___
Jangan lupa bahagia
Tetap jaga iman dan imunHappy Reading!
***
Naya menimbang-nimbang sebelum berbicara dengan suaminya. Ia jadi yakin jika diamnya Raga berkaitan dengan Devan kemarin ditambah Raga memiliki trust issue terhadap Devan. Naya menggenggam tangan Raga yang duduk di sampingnya tengah membaca buku."Sebenarnya kamu tadi udah jemput aku di taman, ya, Ga? Apa karena ada Devan di sana, makanya Ardan jemput aku naik taksi?"
Mendengar nama Devan disebut membuat hati Raga kembali panas. Telinganya terlalu alergi mendengar nama lelaki tersebut.
"Aku sama Devan kebetulan ketemu aja, Ga. Jujur aku baru ketemu dia lagi setelah 7 tahun. Aku emang pernah pacaran sama Devan, tapi cuma sebentar, Ga. Aku sama Devan pacaran cuma 23 hari. Aku juga ya putusin Devan karena aku nggak cinta sama dia, aku terima Devan karena kasihan dan takut jadi bahan ledekan anak KKN kalau aku nolak dia."
"Jangan salah paham, Ga. Sekarang aku sama Devan nggak ada hubungan apapun. Bahkan, dia nyadarin aku tentang kamu kalau kamu tulus sama aku. Dia juga bilang merasa bersalah sama kamu karena rebut Amelia dari kamu dulunya."
Naya menangkup kedua pipi Raga. "Devan nggak akan pernah jadi pebinor di hubungan kita. Dan, aku juga pastikan kalau cuma kamu yang aku cinta," ucap Naya tersenyum.
"Maafin aku, Ga kalau sikap aku akhir-akhir ini buat kamu kecewa. Setelah aku merenung, aku sadar kalau nggak ada gunanya aku terlalu lama insecure. Toh, kamu juga udah terima segala kekurangan aku. Jadi, tugas aku adalah menjadi istri terbaik bagi kamu."
Tatapan Raga masih datar membuat nyali Naya menjadi ciut. Semenjak menikah dengan Raga, keberanian Naya terhadap lelaki itu perlahan memudar.
"Kenapa?"
"Hah?" Dahi Naya mengerut lantaran tidak paham dengan pertanyaan Raga yang terlontar.
"Kok Raga?"
"Kan nama kamu Raga," jawab Naya bingung.
"Seperti tadi malam."
"Maksudnya?"
Melihat Naya kembali bertanya membuat Raga menghela napas berat lalu melepaskan kedua tangan Naya yang berada di pipinya.
"Panggil saya seperti tadi malam."
Otak Naya mulai memproses, ketika sudah paham akan ucapan suaminya seketika Naya mengulum senyum.
"Maaf, maksud aku Mas Raga bukan Raga." Kedua tangan Naya mengatup seolah meminta maaf.
"Kamu maafin aku, 'kan?"
"Saya maafin asal kamu tidak berdekatan lagi dengan Devan." Raga berucap tegas.
"Siap, laksanakan!"
"Satu lagi, jangan buat saya cemburu terus Naya. Rasanya batin saya tersiksa jika melihat kamu terlalu dekat dengan lelaki lain."
Naya menyengir kuda. "Aku akan berusaha supaya kamu tidak tersiksa," ujarnya sungguh-sungguh.
"Cemburu itu rasanya perih."
"Iya, Mas aku tahu. Sekali lagi aku minta maaf." Raga hanya mengangguk.
"Peluk dong." Naya merentangkan tangan membuat seulas senyum terbit di wajah Raga.
"Jangan pakai saya lagi kalau ngomong sama istrinya. Aku ini istri kamu bukan rekan kerja kamu," ucap Naya ketika memeluk Raga.
Raga mengusap surai istrinya dengan lembut. "Iya, Sayang," ucap Raga dengan lembut.
Naya duduk di tepi tempat tidur, tatapannya fokus pada kursi roda yang telah menjadi sahabatnya sejak kecelakaan tragis itu. Setelah meletakkan piring ke dapur, Raga memasuki ruangan dengan senyuman lembut.
"Yuk, Naya, saatnya kamu latihan berjalan lagi," ajak Raga dengan penuh semangat.
Naya mengangguk, mencoba mengatasi kekhawatiran dalam hatinya. Raga membantunya berdiri dan menopang dengan penuh kelembutan. Mereka berdua menuju lorong yang sepi, dimulailah sesi latihan mereka.
"Ingat, Naya, langkah sekecil apapun itu sangat berarti," ucap Raga, memberikan semangat.
Langkah pertama Naya terasa berat, tapi ia tidak menyerah. "Aku yakin bisa," gumamnya sambil terus berusaha.
Raga selalu ada di sampingnya, memberikan dukungan moral. "Kamu pasti bisa, Sayang. Teruslah jalan, aku di sini untuk kamu," ujar Raga penuh cinta.
Beberapa kali Naya hampir terjatuh, tetapi Raga selalu sigap menopangnya. Mereka tertawa bersama saat Naya berhasil membuat beberapa langkah tanpa bantuan.
"Lihat, Nay, kamu semakin kuat setiap harinya," puji Raga, menatap Naya dengan bangga.
Saat mereka berhenti sejenak, Naya menatap Raga dengan mata penuh rasa syukur. "Terima kasih, Mas Raga. Kamu selalu ada untukku," ucapnya sambil memeluk suaminya.
Raga tersenyum dan mencium kening Naya. "Kita suami istri, Nay. Kamu tidak sendiri menghadapi ini semua."
Sesi latihan berlanjut, Naya semakin percaya pada kemampuannya.
"Aku bisa melakukannya!" serunya penuh semangat. Raga tersenyum bahagia melihat keberhasilan istrinya.
Ketika matahari mulai tenggelam, mereka kembali ke dalam rumah dengan hati penuh harapan. "Besok kita lanjutkan, ya?" tawar Raga.
Naya mengangguk dengan senyuman. "Okey, Mas. Bersama kamu, aku yakin akan pulih sepenuhnya."
***
Farhan membereskan semua tissue yang berserakan di lantai. Ia menghela napas panjang ketika Amelia masih menangis. Lelaki muda itu semakin kesal ketika mendengar tangisan Amelia yang menyayat hatinya."Kali ini apa lagi?"
"Raga sama Naya baikan, Han. Gue tadi ke rumah mereka, tapi malah lihat mereka ketawa bareng di taman rumah mereka. Naya juga udah bisa berjalan meskipun masih pakai kruk. Harapan gue pupus untuk milikin Raga."
Farhan menarik Amelia ke dalam pelukannya. Ia usap rambut wanitanya dengan penuh kelembutan, berharap sedih Amelia berangsur hilang.
"Gimana gue bakalan lanjutin hidup kalau bukan sama Raga, Han?"
"Ada gue, Kak." Farhan menangkup kedua pipi Amelia yang dibanjiri oleh air mata.
Amelia menggeleng. "Bukan lo orang yang gue mau. Gue cuma mau sama Raga," isaknya.
Farhan menghela napas. "Yaudah mending kita makan gorengan dulu. Gue tadi udah beli dua puluh ribu loh, kan sayang kalau nggak dimakan." Mengalihkan topik pembicaraan selalu Farhan lakukan supaya hatinya tidak terlalu sakit dengan kejujuran hati Amelia.
"Gorengan mulu yang lo bawa setiap ke sini. Lama-lama gue jerawatan karena makan makanan berminyak terus," omel Amelia sambil mengelap air matanya dengan lengan baju Farhan.
Melihat tingkah Amelia membuat Farhan terkekeh, ia merasa gemas melihat hidung wanita itu masih merah karena kebanyakan menangis. "Mending makan gorengan daripada makan hati, Kak," ledeknya.
"Aaaaa, Farhan, nyebelin!" Amelia memukul-mukul lengan Farhan kesal.
Bukannya marah, Farhan kembali memeluk Amelia membuat wanita itu memberontak. Namun, Farhan tidak melepaskan pelukan tersebut hingga Amelia membalas pelukan Farhan. Lelaki 20 tahun itu mencium ubun-ubun Amelia dengan mata terpejam.
"Gue akan lakuin segala cara supaya lo nggak nangis lagi, Kak meskipun nantinya cara yang gue lakukan salah," batin Farhan.
Farhan mengusap-usap lengan Amelia sehingga wanita itu nyaman. Farhan tersenyum ketika ia berhasil membuat wanitanya tidak menangis lagi. Rasanya, ia ingin selalu mendekap Amelia seperti ini, tidak ingin dilepaskan.
"Kak, makan gorengan yang aku beli dulu baru tidur," bisik Farhan membuat Amelia merotasikan bola mata malas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Hati Braga (END)
RomanceBraga Pratama Athaya pernah merasakan jatuh cinta sekaligus patah hati terhadap satu wanita yang mengisi relung hatinya selama bertahun-tahun. "Entah kamu yang tidak pantas untuk aku atau aku yang tidak pantas untuk kamu. Namun, aku mau mengakhiri h...