Ella menyentuh kepalanya. "Emran, kepalaku pusing sekali.." lirihnya lalu berjongkok.
Emran meraih bahu Ella dan membantunya berdiri. "Panggilkan dokter!" perintahnya pada Emi yang segera melakukannya.
Ella diam saja saat Emran menggendongnya dan membawa ke kamar.
"Emran, pudingku," lirihnya.
"Bisa memakannya nanti, kau pusing," balas Emran datar walau sebenarnya khawatir. Setelah demam seminggu, kini pusing.
Sepertinya Ella belum sembuh.
"Aku ingin dari kemarin," keluhnya manja nan lemas.
"Berhentilah membahas dan merengek soal puding!"
Ella pun cemberut pasrah, kepalanya memang pusing.
"Emran, begah sekali perutku," keluhnya saat Emran meletakannya di kasur.
"Kau akan diperiksa secara keseluruhan," Emran mengusap puncak kepalanya.
Tak lama dokter pun datang. Memeriksa Ella dengan teliti. Jika ada kesalahan bisa saja dia mati. Emrankan kejam.
Nyawa manusia tidak ada artinya bagi Emran jika mengusik apa yang dia cintai, sayangi dan perjuangkan.
"Tuan, selamat.."
"EMRAN!" rengek Ella dengan tangis manjanya dan suara tingginya.
Dokter dan beberapa perawat, pengawal memustuskan pamit.
Emran menautkan alis. "Kau senang sakit?" ujarnya datar walau jantung berdebar. Kenapa dokter mengucapkan selamat.
Tidak mungkinkan jika Ella diberi penyakit akan diselamati.
"Aku hamil," manjanya haru, dia meraih jemari Emran dan menggenggamnya erat.
Emran terdiam sejenak.
"Kau tidak suka?"
"Tidak—"
"APA?!"
"Aku belum selesai bicara! Tidak, aku sangat suka mendengar kabar kau hamil, aku sangat senang.."
"Sungguh.." Ella berseru haru.
"Hm, kau masih pusing?"
Ella mengangguk. "Namun aku senang," jawabnya.
***
"Emran, pudingku.." rengek Ella. "Aku ngidam, kau tahukan apa itu?"
"Aku tidak percaya soal itu, tapi aku akan mengabulkannya karena kau menginginkannya," balas Emran lalu melirik Emi untuk membawa puding yang Ella mau.
"Kau harus percaya!" Ella menutup buku yang berisi tentang kehamilan, pantangan-pantangan dan semacamnya.
Emran pun membacanya sebelum Ella. Dia mengambil yang masuk logikanya saja, mitos dan sebagainya Emran tidak terlalu peduli.
"Ya, aku akan mencoba percaya," balasnya malas.
"Kau tidak bekerja?"
"Boleh aku bekerja?" tanya Emran balik. Bukankah Ella akan marah jika dia p
Bekerja jika sedang berduaan."Tidak boleh," Ella membelit lengan Emran lalu mengecup bisepnya.
"Apa yang kau kecup, Ella? Kau harusnya mengecup ini," tunjuk Emran pada bibirnya.
Ella melempar cengiran lalu mengecup bibir Emran dengan senang. Ella terlihat bahagia semenjak tahu hamil.
Mungkin Ella sudah menunggu kabar itu.