"Tidak, di rumah sedang ada kekacauan, Luna." Emran berkata pada Luna lewat panggilan suara.
Nannynya yang bertahan sampai tua itu hendak menemuinya. Emran jelas melarang, keadaan sedang tidak baik.
"Ada apa?" cemasnya disebrang sana.
Luna sudah memiliki kehidupan lain. Dia sudah menikah dan memiliki satu anak laki-laki usia 10 tahun.
Walau begitu Luna tetap ingin menjaga hubungan baik mereka. Emran juga tidak ingin hubungannya dengan Luna berakhir.
Walau dia tidak bisa memanggilnya bagai sosok ibu, Emran tidak masalah. Selamanya Luna akan menjadi ibu dalam hatinya.
"Ella, dia terlibat kasus. Dia sebagai saksi, akan bahaya jika ada yang mengetahuinya,"
"Apakah kalian sudah bertemu?"
"Dia ada di rumahku, Luna." jawab Emran.
"Benarkah? Kalian satu rumah?"
"Hm."
"Astaga! Bagaimana sosoknya? Kau menyukainya?"
"Berisik. Dia tarjan jelek yang berisik,"
"Tarjan?" Luna tertawa pelan di sebrang sana. Menebak kalau Ella sangat bawel dan suka berteriak.
"Ya, dia suka sekali berteriak,"
"Jangan membencinya, Emran. Dia anak perempuan tak berdosa, dia tidak tahu dengan semua kesulitan yang kau alami,"
Emran tidak menjawab. Luna menghela nafas tak bisa berbuat apa-apa selain mengingatkan Emran.
***
Ella terlihat merenung serius di kamarnya. Dia mencoba sesuatu yang membuat penculik itu muak dan ingin segera memulangkannya.
"Tapi bagaimana jika dia muak dan menembakku?" Ella kembali berpikir serius.
"Arsa.." tiba-tiba Ella kembali sedih. Bagaimana kabarnya?
Ella mencoba menyalakan televisi ternyata mati. Percuma besar dan bagus, ternyata hanya untuk pajangan.
Ella tidak peduli. Dia akan membuat kekacauan di rumah besar itu. Lihat saja! Emran akan segera memulangkannya.
Ella terlihat berambisi.
***
Ella menganga membaca selembar kertas yang ada di meja yang penuh dengan makan siangnya.
Makanlah, agar organmu sehat.
Ella menangkapnya negatif. Dia merasa benar-benar diculik untuk dijual organ bukan seperti di dalam film yang dibintangi Arsa. Soal tebus menebus.
"HAH!" Ella terlihat emosi. "Dia pikir dia bisa mengambilnya!" geramnya.
Ella menatap semua makanan dengan tak minat lagi. Dia hanya mencomot sedikit lalu mengacak semuanya hingga semua pecah dan berantakan.
Ella begitu liar sampai naik ke atas meja makan.
"NONA!" Ryuka mencoba menurunkannya. Dia sungguh kewalahan dengan kelincahan Ella. Dia ingin melakukan kekerasan namun sialnya dilarang.
Ryuka ingin menangis dan mengundurkan diri rasanya. Dia menyesal senang saat terpilih.
"Nona, saya bisa di pecat, tuan." mohonnya mencoba mengusik simpati Ella.
Ella mendelik sebal. "Aku tidak peduli! Kau pun pelit! Tidak memberiku ponsel, tidak membantuku!" teriaknya.
Emran yang baru masuk ke dalam pintu rumahnya langsung bisa mendengar teriakan Ella.
Emran benar-benar mencoba menebalkan kesabaran.
Ella yang sibuk mengomeli Ryuka dan pengawal lain beralih fokus pada Emran lalu tersenyum menantang. Ella bangga dengan semua yang dia hancurkan.
Ella masih berdiri di atas meja makan.
Emran menatap semuanya. Dia kembali lagi ke rumah dan memilih akan rapat lewat video call ternyata pilihan yang salah.
Ella sedang menjadi tarjan mungil pengacau. Emran takut tidak bisa mengendalikan emosinya. Masalah kali ini cukup membuatnya pening karena melibatkan sosok Arsa. Artis terkenal di negara ini.
"Apa?!" teriak Ella nyaring.
Emran menghela nafas. Menatap Ella yang tidak ada takut-takutnya itu dengan tajam.
"Kalian semua pergi! Tidak boleh ada yang mengintip!" perintahnya tegas agak berteriak.
Ella sampai tersentak pelan namum mencoba untuk tak gentar.
Emran masih menunggu kepergian semua dengan menatap Ella. Dia harus membuat gadis itu takut.
Dengan gesit Emran mendekat, menarik kaki Ella sampai Ella terhuyung dan jatuh terlentang di atas meja makan mewah itu.
DUG!
Ella terpejam merasakan kepalanya terbentur meja berbahan kayu mahal itu. Lumayan sakit.
Ella membuka matanya dengan menahan nafas kaget. Emran begitu cepat berada di atasnya, mengukungnya.
Ella gelagapan syok saat kedua tangannya di kunci kuat di atas kepala lalu Emran menarik kasar seluruh pakainya hingga compang-camping.
Ella menjerit kuat, memintanya berhenti dan meronta. Emran tidak bergeming.
Ella sungguh benci Emran. Emran terlihat bagai beruang ganas.
"MAMAAAA!" Ella menjerit sampai akan hilang suara rasanya.
"Kau pikir dengan bertingkah menjadi pengacau akan aku pulangkan?!" Emran terlihat sangat galak penuh emosi.
Ella menangis histeris saat tubuhnya tidak tertutup apapun lagi. Semua sobek, hancur. Ella tidak sampai berpikir akan sejauh ini.
Emran terpejam sesaat saat Ella meludahinya dengan masih melemparkan sisa-sisa amarah lewat tatapannya.
Emran mengetatkan rahangnya. Dia tatap tubuh polos yang masih berusaha menggeliat berontak itu.
"Be-Berhenti! BERHENTI!" Ella akan mengaku kalah. Jangan menatap tubuhnya begitu. Dia menyerah. "BAIKLAH! AKU MENYERAH! AMBIL SAJA ORGANKU!" tangisnya kembali pecah.
Emran mendatarkan wajahnya. Emosi perlahan lenyap. Otak Ella ternyata sibuk sendiri menduga-duga.
Emran memilih membuat Ella pingsan lagi. Ella berisik. Emran melepaskan kuncian tangannya lalu melepaskan jas jaket blazer yang dipakainya untuk menutup tubuh Ella.
"Terlihat menggiurkan jika makan siangku di meja makan begini," gumam Emran.
Emran mengangkatnya dan turun dari meja makan dengan mudah. Emran menyuruh pelayan membersihkan semua kekacauan.
Ella dia rebahkan di kasurnya. Dia pakaikan kaos dan boxer miliknya. Emran memang tergiur dengan tubuhnya tapi dia tidak akan mengambil kesempatan dari wanita tak sadarkan diri.
Dia akan mengatur rencana lain untuk menikmatinya.