Samuel tersenyum puas. Dia sudah membalaskan dendamnya. Dia pun sudah mengorek semua bukti dan berhasil dia kumpulkan.
Samuel bekerja sama dengan anggota kepolisian yang selama ini selalu membantunya dalam kasus.
Aleond tengah di selidiki. Samuel juga yakin, pria itu akan berhasil meloloskan diri seperti biasa tapi setidaknya berita yang muncul karena penangkapannya sudah terendus masyarakat.
Saham perusahaannya mulai tidak stabil saat ini.
Samuel sungguh puas dengan balas dendamnya.
"Anak dan menantuku akan kemari hari ini, siapkan semuanya," perintahnya.
Samuel tetap bersantai di tempatnya. Emran yang sudah tahu pun terlihat lebih tenang dan membawa Ella keluar rumah tanpa perlu di sembunyikan lagi.
"Pihak kepolisian ingin menjadikan nona Ella saksi, tuan Sam.. Namun sudah bisa saya atasi, saya pastikan, nona Ella tidak akan terlibat dengan dunia gelap.."
Samuel mengangguk. Dia juga tidak akan membiarkan itu. Ella akan menjadi sasaran empuk mereka karena lemah.
Dan Darka pun akan murka, hubungan mereka akan tidak baik ke depannya jika itu terjadi.
***
"Ini pesawat milikmu?" Ella menatap interior sekelilingnya dengan takjub.
"Bukan," Emran masih belum bisa menggunakan pesawatnya karena masih ada perbaikan.
Ella terlihat kecewa. "Ternyata tidak seperti dalam film dan novel," gumamnya.
Padahal Emran pun memiliki pesawat pribadi bagai tokoh yang Ella sukai di film dan novel yang dia baca.
"Emran, apa daddymu galak?"
Emran melirik sekilas. "Ya," jawabnya. Samuel memang sangat galak.
"Apa dia akan—" Ella memilih berhenti membayangkan hal aneh. Itu hanya akan membuatnya terlihat takut dan bodoh.
Ella menelan ludah. Emran saja bisa sangat sekejam itu pada Deliza. Apalagi sosok ayahnya. Pasti akan menembak manusia bagai patung saking mudahnya.
Dunia Emran begitu gelap. Ella jadi penasaran. Saat pulang nanti, Ella akan menggeledah kamar Emran untuk tahu.
"Akh!" Ella terkejut saat Emran mencolek pipinya.
"Makanlah, lalu tidur." Emran mematikan tabnya dan memulai makan.
Ella pun sama. Dia mulai makan sambil selonjoran santai. Makanannya terasa enak, Ella merasa cocok.
Emran menyuapi Ella sayur saat melihat Ella menyisihkan sayuran.
"Aku tidak menyukainya," tolak Ella sambil memalingkan wajahnya.
"Makan!"
"Jahat! Aku tidak menyukainya!" balasnya kesal agak berteriak.
"Makan! Atau kita itu di sini."
"Ck! Sudah ku bilang aku tidak menyukainya!" Ella merengek semakin kesal.
"Oke, kau memang ingin bercinta."
"Apa? Dasar gila," gumamnya samar lalu melanjutkan makannya.
***
Emran terus mengecupi leher Ella sambil menurunkan celana dalamnya di bawah selimut itu.
Ada bagusnya Ella memakai rok, membuat Emran tidak merasa kesulitan sama sekali.
"Emran, kau sungguh gila!" bisiknya gelisah.
"Kau yang tidak patuh, terima saja."
Ella membungkam mulutnya sendiri. Di dalam selimut pesawat, keduanya melebur tanpa saling melucuti.
Ella merasa aneh. Dia jadi semakin sensitif jika suasana semenantang ini.
Posisi dari belakang seperti ini jelas Ella belum sering mengalaminya. Rasanya masih aneh namun tetap saja bisa membuatnya gelisah.
"Kalau saja kau memakan sayuran itu," Emran mendesis halus. "Kita akan tidur," lanjutnya.
***
"Apa harus kita di jaga sebanyak itu? Kita bukan seorang presiden," Ella menatap mobil hitam di belakang mereka dan beberapa motor besar di samping mobilnya.
"Kita sedang ada di negara yang banyak musuh. Musuh daddy dan musuhku," Emran masih asyik merangkul Ella yang sibuk celingukan.
Emran mengecup pipi Ella membuat Ella berhenti bergerak.
"Ck!" Ella mengusap bekas ciuman Emran dan Emran mengecup tempat lain. Ella kembali menyekanya kesal.
Emran kembali mengecup yang lain, terus saja begitu sampai Ella ngamuk karena jengkel dengan tingkah Emran.
"Emraaann!" Ella terlihat hendak menangis karena Emran tak kunjung berhenti.
"Berhentilah menyekanya jika ingin aku berhenti, sayang," bisiknya di depan bibir Ella.
Ella pun terdiam. Dia masih merinding di panggil sayang lagi.
Emran mengecupi wajah Ella dan Ella berusaha untuk tidak menyeka jejak basah itu.
***
"Selamat datang, menantuku.." Samuel menyambut dengan riang.
Ella agak melongo melihat kesangaran Samuel namun bertingkah menjadi seorang yang hangat.
Jadi terlihat palsu walau sebenarnya Samuel tulus menyambutnya.
"Terima kasih, daddy.." cicit Ella malu dan canggung. Apalagi kata Emran dia hanya perlu memanggilnya daddy.
Tunggu! Ella menautkan alisnya. Menantu?
Ella menatap Emran yang datar itu dengan bingung. Apakah Emran mengaku pada ayahnya kalau dia kekasih Emran dan akan menikah dengannya?
Itu sangat bagus! Emrankan sudah menjadi miliknya. Ella juga tidak akan membiarkan Emran lepas darinya karena sudah melewati batas. Pikirnya.
"Masuklah, kita berbincang di dalam.."
Ella menatap setiap pilar itu dengan takjub. Keluarga Emran kaya sekali dan ada beberapa foto wanita cantik.
"Apakah dia mommymu?" Ella berbisik sambil terus mengikuti langkah Samuel di depannya.
Emran melirik lalu mengangguk.
"Cantik sekali," puji Ella takjub saat melihat sosoknya lagi.
Emran tidak merespon.
"Tapi kemana mommymu? Apakah mommymu—"
"Dia meninggal."
Ella terdiam lalu mengerjap bingung. Samuel menoleh dan menghentikan langkahnya membuat Ella pun sama.
"Dia Selina, istri pertama dan terakhir daddy, Ella.." jelasnya sambil menatap foto besar paling cantik.
Ella jadi ikut mengamati. Jadi dia tahu ketampanan Emran dari mana. Ibunya terlalu cantik. Emran mirip ibunya.
"Dia meninggal karena serangan musuh,"
Ella mengerjap.
"Kau tidak boleh terlalu masuk ke dunia kita, Ella. Maka dari itu, jagalah batas itu."
Ella menelan ludah tidak paham.
"Sebenarnya kalian—" Elle ragu.
"Kami mafia, bisnis kami terlalu gelap untuk ditelusuri.. Jangan penasaran, Ella.. Tetaplah di tempatmu, Emran akan menjagamu, daddy juga.."
Ella mengerjap. Dia masih syok dengan apa yang didengar. Mafia? MAFIA?!