Logika dan Perasaan (57)

116 12 1
                                    

____

Jangan lupa untuk bahagia☺️🫵
Tetap jaga iman dan imun💐

Happy Reading!

***
Amelia mengarahkan pisau dapur yang tajam itu ke arah nadinya. Ia sudah lelah menghadapi permasalahan di dalam hidup, ternyata mencoba mengikhlaskan Raga dengan perempuan lain terlalu menyayat hatinya. Mungkin dengan cara pergi dari dunia ini, akan membuat perasaan Amelia tenang. Namun, belum saja pisau itu mengenai pergelangan tangannya, datang Farhan yang langsung mengambil pisau tersebut.

"Lo pernah mikir nggak sih, Kak?" tanya Farhan kesal.

Amelia menatap Farhan marah. "Mikir? Haha jangankan mikir, punya otak aja gue nggak!" seru Amelia.

Farhan mengacak rambutnya dengan perasaan kesal. Setelah melemparkan pisau itu, Farhan menatap nanar Amelia.

"Bunuh diri itu dosa besar!"

"Gue tahu!" balas Amelia dengan lantang.

"Terus kenapa lo mau bunuh diri?"

"Gue gagal lupain Raga, mungkin dengan cara itu gue dapat ketenangan."

Farhan memegang kedua bahu Amelia, ia sorot wanita itu dengan serius. "Bunuh diri bukan solusi, Kak. Bahkan, kalau lo lakuin hal itu bukan malah dapat ketenangan! Lo bakal gentayangan, Sialan!" teriak Farhan.

"Gue capek sama jatuh cinta sendirian ini, Han. Gue benci lihat tatapan cinta Raga ke Naya." Amelia terisak-isak membuat Farhan menarik tubuh wanita itu ke dalam pelukannya.

Ia usap rambut Amelia dengan lembut. "Gue nggak terima lo sampai se-depresi ini karena jatuh cinta sama Bang Raga, Kak," batin Farhan pilu.

Bahkan, lelaki itu sampai meneteskan air mata yang tidak diketahui oleh Amelia yang masih terisak di dalam pelukan tersebut. Farhan benci melihat wanita yang ia cintai menangis seperti ini.

"Hati gue sakit lihat lo nangis kayak gini," gumam Farhan.

***
Raga menatap Naya dengan senyuman yang menghiasi wajahnya. Ia senang sekali ketika mendapatkan kabar jika Naya sedang mengandung, bahkan usia kandungan sang istri sudah memasuki 4 Minggu. Sekarang, keduanya sedang berada di salah satu restoran untuk memenuhi keinginan Naya yang ingin sekali memakan lobster.

"Enak banget, Mas," ucap Naya disertai senyuman lebar.

Raga mengangguk lalu mengusap kepala istrinya. "Iya, mas percaya kalau itu enak, tapi makannya pelan-pelan, ya. Takut tersedak kamunya," ujar Raga disertai kekehan.

"Hehe, terlalu semangat aku makannya, ya, Mas."

Raga tersenyum untuk menanggapi ucapan dari istrinya. "Apapun yang kamu sama calon anak kita mau, aku bakal usahain untuk mewujudkannya, Dek."

"Terimakasih, Mas," ucap Naya terharu.

Di sisi lain, ada yang melihat kebersamaan Naya dan Raga. Seringkali ia lakukan hal itu hanya untuk memastikan keadaan pemilik hatinya itu baik-baik saja. Tepukan di bahunya membuat lelaki itu menoleh dengan alis terangkat satu.

"Masih aja dipantau, Dev udah tujuh tahun loh jadi stalker Naya. Nggak mau coba move on lagi? Come on, Devan."

Devan menghela napas panjang. "Lo kan tahu sendiri kalau gue udah pernah coba buat move on, tapi nyatanya gue nggak bisa lakuin itu. Seharusnya lo paham gue gimana, kan, Ray."

Lelaki dipanggil Ray hanya bisa menggeleng setelah mendengar ucapan dari Devan. "Kenapa nggak coba rebut Naya aja dari suaminya?"

Pertanyaan dari Ray membuat Devan terdiam lalu melirik sinis temannya tersebut yang sudah terbahak keras.

"Mau ke mana?" tanya Ray ketika Devan beranjak dari duduknya.

"Bukan urusan lo!" Setelahnya, Devan begitu saja meninggalkan Ray yang hanya geleng-geleng melihat tingkah sahabatnya tersebut.

***
Setelah mengantarkan Naya pulang ke rumah. Raga langsung ke penerbitan karena ada jadwal launching novel terbaru hari ini. Ketika sang suami keluar menjauh dari pandangan mata. Datanglah kurir yang menghampiri Naya, perempuan itu mengerenyit heran karena seingat dirinya tidak pernah memesan barang online.

"Dengan Kak Naya Ayura Ningtyas?"

"Iya, benar, Bang."

"Ini ada paket sudah dibayar sebelumnya," ucap Kurir dengan ramah.

"Oh, oke." Naya mengambil paket itu bersamaan dengan sang kurir yang memotretnya.

"Terimakasih, Bang."

Naya melangkah kembali ke dalam rumah setelah kurir pergi, rasa penasarannya semakin memuncak ingin melihat isi paket tersebut. Setelah mengunci pintu rumah, dengan hati yang berdebar, Naya duduk di ruang keluarga dan dengan cepat membuka paket misterius itu. Ternyata paket sebuah hampers elegan yang berisi hijab, ikat rambut, dan jam tangan, lengkap dengan sebuah surat yang menyertai. Naya langsung membuka isi surat tersebut.

Hi, Kak Naya
Kaget ya dapat paket isinya hampers gini. Maaf, ya, Kak kalau mendadak kirim paket kayak gini. Kemarin Kakak nanya kan kenapa gue tiba-tiba pindah kampus dan provinsi. Sorry, kemarin belum sempat jujur, tapi kali ini gue mau jujur sama lo, Kak.

Namun, gue minta kejujuran gue ini jangan dikasih tahu ke Bang Raga, ya. Gue takut diamuk Abang hehe. Sebenarnya, keputusan gue buat pindah karena ketahuan mama kalau gue suka sama lo, Kak. Waktu itu gue sempet lihatin foto lo terus gue bilang gini 'andai Kak Naya bukan istri Bang Raga pasti udah gue pepet. Kenapa bisa gue jatuh cinta sih sama istri Abang sendiri?' Nah pas gue bilang gitu, ternyata Mama denger. Terus keputusannya, gue disuruh menjauh dari lo dan mengikhlaskan lo sama Abang. Serius, Kak gue nggak ada niatan buat rusak rumah tangga kalian. Gue cuma kebetulan jatuh cinta aja sama lo, karena gue ngerasa nyaman setiap lo kasih saran-saran ke gue pas gue curhat.

Kak, maaf, ya kalau kenyataan ini buat lo kaget. Setelah ini, gue nggak akan hubungi lo lagi. Di sini gue mau cari cewek aja biar bisa lupain lo haha. Tapi, ya, gue nggak mau jadiin dia pelampiasan sih. Kayaknya gue harus fokus ikhlasin lo sama cari kesibukan lain sih biar bisa lupain Kak Naya. Sekali lagi gue minta maaf karena udah lancang jatuh cinta sama lo, ya. Btw, setelah baca surat ini lo langsung bakar aja, Kak biar nggak ketahuan sama Abang hehe.

Salam hangat
-Rev

Naya syok bukan main setelah membaca surat dari adik iparnya tersebut. Ia tidak menyangka jika Revan memiliki perasaan terhadap dirinya, pantas saja secara tiba-tiba lelaki itu pindah kampus bahkan berbeda pulau dengannya.

"Kenapa harus suka sama gue, Van? Padahal gue cuma anggap lo sebagai adek," ucap Naya disertai embusan napas panjang.

Naya membereskan hadiah dari Revan serta surat itu kembali dilipat dan dimasukkan ke dalam hampers. Naya tidak langsung membakar surat dari Revan, mungkin nanti saja ia akan membakarnya. Sekarang ia masih lelah jika harus keluar dari rumah. Naya berjalan ke kamarnya lalu meletakkan kotak itu di dalam lemari.

"Kenapa harus gue yang dicintai sama Revan. Kalau udah kayak gini, gue bakalan bingung kalau berhadapan sama Revan lagi."

Naya membaringkan tubuhnya di atas ranjang lalu menatap langit-langit kamar dengan perasaan campur aduk. Pengakuan dari Revan benar-benar mengusik hatinya. Ia masih tidak habis pikir, jika lelaki muda itu bisa menaruh rasa padanya.

"Gue tahu cinta sendirian itu sakit, tapi gue akan berdoa semoga Revan cepetan move on dari gue."

Lamunan Naya buyar ketika ada pesan masuk ke dalam ponselnya. Ia langsung tersenyum ketika mendapatkan pesan dari Laras yang mengatakan ada acara makan-makan bersama para guru. Meskipun belum kembali mengajar, tetapi Naya masih tetap diajak ketika guru-guru tersebut ada agenda di luar sekolah.

Rahasia Hati Braga (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang