Ella menatap kakinya yang membengkak. Ini lebih parah dari keseleo saat Emran obati. Pantas saja Emran tidak mengobatinya seperti saat itu.
"Sshh.. Bengkak," sendu Ella sambil mengusap ringan kakinya.
Ella menghela nafas panjang, melirik Emran yang baru masuk ke dalam kamar. Seperti biasa, Emran bertingkah seolah tidak ada dirinya. Menyebalkan!
"SAKIT!" rengek Ella menyindir Emran.
Emran menoleh datar. "Balasan karena tidak mendengarkan kata su— ku.." balasnya lalu kembali menyimpan semua berkas yang cukup penting di brankas dekat meja kerja.
"Bukankah kau akan menjagaku! Apa ingkar seperti saat kecil dulu!" ketus Ella.
Emran melirik lagi. "Apa yang kau inginkan?" tanyanya pada intinya.
"Gendong! Ingin buang air kencing!"
"Panggil pengawal,"
"Tidak! Kau saja!" tegasnya keras kepala.
"Aku sibuk."
"Aku akan di sini!" seru Ella kesal.
"Silahkan." singkat Emran seolah tetap menolak tapi langkah kakinya mendekat, menggendong Ella yang menatapnya kesal tanpa aba-aba.
***
"Emran, aku lihat ada laut di sekitar sini," Ella pun turun dari gendongan Emran.
"Hm."
"Aku ingin main di sana, ingin pasir laut,"
Emran menyelimuti kaki Ella dengan selimut baru. Jika satu selimut, bisa saja kaki Ella membentur kakinya.
"Hm,"
"Hm apa! Aku ingin pergi bukan dibawakan pasir ke sini! Awas saja jika begitu!" cerocosnya.
Emran mengabaikannya. Dia naik ke atas kasur yang membuat Ella mengerutkan alis.
"Lagi-lagi tidur di sini! Kita bukan suam—"
"Tugasku menjagamu, jika tiba-tiba ada yang mencekikmu, bagaimana?" Emran balas menatap Ella dengan datar.
Ella menghembuskan nafas kesal. Dia kalah lagi. Selalu saja menggunakan keselamatan sebagai alasan. Apa orang-orang itu sangat jahat?
"Kau bilang rumah ini aman! Jadi untuk apa kau—"
"Berhentilah berbicara!" potong Emran penuh penekanan dan dengan tatapan tajam.
Ella sontak kicep begitu saja. Mereka sedang di atas kasur yang sama dan dirinya sedang cidera. Ella pun memilih diam dan mulai mencoba tidur.
***
Emran kembali membuka matanya. Dia terlalu peka pada pergerakan sekitarnya, membuatnya tak bisa selelap biasanya.
Ella begitu tidak bisa diam. Selalu begitu.
Emran menyingkirkan wajah Ella yang terbenam di lehernya. Itu menggelitik gairahnya.
Ella hanya menggeliat tanpa terusik sedikit pun.
Emran kembali tidur dengan membelit tubuh Ella, menjaganya untuk tidak banyak bergerak. Wangi Ella begitu menenangkan sampai tak butuh waktu lama dia tertidur.
Keesokan harinya seperti biasa. Tarjan cantiknya kembali berisik mengeluhkan segala hal yang mengganggunya. Bahkan soal satu semut pun sampai harus menurunkan semua pelayan agar membersihkan seisi rumah.
Emran tidak terganggu. Dia sudah biasa mendengar segala hal dari yang normal hingga aneh yang dilakukan Ella.
"Aku tidak nyaman memakai produk-produk itu! Aku tahu itu mahal, tapi tetap tidak suka, lihat, kulitku memerah," Ella mendekatkan lengannya ke Emran yang sibuk dengan tab.