Leo dan Pilih Kasihnya

2.1K 126 11
                                    

14 tahun kemudian...

"Leo! Berhenti bermain dan pergi ke kamarmu! Nilaimu buruk ulangan kamarin." Suara keras itu membuat helaan napas remaja yang tengah bersiap memasukkan bola kedalam keranjang. Ia menghampiri sang Daddy yang berkacak pinggang menunggunya.

"Bahkan nilai Lea lebih rendah daripada punya Leo, Dad." ujarnya.

"Setidaknya kakakmu ada perbaikan. Lihatlah sekarang dia sedang di rumah temannya untuk kerja kelompok. Sekarang kamu pergi ke kamarmu dan belajarlah. Besok ada olimpiade dan Daddy mau yang terbaik."

Leo menggumam malas sebelum pergi ke kamarnya. Ia membanting pintu dengan kesal. Kenapa selalu dia yang salah disini?

Leo membuka bukunya malas. Seingatnya nilai ulangan kemarin ia mendapat 96. Apa itu masih buruk dimata Daddy nya itu? Sangat menjengkelkan.

Sebenarnya ia sudah kebal dengan sifat pilih kasih ke2 orang tuanya. Bahkan ia sudah sering mendengar ceramahan mereka selagi Lea bersalah dan yang kena omel dia juga. Ia rasa, kelahirannya memang hanya untuk pelampiasan amarah ke2 orang tuanya. Meski tak pakai kekerasan, Leo sudah layaknya diambang jurang dan ke2 nya siap mendorongnya.

Kerap kali Lea pulang malam dengan alasan belajar dan orang tuanya biarkan. Padahal bukan itu yang anak gadisnya lakukan diluar sana. Leo tau semua yang Lea perbuat. Tapi ia enggan melaporkannya karena takut Bryan dan Samudra membenci anak emasnya itu.

Pintu terbuka tanpa perizinannya membuatnya menghala napas. Tanpa menoleh ia tau siapa yang masuk kamarnya tanpa izin darinya.

Segelas susu dan botol vitamin Samudra letakkan disamping buku-bukunya. Lalu Leo rasakan elusan lembut di rambutnya.

"Semangat, nak. Jam 10 berhenti ya. Tidur istirahat. Jangan lupa diminum susu sama vitaminnya." hanya gumaman yang Samudra dapatkan. Ia mengecup sekilas kening itu sebelum pergi dari sana.

Terkadang seperti ini. Samudra tak pernah absen memberinya asupan kasih sayang. Tapi hanya ketika Lea tak ada. Jika si sulung ada diantara mereka, sudah bisa dipastikan ia akan terabaikan.

Hari memang sudah malam. Tak jarang pula Leo bermain basket malam-malam karena dia memang selalu kesepian di rumahnya. Ia punya ponsel, leptop dan tv sendiri di kamarnya. Tapi benda-benda canggih itu tak mampu menjadi teman kesehariannya.

Tepat pukul 10 malam, ia menyudahi belajarnya. Tak lupa meminum susu dan vitamin yang Mommynya berikan sebelum tidur. Dan ia lebih memilih mengistirahatkan pikirannya untuk menjalani hari berat keesokannya.

***

Leo dan Angga (sahabatnya) kini tengah berjalan beriringan menuju gudang penyimpanan alat olahraga. Ke2nya baru selesai pelajaran penjas dan ditangan masing-masing terdapat bola besi 2 buah untuk diletakkan kembali ke gudangnya.

Ke2nya berhenti mendadak didepan pintu gudang berpintu coklat itu. Menajamkan pendengaran mereka.

"Akh mhh ahh yeahh nghh... more ahh..."

"Bukannya itu suara Lea?" tanya Angga memastikan. Leo mengangguk. Menatap datar pintu didepannya.

"Biar gw yang taro bolanya. Lu duluan ke kantin. Nanti gw nyusul."

"Um oke lah. Mau nitip apa? Biar gw pesenin sekalian?"

"Samain aja."

"Oke."

Angga pergi setelah meletakkan bola besi itu ditanah disamping kaki Leo. Sementara Leo menunggu yang didalam selesai dengan keadaan hati berantakan. Sekali lagi ia gagal menjaga sang kakak.

10 menit kemudian akhirnya pintu terbuka. Menampilkan 3 cowok dan Lea disana.

"Le-Leo?"

"Hm. Udah selesai?"

SAMUDRA ⚠️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang