"Momma ingin menikah, kau tidak boleh rewel!" Emran mengusap kepala botak anaknya.
Erlang yang tengah duduk memainkan mainannya berseru riang, walau tidak paham dengan apa yang diucapkan oleh daddynya.
"Emraaaann!"
Emran menoleh mendengar rengekan manja itu. Wajah Ella ditekuk, sepertinya ada yang tidak puas dengan semua rencana yang dia dan Delin lakukan.
"Kau bilang apa pada mama?!" todongnya kesal tanpa mengabaikan Erlang yang ingin digendong.
"Soal?" Emran bersandar di sofa luas yang ada di kamar Erlang itu dengan santai, menatap Ella tenang.
"Gaun pengantin yang ku pesan!" amuknya sambil menjejalkan putingnya ke mulut Erlang yang langsung anteng menyusu.
Emran tidak merespon. Dia tidak bisa dibujuk atau apapun itu. Ella harus mau dengan gaun serba tertutup itu.
Emran tidak mau mempertontonkan dada Ella yang indah. Itu miliknya.
"Bahkan aku ingin kau memakai jubah," kekeh Emran yang membuat Ella semakin menekuk wajahnya.
"Kau ingin pernikahan ini batal?"
"Aku tidak akan mengubah keputusan soal gaun itu. Jika kau tidak terima dan membatalkan pernikahan, aku tidak masalah,"
Ella menatap Emran marah.
"Aku hanya ingin pelit, tubuhmu milikku!"
Ella berpaling, dia tidak akan baper. Walau hatinya menghangat. Emran begitu posesif, tidak ingin berbagi. Tanda Emran mencintai dan menyayanginya bukan?
"Karena kau sudah tersenyum, berhenti merengek soal gaun, masih banyak yang perlu kita siapkan," Emran mendekat, mengecup bibir Ella sekilas. "Aku akan membicarakan gedung bersama daddy dan papa.." pamitnya yang di angguki Ella.
Ella menatap Erlang yang hanya diam menatap wajahnya. "Daddymu begitu pelit dan posesif!" bisiknya.
Erlang hanya mengedip dengan terus mengenyot.
"Kau mirip sekali dengan daddymu," keluh Ella lagi. Erlang sungguh jiplakan Emran. Tidak ada yang mirip dengannya.
Padahal waktu bayi merah, Erlang seperti akan mirip dirinya.
***
Ella menatap beberapa gedung yang tengah Emran pilih. "Tidak! Ini terlalu besar, aku tidak ingin terlalu banyak orang.." tolaknya.
"Daddy butuh, papa juga sudah sepakat ingin gedung ini," jelas Emran.
"Apa mereka akan mengundang banyak orang?" Ella terdengar malas, padahal acara belum mulai.
"Tentu, mereka sudah sibuk menuliskan siapa saja yang boleh datang,"
Ella menghela nafas panjang. "Untung aku tidak punya banyak teman, jika ya.. Acara akan selesai lama.." keluhnya.
"Bukankah ini keinginanmu, kita menikah seperti normalnya.." Emran memeluk Ella, mengecupi pipinya.
"Memang, aku menginginkan pernikahan ini, apa kau juga?"
"Aku tidak terlalu karena kau sudah pasti, istriku.." jawab Emran sejujurnya. "Tidak atau adanya acara pernikahan kita," lanjutnya.
"Kau benar, tapi aku tetap ingin menjadi ratu sehari," ujar Ella tersipu membayangkannya nanti.
"Kau selalu menjadi ratu setiap hari," balas Emran dengan senyum tipis yang genit.
"Oh astaga! Mulutmu semakin manis," Ella membelainya.