Ella terlihat pendiam. Dia sedang berada di rumah mafia dan bersama mafia senior dan junior. Ella merasa waspada setiap saat.
Apa papanya tahu soal Emran yang adalah anak dari mafia dan Emran juga terjun ke dalam dunia yang sama?
Ella menelan ludah.
"Makan malam sudah siap," Samuel muncul dengan Emran mengekorinya.
Aura keduanya begitu gelap, bagai sosok pria sejati yang berkarisma. Ella yakin, wanita diluaran sana akan sangat menyukai mereka.
Ella menelan ludah lalu tersenyum sesantai mungkin. Dia pasrah saat jemarinya diraih Emran lalu dituntunnya menuju meja makan mewah.
Ella lagi-lagi menelan ludah. Isi di dalam rumah ini rasanya segelap aura ayah dan anak itu. Mewah namun terkesan tetap menakutkan di mata Ella.
"Daddy menyuruh mereka siapkan makanan kesukaanmu dan Emran," Samuel duduk dan memberikan tongkat berkepala naga itu pada tangan kanannya yang setia mengekorinya.
Pria berusia 30 tahun itu terlihat datar tak terbaca bagai patung di mata Ella.
"Makanlah," Emran menyandarkan Ella dari kesibukannya dengan diri sendiri.
Ella sangat mudah dibaca, Samuel juga sudah tahu betapa tidak nyamannya Ella saat ini.
Samuel akan menyamankan Ella di sini dengan perlahan. Dia ingin Emran kembali tinggal di sini.
"Ambilkan aku ikan," Emran menggeser piringnya.
Di sini Ella harus berperan bagai istri yang melayani suaminya walau Ella masih belum sadar soal status itu.
Emran pikir Ella akan tahu saat di bandara.
Ella mengerjap, dengan bingung dia mengabulkannya.
***
Ella mengangguk gugup. Emran sungguh tidak tahu malu!
Ella kini duduk di pangkuannya padahal kursi ada yang kosong. Dia malu pada Samuel yang tengah menikmati kopinya.
"Papa belum pernah bercerita soal, Daddy." Ella tersenyum tipis. Maafkan dia yang tidak tahu kalau Samuel pernah bertemu dengannya dulu.
"Pasti, kita bisa bertemu pun karena kasus artis yang over dosis itu.." Samuel menyesap sedikit kopinya.
Samuel pikir, Emran dan Ella tidak akan bertemu sampai kontrak bisnis habis saat usia Emran 35 nanti.
Ternyata tuhan mempertemukan mereka di usia yang muda. Sungguh diluar prediksinya dan Emran.
Ella menggeliat kecil saat jemari Emran menari di dalam kaosnya, mengusap perutnya tanpa kemana-mana.
"Bagaimana bisa daddy dan papa kenal? Papa bukan mafia," Ella terdengar mencicit ragu.
Samuel terkekeh. "Santai, Ella. Daddy tidak akan menyakiti orang tanpa sebab, jika kau nakal, mungkin daddy akan menyakitimu, atau bahkan Emran.." kekehnya.
Ella menelan ludah. Apa dia terlihat kaku ketakutan?
"Ella wanita yang baik dan patuh, daddy tenang saja.." Ella tersenyum miring menyebalkan. Jelas itu bukan pujian.
Ella menekuk sekilas bibirnya.
"Bagus jika begitu. Tapi, daddy agak kecewa saat tahu kau berada di club dan menyaksikan kejadian fatal.."
Ella menelan ludah lagi. Entah ke berapa kali.
"Tidak akan lagi, maaf daddy," Ella menunduk.
Samuel tersenyum. "Semua sudah daddy urus, ke depannya kau dan Ella.. bisa pergi untuk bulan madu, daddy usahakan tidak akan ada masalah lagi.." yakinnya.
"Apa kasus Arsa—" Ella langsung berhenti saat sadar.
"Dia dijebak, meninggal karena pembunuhan.." Samuel berterus terang. Agar Ella tidak mencari tahu sendiri, itu lebih berbahaya.
Ella merunduk sedih. Sudah Ella duga. Arsa tidak akan begitu jika pun dia nakal. Ella tersentak pelan saat pusarnya ditekan dan di putar.
