Akad (44)

256 23 12
                                    

____

Jangan lupa bahagia☺️
Tetap jaga iman dan imun🤍

Happy Reading!

***
Di sebuah masjid yang megah, sinar matahari perlahan menembus jendela-jendela tinggi, menciptakan lingkaran cahaya yang menerangi seluruh ruangan. Suasana di dalam masjid dipenuhi keheningan. Di sudut masjid, Raga berdiri tegak dengan hati yang berdebar-debar. Ia mengenakan jubah putih bersih dan sorban di kepalanya. Matanya memancarkan kegembiraan campur kecemasan, karena hari ini adalah hari pernikahannya.

"Kamu gugup, Ga?" tanya Darlen seraya menepuk pundak Raga.

"Sedikit gugup, Dad."

"Jangan gugup, soalnya inikan pernikahan keduamu juga," ucap Darlen dengan tawa.

Raga memilih diam, tetapi ia melihat tangan Darlen yang gemetar padahal wajahnya sedang menertawakan dirinya. Raga mengulas senyuman tipis ketika berasumsi bahwa ayahnya lebih gugup dibandingkan dirinya.

"Daddy bahagia, Ga bisa mendampingi kamu nikah seperti ini. Dulu, daddy nggak bisa mendampingi adikmu nikah," ujar Darlen dengan sorot kesedihan.

Raga tersenyum tipis. "Yang lalu biarlah berlalu, Dad. Yang terpenting hubungan daddy dengan Rafa sudah membaik," ucap Raga.

"Bang Raga, ayo!" seru Revan sambil berkacak pinggang.

"Yaudah, sekarang kita masuk ke dalam, Ga."

Ayah dan anak itu pun beriringan masuk ke dalam masjid. Ternyata, Masjid Al Falah sudah dipenuhi dengan para tamu laki-laki. Di meja akad sudah duduk seorang penghulu, Reza, Darlen juga calon pengantin itu sendiri, Raga. Sebelum memulai acara akad, Ustaz Kadam memberikan khutbah nikah sebagai nasihat untuk pengantin lelaki juga para tamu undangan yang ada di dalam masjid tersebut. Ia memberikan nasihat bijak tentang tanggung jawab mereka sebagai suami dan istri, serta pentingnya membangun keluarga yang bahagia berdasarkan ajaran agama.

***
Sementara itu, di sisi lain masjid. Naya juga mendengarkan seksama khutbah nikah yang disampaikan oleh Ustaz Kadam. Di balik tirai hijab tersebut, Naya ditemani oleh sang ibu serta kakak perempuannya. Naya begitu cantik dan menawan. Riasan di wajahnya semakin membuatnya terlihat cantik. Ia berbusana cantik dengan gaun pengantin putih yang elegan, dan hijab putih yang melambangkan kesucian. Tangannya yang indah memegang bunga mawar putih sebagai simbol cinta dan kesetiaan.

Naya sudah bisa duduk, tidak perlu sandaran lagi karena punggungnya sudah kuat. Jadi, ia tidak perlu menggunakan kursi roda untuk saat ini. Farah menggenggam kedua tangan putrinya.

"Anak mama cantik sekali hari ini," puji Farah dengan bola mata berkaca-kaca.

Wanita itu menatap lama putri keduanya dengan intens. Ia bergeming dengan bibirnya bergetar, tatapannya tidak bisa berbohong. Tangan Naya terulur menghapus bulir air mata Farah yang baru saja terjatuh.

"Mama jangan nangis."

Farah tersenyum ketika mengerti akan gerakan bibir Naya. Ia mengusap puncak kepala putrinya, merapikan kerudung putih tersebut lalu mengusap wajah Naya dengan lembut.

"Rasanya, baru kemarin mama ngelahirin kamu. Rasanya baru kemarin lihat kamu diadzani sama papa. Bahkan, rasanya baru kemarin kamu mama gendong, Nay. Papamu pasti bangga karena mama berhasil membesarkan kamu sampai detik ini di saat sosoknya sudah pergi."

Agni yang melihat itu menjadi ikut hanyut dalam suasana haru di dalamnya sedangkan Naya sudah berkaca-kaca. Ia ingin mengucapkan kalimat-kalimat panjang, tetapi ia masih belum bisa berbicara sehingga pelukan menjadi penggantinya.

Rahasia Hati Braga (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang