Raga(⁠。⁠ŏ⁠﹏⁠ŏ⁠)

3K 173 42
                                    

Bryan nampak mondar-mandir didepan ruang UGD. Dokter bilang samudra sekarat. Kondisinya sangat membahayakan nyawanya. Apalagi Bryan yang melihat dengan mata kepalanya sendiri Samudra yang menumpahkan darah dari mulutnya.

Semua orang khawatir dengan kondisi ke3 nya. Bahkan ini sudah lewat 3 jam mereka didalam sana.

Hingga akhirnya lampu berubah hijau saat jam menunjukkan pukul 5 sore. 1 dokter keluar.

Semuanya berdiri. Menanyakan kondisi mereka.

"Mohon maaf. Keluarga atas nama Daniel."

Tion maju, "Sa-saya suaminya, dok! Gimana Daniel?"

"Saudara Daniel terkena luka sayatan di telapak tangan, lengan dan pipinya. Dan pasien terlalu banyak menghirup asap membuat napasnya tak beraturan. Tapi dengan ini kondisinya masih stabil. Hanya perlu istirahat yang cukup dan pengawasan keluarga." Tion mengangguk seraya menghela napas lega.

"Dan untuk pasien bernama Ganzi?"

"Saya Mommy nya, dokter!! Anak saya bagaimana?" Tanya Viola dengan isak tangisnya. Tentu mereka mengabari orang tua masing-masing. Bahkan Calista dan Rakki pun datang.

"Kondisi pasien sama seperti saudara Daniel. Hanya saja lukanya terlalu banyak. Bahkan kaki nya terdapat luka seperti lubang. Sepertinya itu obeng atau paku." Viola menutup mulutnya kaget.

"Tapi kami sudah menanganinya. Kondisi pasien akan stabil untuk kedepannya."

"Dan terakh..."

"Saya kakaknya Samudra!" Ujar Askar cepat.

"Maafkan kami. Tapi pasien mengalami robekan dalam dan panjang di paha nya. Luka di wajahnya menggores-gores seluruh wajah. Lengannya juga terdapat sayatan panjang kebawah. Maafkan kami. Pita suara pasien rusak karena terdapat cairan sianida yang dipaksa untuk ditelan. Dan pasien dinyatakan koma. Untuk waktunya saya kurang tau kita hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk pasien. Biarkan mereka dipindahkan ke ruang inap. Untuk pasien Daniel dan Ganzi jika ada yang ingin menjenguknya silahkan. Tapi untuk pasien Samudra, pastikan hanya 1 atau 2 orang yang masuk dan gunakan perlengkapan medis yang disediakan. Kalau begitu saya permisi."

Semuanya mendadak lemas. Apalagi Reynan dan Bryan. Calista menerima rengkuhan Bryan yang nampak sangat sakit dan terluka mendengar penuturan dokter. Mengusap punggungnya untuk menenangkannya.

Satu persatu 3 pasien dipindahkan ke ruangan yang bersebelahan. Tentu saja Samudra di ruang berbeda karena pasien dalam masa koma.

Askar dan Reynan menjenguk terlebih dahulu. Hampir 1 jam mereka didalam lalu keluar. Askar menepuk-nepuk pundak Bryan yang sudah menunggu didepan pintu.

Cklek.

Suara pintu parau yang memberi jalan untuknya masuk berbunyi seolah pengiring langkahnya. Setelah menutup pintunya, matanya terfokus pada objek didepannya. Dengan berbagai alat bantu hidup yang terpasang dibadannya.

Brug.

Bryan terjatuh berlutut. Tak kuat melihat kesayangannya yang berakhir seperti ini. Satu air mata lolos begitu saja dari mata gelapnya. Menatap lantai kelam membuatnya semakin sakit hati.

"Maaf..." Lirihnya.

Lalu kepalan tangannya memukuli dadanya sendiri. Terasa sangat berdenyut nyeri.

Perlahan kedua tangan itu memegang pinggiran brankar dan bangkit. Menguatkan hatinya agar tak jadi lemah disaat Samudra seperti ini.

Matanya semakin menggelap melihat wajah penuh perban itu. Lengan, telapak tangan dan pahanya terbalut perban putih yang kemerah-merahan karena rembesan darah yang belum kering. Tangannya terangkat mengusap ujung bibir yang robek itu dan terlihat membiru. Bibirnya yang biasanya merah cantik kini pucat pasi. Kulitnya juga terasa dingin dengan napas yang hampir tak terdengar.

SAMUDRA ⚠️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang