_______
Jangan lupa bahagia🫶
Tetap jaga iman dan imun🤍Happy Reading!
***
Khafa dengan telaten menyuapi Naya buah-buahan. Naya menarik ujung bibirnya untuk tersenyum karena merasakan banyak sekali orang-orang yang menyayanginya."Lo harus cepat sembuh, Nay. Biar kita bisa jalan-jalan lagi sama Adhisty juga. Adhisty tadi mau ikut ke sini, tapi nggak diizinin Mas Rafa karena Adhisty lagi flu."
"Maaf."
"Lo nggak perlu minta maaf. Gue di sini kan memang harus karena lo sahabat gue satu-satunya. Gue peduli sama lo," ucap Khafa dengan senyuman.
"Makasih, ya."
Naya menatap Khafa dengan bola mata berkaca-kaca. Wanita itu menggenggam tangan Naya dengan erat.
"Gue selalu berdoa untuk kesembuhan dan kebahagiaan lo, Nay. Gue akan selalu ada di samping lo saat suka maupun duka. Jadi, lo nggak perlu bilang terimakasih karena ini udah jadi kewajiban gue sebagai sahabat lo."
Melihat Naya yang menangis membuat Khafa berdecak lalu mengusap air mata yang mengalir di pipi sahabatnya.
"Udah ih jangan nangis. Mending lo dengerin gue cerita aja."
"Cerita apa?"
Naya bertanya dengan alis terangkat satu sedangkan Khafa sudah tersenyum geli.
"Lo pasti nggak bakalan nyangka sama ucapan gue ini deh, Nay."
"Apaan?"
"Bang Raga bilang mau nikahin lo."
Mendengar kalimat tersebut membuat mata Naya terbelalak. Tentu saja, ia terkejut mendengar hal tersebut karena Raga tidak pernah bicara apapun kepadanya tentang lelaki itu ingin menikahinya.
"Bohong."
"Serius, Naya. Sejak lo masuk ke ruang ICU dan koma beberapa bulan. Abang udah bilang ini ke keluarga. Awalnya, gue juga nggak percaya, tapi ini kenyataannya. Gue rasa, abang udah ada feeling sama lo deh. Selamat deh, Nay lo bisa mencairkan manusia kulkas," ucap Khafa dengan kekehan geli.
"Ini seriusan, Raga mau nikahin gue? Gue kan cacat, udah nggak pantes buat siapapun. Raga berhak dapat yang lebih sempurna dibandingkan gue."
Naya berucap di dalam hatinya. Ia merasa tidak pantas untuk Raga. Naya ingin Raga mendapatkan perempuan lebih baik dibandingkan dirinya yang saat ini hanyalah perempuan cacat.
"Muka lo kenapa jadi murung gitu, Nay?" tanya Khafa ketika melihat perubahan raut wajah Naya yang berbeda dari sebelumnya.
"Gue."
"Gue," ulang Khafa yang mengartikan gerakan bibir Naya.
"Enggak pantes."
"Enggak pantes."
"Buat Raga."
"Gue nggak pantes buat Raga," ucap Khafa ketika sudah mengartikan gerakan bibir Naya.
Khafa menghela napasnya ketika Naya merasakan insecure seperti ini.
"Kalau abang milih nikah sama lo. Berarti lo pantes buat dia, Nay."
"Gue cacat."
"Setiap manusia punya kekurangan, Naya. Seharusnya, lo jadi bisa menyimpulkan yang mana mencintai lo secara tulus atau nggak. Buktinya, di saat lo terpuruk seperti ini. Bang Raga nggak ninggalin lo sama sekali, bahkan dia selalu datang ke rumah sakit setiap hari di sela-sela kesibukannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Hati Braga (END)
RomanceBraga Pratama Athaya pernah merasakan jatuh cinta sekaligus patah hati terhadap satu wanita yang mengisi relung hatinya selama bertahun-tahun. "Entah kamu yang tidak pantas untuk aku atau aku yang tidak pantas untuk kamu. Namun, aku mau mengakhiri h...