Dengan langkah yang terburu dan tatapan mata yang lurus ke depan, dari gerak-geriknya saja, bisa dilihat kalau Devan menaruh rasa marah terhadap seseorang.
Ia kesulitan menghubungi Amelia. Wanita itu terkesan menghindar saat Devan menghubunginya dan meminta untuk bertemu. Tentu saja kedatangan Devan karena marah pada Amelia yang membuatnya ikut tertarik pada kasus Naya yang diculik.
Sehingga malam ini, Devan mengancam Amelia agar mereka bisa bertemu. Untungnya, wanita itu menyetujui setelah mereka berdebat melalui pesan singkat.
“Lo selalu bikin gue repot, Mel!” Dalam hatinya, Devan sangat kesal.
Derap langkah kakinya pun semakin kuat. Segala emosi yang terkumpul dalam jiwa, Devan lampiaskan pada tiap-tiap langkah yang membawanya masuk ke dalam sebuah ruangan. Hingga akhirnya, diujung sana ia melihat Amelia sudah duduk dengan segelas minuman segar.
"Gue nggak mau basa-basi, Mel.” Devan menarik kursi kemudian ia duduk. “Lo yang nyulik Naya, 'kan? Tapi lo sengaja lempar hal itu ke gue?"
Amelia tersentak. Kedatangan Devan yang langsung bicara seperti itu membuat Amelia terperangah, ia menggeleng dan matanya menatap tajam pada Devan. Meski Amelia tahu niat kedatangan Devan adalah bicara tentang Naya, ia tak pernah mengira pertanyaan berbau tuduhan itu keluar dari mulut Devan.
"Atas dasar apa lo nuduh gue?" Amelia berdiri seolah menantang si lelaki. “Justru lo yang menculik Naya, ‘kan? Semuanya bahkan udah jelas.”
Devan menggebrak meja sedikit kuat. Ia juga berdiri menghadap Amelia. "Karena lo bilang ke Raga bahwa gue yang seharusnya dicurigai," kata Devan. "Padahal lo tahu, gue menjaga Naya dari jauh."
Amelia tertawa hambar, telunjuknya mendarat pada dada kiri Devan dan menekannya kemudian ia berujar dengan setengah berbisik.
"Itu bukan menjaga. Lo terobsesi sama Naya. Karena itu gue bilang lo yang seharusnya dicurigai. Lihat lo datang marah-marah gini, gue justru makin yakin kalau lo memang pelakunya." Amelia menatap nyalang.
Meski berbisik, ucapan Amelia penuh penekanan untuk menegaskan seberapa kuat dirinya dihadapan Devan. Tatapannya pun tak kalah tajam dengan Devan yang tak menyukainya.
Devan tak terima. Ia bertutur, "Justru lo pelakunya. Kebiasaan lo itu memutar balikkan fakta. Bahkan, biar gue tebak, sampai saat ini pasti lo masih pengen balikan sama Raga, 'kan? Cinta itu bikin lo buta, dan nekat menculik Naya."
Keduanya sama-sama tak terima. Devan marah karena Amelia menuduhnya, tapi Devan juga curiga pada Amelia bahwa wanita itulah dalang dari insiden penculikan ini.
"Lo nggak usah berkelit," kata Devan seraya mendorong Amelia. "Gue tahu tabiat lo. Serakah dan nggak cukup sama satu hal. Lo bahkan rela lakuin apapun demi mendapatkan hal yang lo mau."
Wanita itu mendelik tak terima diperlakukan kasar, ia mengambil segelas air dingin yang berperisa buah di meja kemudian mengguyurnya pada Devan dengan siraman yang kuat mengenai kemejanya yang mahal.
Seketika, atmosfer di sekitar terasa tegang.
"Lo memang perempuan kurang ajar!" Tangan Devan mengepal. "Gue berusaha bicara baik-baik sama lo. Tapi lo masih nggak mau ngaku dan malah—"
Devan berhenti, ia merasakan emosinya memuncak dan sangat ingin membalas perlakuan kasar Amelia. Terlebih lagi, Devan merupakan tipe lelaki yang ringan tangan pada musuhnya.
"Nggak usah berlagak tahu tentang gue, Dev! Gue sama lo itu nggak hidup bersama dalam waktu yang lama," tegas Amelia dengan jari telunjuknya yang menunjuk Devan dengan hina.
Devan memalingkan wajahnya, kembali melirik Amelia dengan tatapan tak suka dan benci.
"Kemarin Raga yang datang dan nuduh gue. Sekarang, lo juga datang buat nuduh gue. Kenapa dunia ini cuma berpusat sama Naya, hah!"
Devan tertawa sinis, ia geleng-geleng karena melihat rasa iri yang dialami Amelia. Reaksi dan responnya membuat Devan semakin mencurigai mantan istrinya itu.
"Lo lebih baik jujur sama gue dan ngaku. Nggak tega lo nyulik perempuan yang nggak pernah usik kehidupan lo, Mel?" tanya Devan dengan suara yang perlahan merendah.
Namun, Amelia menggeleng. Ia justru semakin marah dengan tuduhan Devan yang semakin membuatnya terpojok.
"Jelas lo yang nyulik dia, Dev. Lo bahkan nggak bisa move on dari Naya sampai dia menikah sekalipun. Lo yang punya kuasa buat bisa nyulik Naya," balas Amelia dengan tatapan yang semakin bengis.
Sayangnya, Devan yang juga sudah mendapat tekanan dari Raga, tidak terima dengan ucapan Amelia. Wanita itu dipandang banyak memberi alasan dan tidak mau mengakui perbuatannya.
Devan menunjuk Amelia. "Gue bakal buktiin kalau lo terlibat sama penculikan ini!"
Jarinya itu ditepis oleh sang wanita. Amelia mendorong dada Devan dan karena muak dengan segala tuduhan, ia memekik.
"Gua udah bilang sama lo, gue nggak nyulik Naya, Devan!" katanya. "Lo kalau udah terpojok dan dicurigai banyak orang, nggak usah ngajak-ngajak gue!"
Detik itu juga, amarah Devan tidak bisa tertahankan. Tangannya melayang ke udara dan siap menghantam pipi Amelia hingga terasa kebas. Untungnya, bersamaan dengan itu, sebuah tangan yang tidak kalah perkasa menahan Devan.
"Sialan!"
Devan berbalik, Farhan sudah menatapnya dengan mata yang memerah.
Farhan melepaskan tangannya. Katanya, "Kedatangan lo cuma mau bicara sama dia, bukan main tangan!"
"Mau jadi pahlawan kesiangan lo, hah!"
Farhan dan Devan bersitatap, mengadu pandangan tajam masing-masing karena ada emosi yang semakin membuncah.
"Gue nggak akan biarkan lo berbuat kasar lagi sama Amelia," tegas Farhan.
"Kalau gitu, gimana kalau lo aja yang gue tonjok?"
Bugh!
Belum sempat Farhan menjawab, Devan sudah lebih dulu melayangkan pukulan dibagian perut kiri yang membuat Amelia histeris karena Farhan harus terjungkal.
"Stop, Devan! Stop!"
Namun, Devan tak mengindahkan teriakan Amelia yang histeris. Ia bahkan menduduki Farhan agar leluasa memukuli lelaki yang berusaha melindungi Amelia barusan.
"Gue nggak ada urusannya sama lo, Sialan!" hardik Devan sesaat setelah memukul di wajah Farhan.
Perkelahian pun tak terelakkan. Farhan tak mau tinggal diam dan pasrah. Ia berusaha bangkit meski harus menerima banyak pukulan di wajah dan dadanya.
Brak!
Devan terdorong ke belakang hingga menabrak sebuah meja saat Farhan menendangnya.
"Seharusnya lo nggak pulang ke Indonesia! Lo cuma pelaku kekerasan!" balas Farhan tak kalah kuat pukulannya dengan Devan.
Sempat terjadi baku pukul, Amelia tentu berteriak histeris karena tidak bisa menyaksikan momen menyakitkan seperti itu.
"Stop, Devan! Stop! Jangan bikin keributan!" pekik Amelia.
Dengan napas yang terengah-engah, Devan meludah karena merasakan asin darah yang tertelan. Begitu juga dengan Farhan yang meringis menahan ngilu kala rahangnya ditonjok.
Sebelum Devan melenggang pergi, dengan sisa tenaganya ia berkata, "Kalau sampai lo yang terbukti menculik Naya. Lo bakal habis sama gue, Mel!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Hati Braga (END)
RomanceBraga Pratama Athaya pernah merasakan jatuh cinta sekaligus patah hati terhadap satu wanita yang mengisi relung hatinya selama bertahun-tahun. "Entah kamu yang tidak pantas untuk aku atau aku yang tidak pantas untuk kamu. Namun, aku mau mengakhiri h...