"Lihat, Emran sangat memanjakan anak kita," Darka memberikan beberapa lembar informasi pada Delin.
Delin meraih dan membaca seluruhnya. Barang-barang mewah, kecantikan yang selalu Ella beli dan beberapa kebutuhan lainnya.
Ella di sana hidup seperti biasa. Delin tenang jika Emran memperlakukan Ella sama seperti dia dan Darka lakukan.
"Kabar baik, senang mendengarnya," Delin menyimpan kertas itu lalu memeluk Darka yang balas memeluk dan mengusapnya.
"Tenang saja. Aku tidak akan sembarangan menyandingkan Ella dengan pria, aku cukup selektif, tidak akan aku biarkan Ella disentuh pria selain jodoh dari kecil yang kusiapkan,"
"Apa Ella akan menyukainya?" Delin meragu.
"Dulu, saat Emran kecil menolak bermain dengan Ella, kamu pasti tahu reaksinya. Ella terus menangis, itu artinya dia menyukai Emran, mungkin saat itu hanya sebatas teman, mungkin saja sekarang bisa lebih menyukainya,"
Delin hanya diam. "Apa ada kemungkinan mereka pisah?" tanyanya ragu.
"Sama saja kita menghancurkan Ella.. Dia tidak akan aman jika lepas dari mereka, sayang. Percayalah padaku, Ella akan lebih bahagia,"
Delin hanya mengangguk lalu menerima kecupan Darka yang awalnya ringan berubah menjadi menuntut.
***
"Selesai!" Ella bertepuk tangan pada pelayan yang menata semua barangnya di kamar Darka.
Kamar mewah yang gelap khas pria kini berubah menjadi lebih peminim. Banyak printilan-printilan khas seorang gadis.
"Apa Emran belum pulang?" Ella menatap pengawal perempuan yang akan menjaganya juga.
"Akan pulang terlambat, nyonya.." jawab Emi dengan sopan.
"Bagus! Lebih bagus tidak pulang," Ella berlari kecil melihat semua barang yang dia beli dari hasil perjuangannya.
Ella menghembuskan nafasnya kesal saat ingat perjuangannya. Di mana Emran terus menyentuhnya, menciumi seluruh tubuhnya.
Ella merinding gelisah mengingatnya. Untung virginnya masih belum tersentuh. Ella tenang karena Emran tidak terlalu memaksa.
"Aku akan memberikannya pada suamiku, ku mohon.." Ella memelas berkaca-kaca.
"Anggap saja aku suamimu,"
"Tidak bisa! Aku tidak bodoh!" amuk Ella disertai isak manjanya.
Emran terlihat gatal ingin mengungkap semuanya namun belum waktunya. Semua belum pasti.
"Baiklah, aku hanya akan bermain tanpa memasukannya," Emran mengalah, memang harus perlahan agar Ella terbuai dan menyerahkan diri.
"Nyonya? Nyonya Ella?"
Ella sontak menoleh cepat. Kenapa juga dia melamunkan hal jorok itu? Apa dia suka saat mulut Emran bermain di pusatnya? Tidak! Tidak! Jangan gila!
"Ada apa, Emi?" Ella mengerjap.
"Saatnya makan siang, nyonya. Tuan akan memarahi kita semua jika nyonya—"
"Ck! Iya!" Ella pun berjalan keluar kamar dengan sebal.
Ella juga kesal sekarang. Emran tidak pendiam yang menyeramkan seperti awal-awal. Sekarang Emran menjadi suka mengancam ini itu.
***
"Aku sudah makan!" Ella terdengar ketus. Bahkan tidak menatap Emran yang muncul di tab yang di pegang Emi.