Mengingat itu ternyata masih saja sakit. Ayahnya berkorban demi keselamatan anaknya.
"Ayah mengakui semuanya, menjelaskan yang diinginkan pihak musuh, ayah saya bisa dibilang hendak mengkhianati tuan Samuel namun memilih mengaku demi saya.."
Dan saat itu, pengakuan ayah Luna menjadi jalan menjemput kesuksesan bagi Samuel. Maka dari itu, dia berterima kasih pada ayah Luna dan menjadikan Luna sebagai pekerjanya di rumah, terkhusus mengurus Emran yang dari lahir tidak bisa merasakan sentuhan wanita, sentuhan seorang ibu.
Samuel juga sedang sibuk-sibuknya.
"Saya dipercaya untuk menjaga tuan Emran, dan saat itu saya berusaha mengurusnya, menjaga dari musuh yang saat itu membunuh ayah saya.."
"Maaf, Luna.. Aku membuka luka lamamu," sesal Ella.
"Tidak, saya akan menceritakan apa yang nyonya inginkan," Luna mengusap bahu Ella bagai anaknya sendiri walau tidak bisa melepaskan embel-embel nyonya.
"Terima kasih,"
Luna tersenyum lalu kembali mengingat masa lalu. "Tuan Emran mulai dilatih fisik usia 5 tahun, beliau melatihnya begitu keras.." sedihnya.
"5 tahun? Daddy apakan Emran saat itu?" Ella semakin penasaran.
"Beliau membuat tuan Emran berkelahi dengan anak seusianya. Tuan Emran sangat ketakutan oleh bentakan dan juga pukulan dari lawannya."
"Sungguh? Bagaimana bisa setega itu, Emran pasti sangat kesakitan," sedihnya.
"Tuan Emran yang tidak tahu harus apa berusaha melawan walau pada akhirnya dibawa ke rumah sakit dan tidak sadarkan diri 3 hari, beruntungnya tidak ada masalah serius setelahnya.."
Ella menutup mulutnya tidak percaya bisa setega itu.
"Dan setelah sembuh, tuan Emran mulai dilatih bela diri dengan terpaksa, sebenarnya hati tuan Emran itu lembut, hingga bertambahnya usia, tuan Emran mulai bisa mengendalikan diri, mulai tidak menggunakan hati melainkan logika.. Dia menjadi liar saat tuan Samuel membuatnya kembali bertarung dengan banyaknya laki-laki seusianya saat itu," Luna masih ingat, saat dia melihat pertama kalinya Emran menatap bagai elang pemangsa. Seperti bukan tuan Emrannya yang lembut.
Didikan Samuel mengubah Emran menjadi serigala buas.
"Semua yang dilakukan tuan Samuel agar tuan Emran kuat, bisa meneruskan bisnisnya dan yang terpenting, agar bisa menjaga nyonya.." Luna mengusap jemari Ella dengan senyuman.
"Aku?"
Luna mengangguk. "Tuan Darka datang kemari, beliau ingin anaknya dijaga setelah bisnis mereka berhasil bekerja sama.. Tuan Samuel mengusulkan untuk memberikan anaknya pada Darka sebagai pengikat bisnis," jelasnya.
"Apa? Bisnis? Jadi benar, papa bekerja sama dengan dunia gelap.." gumam Ella.
"Tuan Emran membenci nyonya karena dari kecil terus dihadapkan dengan hal-hal yang menyakitkan.. Luka tembak di saat tuan berusia 10 tahun, 17 tahun dan mungkin ini yang ketiga.. Luka tusuk, luka pukulan.. Semua sudah tuan Emran rasakan.. Sering.."
Ella tidak memotong ucapan Luna. Jadi Emran pernah membencinya.
"Tuan Emran ingin balas dendam namun, setelah berhasil menikahi nyonya, sepertinya berubah pikiran.. Saya sudah tahu, tuan Emran sering meminta foto dari penguntit suruhannya.. Selama berstatus menikah tanpa nyonya tahu, saya yakin tuan Emran tidak ingin menyakiti nyonya lagi.. Semua niatnya sudah tidak berguna.."
