5. Kiss, Cemburu, Wanita Penghibur Dan Cara Ella

14.6K 623 29
                                    

Emran menyimpan birnya, dia meraih tengkuk Ella lalu melahap bibirnya yang selalu mencuri perhatian.

Ella terdiam mematung. Membiarkan bibirnya terus dihisap, dilumat dan digigit kecil. Ella hanya mengerjap merasakan sapuan demi sapuan.

Tatapan Ella salah fokus dengan telinga Emran yang berubah merah seperti terbakar. Refleks jemari kecil Ella menyentuhnya, penasaran apakah panas atau tidak.

Ella melotot terkesiap saat tubuhnya dengan begitu mudah diangkat sampai duduk di pangkuannya lalu bibirnya kembali dilahap.

Ella mengerjap gugup beberapa kali. Dia berdiam diri kaku, hanya sibuk berkedip sambil menatap mata Emran yang terpejam.

Dengan terengah Emran melepaskan pagutannya. Ella pun sama terengah. Wajahnya berubah begitu merah.

Emran tersenyum samar. "Tutup mata, dasar anak gadis," gumamnya yang samar masih Ella dengar.

Ella menatap tidak yakin, apa yang diucapkan Emran.

Ella tersentak kaget mendengar suara ponsel berdering. Dengan cepat Ella turun dan duduk di tempat semula.

Ella terlihat salah tingkah. Jantungnya masih bertalu-talu.

Ella membiarkan Emran pergi karena panggilan telepon. Ella menyeka bibirnya lalu melirik tab yang tidak di bawa Emran.

Ella meraihnya, kembali mencari berita lalu mendownload aplikasi untuk menghubungi Deliza.

Ella juga ingin menghubungi Darka dan Delin lagi. Dia menyesal marah seperti anak kecil.

Emran terus berbincang sambil menatap ponsel satunya lagi yang terhubung ke tab yang kini ada pada Ella.

Emran tersenyum samar. Memang nakal. Tapi Emran tidak masalah, dia sudah mengurus sahabat Ella yang menjerumuskan Ella ke masalah ini.

***

"Apa?! Bohong sekali," Ella menggeleng tidak percaya.

"Sungguh, tuan tidak pernah memiliki kekasih, untuk memenuhi kebutuhan, entahlah nyonya.." Ryuka menjawab jujur.

"Diakan sering menjual wanita, pasti sebelum dijual dia menidurinya!" yakin Ella dengan so tahu.

"Untuk itu saya tidak tahu,"

"Kau mengizinkanku untuk tidur dengan wanita penghibur?"

Ella dan Ryuka sama terkejut di duduknya. Masih di taman belakang walau hari sudah mulai larut.

"Dasar hantu!" dumel Ella kesal.

Ryuka berdiri, membungkuk sopan lalu pamit mengundurkan diri dengan jantung berdebar. Apa dia melakukan kesalahan atau tidak.

"AKH!" Ella memekik kaget begitu melengking. Memang spesialis berteriak. Suaranya selalu nyaring.

Emran menghela nafas.

Ella membelit leher Emran takut jatuh. Tanah yang dia pijat terasa jauh. Emran sungguh beruang besar dan dia bagai monyet kecil yang lucu.

"Kenapa harus begini?" panik Ella. "Aku bukan anak kecil! Turunkan aku!"

"Langkahmu lelet, bukankah ingin melihat dia untuk yang terakhir kali?" Emran berujar acuh tak acuh.

Ella terlihat penuh harap lalu menatap Emran galak. "Tapi lihat pakaianku—"

"Lebih baik diam." Emran menatapnya tajam sekilas. Suara Ella terlalu nyaring.

Ella menekuk wajahnya. Dia diam menuruti ucapan Emran. Dia ternyata di bawa ke ruangan yang ada di lantai satu rumah ini.

Di sana sudah tersedia pakaian dan satu orang penata rias. 

***

Ella terlihat berbeda, seperti bukan Ella karena riasan yang dipinta Emran sebagai upaya penyamaran.