"Apa harus kita pergi bulan madu?" ujar Emran.
Ella melotot samar. Mereka menikah saja belum raung Ella dalam hati.
"Itu harus, daddy ingin melihat penerus, berusahalah untuk mendapatkan bayi laki-laki,"
Ella sampai tidak bisa berkata-kata.
***
"Emran! Kau bilang apa pada daddy? Kenapa bisa dia berpikir kita menikah?" Ella terlihat syok dan agak kesal.
Lihat saja, lagi-lagi dia di satu kamarkan karena Samuel berpikir dia dan Emran sepasang suami istri.
"Abaikan," singkat Emran dengan santainya sambil merapihkan alat kerjanya di meja.
"Ck! Ini soal yang serius, apalagi soal cucu!" Ella mulai hilang kendali lagi. Rasa takutnya mulai pergi.
"Kasih saja agar diam,"
Ella semakin kesal, dia bergegas turun dari kasur lalu melompat pada Emran dan memukul bahu kekarnya.
"Di sana aku tidak menolak karena takut daddy! Di sini aku akan protes keras!" Ella kembali tak bisa diam.
Emran meringis saat kaki kecil itu tak bisa diam di pangkuannya dan menyenggol miliknya. Emran terus menerimaa pukulan semut itu.
"Ha! Kau pikir aku akan mau hamil anakmu!" Ella semakin lepas kendali. Dia takut dibunuh jika tidak memberikan cucu. "Pulangkan—"
Ella terkesiap saat tubuhnya melayang lalu kepalanya agak terpentok lantai keras saat Emran merebahkannya dengan cepat ke atas lantai lalu mengukungnya.
Ella yang terpejam kaget karena benturan tidak terlalu sakit itu pun mulai membuka matanya perlahan.
"Kenapa? Kau tidak ingin hamil anakku kenapa?"
"Bukankah sudah jelas alasannya?! Selain kita belum menikah, kau juga seorang mafia! Aku tidak ingin anakku kesulitan!" jerit Ella masih lepas kendali dan panik saat Emran mengeluarkan pistolnya lalu mengarahkannya ke kepala.
Ella bergetar takut. Ella mulai merasa menyesal. Harusnya dia diam saja dan mencari alasan lain.
"Pilih, sayang. Ku tembak dengan milikku dan hamil atau ku tembak dengan pistol agar kau menyusul Arsa?"
Ella semakin bergetar saat Emran menyalakan pelatuknya. Dia hanya bisa terpejam takut.
"K-kau akan menembakku?!" Ella terengah masih mencoba berani. "Coba saja," lanjutnya gelagapan.
Emran menembakan peluru itu pada meja kecil di pojok ruangan. Bunyinya nyaring namun tidak akan terdengar ke luar kamar.
Ella terperanjat kaget lalu menangis ketakutan. Mentalnya memang lemah.
Emran menahan senyumnya. Ella menggemaskan jika sedang ketakutan begitu.
Ella menegang saat pistol itu menyentuh lehernya, bergerak ke dada tempat jantung berada.
"A-aku akan hamil, jika kita menikah!" ujar Ella cepat saking panik.
"Aku ingin sekarang!" Emran terlihat senang melihat Ella panik dan dengan terpaksa patuh.
Ella kembali terisak dengan begitu berisik meraung-raung tidak mau.
"Kau hanya memiliki waktu 3 detik."
Ella semakin gelisah panik.
"Satu.."
Tangis Ella pecah.
"Dua.."
Ella mencakar lengan Emran sebagai pelampiasannya.
"Ti.."
"BAIKLAH! AKU AKAN HAMIL!" Ella semakin terisak kencang.
"Bagus, kau memilih senjata yang tepat, sayang." Emran melepas dalaman Ella, menarik roknya dan dia bersiap menurunkan resleting.
Celana Emran begitu bengkak dan siap. Dia dibuat bergairah hanya dengan melihat Ella begitu. Di bawahnya.
Tangis Ella teredam saat Emran menjejalkan lidah dan menyesap bibirnya dengan rakus.