"Bisa saja Emran masih ingin balas dendam," Ella menekuk bibirnya sedih.
"Tidak, nyonya.. Tuan sudah berjanji untuk menjaga nyonya.. Nyonya juga harus tahu, jika nyonya meninggal, tuan Emran pun sama. Tuan Samuel sudah melakukan perjanjian itu,"
"Sungguh? Emran pasti kesulitan saat kecil, tubuhnya merasakan banyak sakit, pantas saja saat mendapat luka seolah itu tidak sakit, ada yang lebih sakit, bukan-bukan, tapi dia sering merasakan sakit.." Ella terisak pelan. "Semua demi menjagaku, dia mau tidak mau melakukan itu, daddy tega sekali," isaknya.
"Tuan sudah sangat kuat sekarang, saya yakin.. Dia akan berterima kasih pada tuan Samuel sekarang.. Karena jika tidak begitu, tuan Emran tidak akan bisa menjaga nyonya sekuat dan sebaik sekarang.. Musuh tuan Samuel dan tuan Emran itu banyak, bahkan tembakan dulu pada tuan Emran itu dari musuhnya,"
Ella terus mendengar cerita-cerita soal Emran. Soal perjuangannya menjadi kuat. Ella jadi ingin memeluk Emran kecil.
Ella tahu kenapa Emran sempat membencinya. Ella pun akan melakukan hal yang sama jika berada di posisi Emran.
Pantas saja, saat bermain di wahana dulu. Saat dia bertemu pertama kalinya. Emran menatapnya dengan aneh.
Dan Ella merasa bahagia di atas penderitaan Emran.
***
"Apa kau tidak malu?" Emran membiarkan Ella menduduki perutnya dan rebahan di atasnya, memeluknya dengan isakan pelan. "Di sini ada, Luna.."
Ella menggeleng. "Aku tidak malu! Aku sedih," balasnya sebal.
Luna tersenyum tipis.
"Apa yang kau ceritakan, Luna?" tanya Emran dengan tenang, dia hanya mengusap punggung Ella.
"Semua yang ingin nyonya tahu,"
"Kau berjuang sekeras itu! Aku sedih mendengarnya," isak Ella semakin deras. "Kau kesulitan, aku hidup dengan bahagia.. Kau pantas membenciku," raungnya.
Emran tersenyum menatap Luna yang balas mengulum senyum.
"Tuan akan cepat sembuh, sepertinya saya harus pamit.. Orang rumah akan segera pulang," kata Luna.
"Pulanglah, Luna.. Terima kasih sudah datang, Ella tidak akan tidur gelisah karena penasaran," balas Emran.
Tak lama dari itu Luna benar-benar pergi.
"Aku sudah tidak membencimu," Emran mengusap kepala Ella.
"Aku tahu! Aku hanya sedih, aku berjanji, aku akan menjagamu juga, akan memperlakukanmu dengan lebih baik,"
Emran menyeka air mata itu seraya melempar senyum tulus. "Senang mendengarnya, sayang.." balasnya.
"Kau harus banyak mengeluh padaku, apapun yang sakit, bilang padaku, jangan menahannya dan berhenti menjadi kuat jika di depanku," pinta Ella.
Emran hanya mengangguk.
"Aku menyayangimu, Emran.. Aku akan lebih baik lagi,"
Emran kembali mengangguk. "Aku mencintaimu, Ella.." Emran pun memagut bibir Ella.
Emran akan melepas semuanya. Topeng dan pakaian bajanya. Dia akan mengabulkan keinginan Ella.
"Berhenti, jika terus aku akan menginginkanmu," ujar Ella dengan serius dan itu terlihat lucu.
"Jika kau ingin, aku bisa membantu dengan mulutku,"
Ella terdiam seolah menimang, membuat Emran terkekeh pelan. Sepertinya Ella memang sedang ingin.