Ella terlihat patuh tidak membantah. Dia ingin segera ke tempat duka.

Ella pun sampai di sana bersama Emran dan beberapa pengawal yang menyamar. Terlihat tidak mencurigakan.

Ella tidak peduli lagi. Dia masuk melewati beberapa wartawan yang selesai meliput. Ella segera mendekati orang tua Arsa yang agak kebingungan namun tetap menerima ucapan duka dari Ella.

Ella terus terisak sambil menyimpan bunga putih di dekat foto Arsa yang tersenyum. Ella sangat yakin. Arsa bukan orang yang seperti itu.

Ella tiba-tiba ingin mencari tahu apa yang terjadi dan kuncinya ada pada Emran atau orang tuanya. Mereka tidak mungkin tidak tahu.

Ella akan mencari tahu. Satu-satunya cara dia harus mendekati Emran. Dia akan mencari jawabannya.

Ella kembali menangis saat peti jenazah mulai keluar dari rumah duka, semua wartawan memadati tempat itu.

Mobil hitam itu akan membawa Arsa menuju tempat peristirahatannya.

Ella menangis di pelukan Emran. Dia sangat kehilangan teman hebatnya. Tidak akan ada lagi yang memberikannya sebuket bunga saat mereka bertemu. Bahkan kini tidak akan bertemu.

Emran mengetatkan rahangnya. Entah kenapa dia merasa cemburu. Sudah gila memang perasaannya. Padahal Emran akan membuat Ella sengsara, malah kini hatinya yang membuat Emran sengsara karena dilema.

***

Ella membuka matanya saat pintu kamar Emran terbuka. Emran terlihat berjalan santai seolah-olah dirinya tidak ada.

Emran sibuk di kamar mandi. Keluar hanya memakai jubah mandi lalu keluar dari kamar bukannya berpakaian dulu.

Ella mengerjap lalu memutuskan untuk turun dari kasur dan ke dapur. Dia ingin satu apel dan segelas susu.

Ella celingukan sambil berjalan santai melewati penjaga yang membungkuk dan pelayan yang berpapasan sama membungkuk.

Ramai sekali rumah ini oleh penjaga dan pelayan.

Apa Emran orang penting? Tidak, sepertinya dia hanya banyak musuh.

Yakin Ella sambil celingukan.

Sungguh tidak ada jalan untuk dia kabur. Tempat ini menyebalkan!

***

"Aaaa! Mama sakit!" Ella mengerang memegang kaki kirinya.

Emran menatapnya datar lalu menuju lemari, membawa satu celana piyama barulah mendekati Ella yang berisik kesakitan.

"ARGH!" jerit Ella saat Emran meraih kakinya lalu mematahkannya.

Padahal Emran tengah menyembuhkan dengan caranya tapi bagi Ella itu seperti mematahkan kakinya.

Ella sontak menangis dengan kencang. Emran terlihat jengkel. Mana dia menahan kebutuhannya karena mendadak redup gairahnya.

"Kau baru ku sembuhkan, berhenti seperti anak kecil!" Emran mengangkat Ella sampai berdiri.

Ella masih agak pincang namun benar, tidak terlalu sakit. Tangis Ella pun perlahan surut.

"Jahat sekali!" dumel Ella dengan menatap Emran marah. Rasanya jantung Ella seperti dicabut karena tidak ada aba-aba.

Dia pikir kakinya patah.

Ella terkesiap saat tubuhnya terangkat lalu bibirnya kembali Emran lumat, lidahnya menyapu bibirnya hingga basah.

Ella merem melek walau berusaha menolak namun dia ingat. Dia sudah menjanjikan ciumannya untuk Emran.

Ah! Dia baru ingat, mungkin ini juga cara untuk mengorek informasi soal Arsa.

Emran membuka matanya saat merasakan bibir Ella bergerak kaku membalasnya. Emran tersenyum samar lalu semakin giat menyesap bibir atas dan bawah Ella.

Tiba-tiba Emran menginginkannya. Menginginkan haknya sebagai suami istri. Ella bukankah sudah miliknya?

Hidden Husband (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang