2. CINTA LAMA

283 21 0
                                    

Desember 2023

Honda CBR150 keluaran tahun 2020 baru saja menjejak parkiran sebuah LBH pembela hak perempuan. Rion menggantungkan helm full face di kaca spion lantas menyisir rambut quiff-nya menggunakan jemari.

Pantulan wajah di sana tak mengguratkan senyum. Rion mengakui bahwa dia bukan orang yang ramah. Cita-citanya hanya satu, segera mencapai usia 25 tahun agar dapat cepat-cepat disumpah sebagai advokat supaya cepat mencari uang.

Rion malu kalau sadar belakangan ini prioritas hidupnya adalah uang. Segalanya selalu tentang uang. Rion jadi mata duitan sejak dua tahun lalu, tepatnya saat Covid melanda dunia. Ayahnya dipaksa pensiun dini dari sebuah perusahaan swasta pengolah susu. Meskipun jabatan terakhir beliau adalah R & D Manager, tetapi nilai pesangon yang terlihat besar di mata nyatanya hanya mampu membayar biaya hidup selama beberapa bulan saja. Di hari tuanya, sang Ayah dihadapkan pada dua pilihan, pulang kampung ke Solo atau stay di Jakarta tapi tetap bekerja menjadi supir taksi online. Ayahnya memilih opsi kedua.

Seakan nasib belum cukup keras menghajar keluarganya, Veda, kakak Rion menyusul kena PHK. Dari serba berkecukupan, perekonomian keluarganya jadi morat-marit.

Ayahnya batal pensiun. Kakak perempuannya mengandalkan jualan baju secara live di TikTok. Lalu ibunya? Jualan jajan pasar di depan rumah. Semua dilakukan asal perut tidak kelaparan dan tagihan bulanan terbayarkan.

Hidup Rion ikut jungkir balik. Semula dia cuma mahasiswa tingkat akhir yang sibuk belajar dan nongkrong menghabiskan uang saku dari orang tua kala senggang. Dihantam dua gelombang besar pada saat bersamaan tak ayal memaksanya bangun dari mimpi. Rion yang tidak pernah tahu bagaimana rasanya menjadi orang susah sejak kecil, kini merasakan malapetaka besar kalau tidak punya uang.

Saat awal kuliah, ayah Rion berjanji akan memasukannya ke perusahaan tempat beliau bekerja. Rencana tinggal rencana, dibuyarkan makhluk kecil bernama virus Corona.

Rion melirik ponsel. Pukul setengah sepuluh. Lagi-lagi Rion terlambat. Bertaruh nasib di Jakarta melunturkan gengsinya. Pukul lima pagi sudah keluar rumah menjemput penumpang yang mau diantar ke stasiun terdekat. Sampai jam segini, Rion sudah mendapatkan empat orderan. Lumayan untuk beli sarapan dan makan siang. Memang motornya terlalu bagus untuk dipakai ngojek. Bisa saja Rion mengambil cicilan motor matic biasa, tapi kalau dipikir-pikir, sayang honornya dipakai untuk mencicil. Lebih baik untuk bayar listrik bulanan.

Baru saja Rion turun dari motor cicilan, gadis manis berhijab berlari keluar menyongsongnya.

"Bang Rion telat lagi ish!" Nabila memasang muka sebal seakan sudah seabad menunggu.

"Iya nih, nurunin orderan terakhir di Stasiun Tebet."

Kantor LBH berada di Pulogadung. Sekalipun Rion sudah menggeber motornya, tetap saja tidak bisa sampai tepat waktu.

"Widih, jauh juga ya. Semangat, Bang. Kan demi calon. Hihihi." Nabila terkekeh. Tiga bulan lamanya dia mencoba mengetuk pintu hati Rion, bahkan mendobraknya paksa. Tidak jarang Nabila bersikap agresif atau melontarkan candaan menjurus seperti barusan. Tampaknya hati Rion terbuat dari batu atau jangan-jangan...

"Eh, tapi Bang Rion masih suka cewek kan?" bisik Nabila seraya melirik ke kiri dan kanan takut ketahuan.

"Masih lah," sahut Rion datar.

“Terus kenapa nggak mau sama gue? Apa gue kurang cantik? Kurang manis? Kurang glowing?”

“Kurang seiman,” sahut Rion.

"Oh, kalau itu sih gampang. Caranya Bang Rion tinggal ngucap Ashaduallah Ilahailallah..."

"Mau aja sih gue, asal setelah kita nikah, gue boleh poligami."

DIVERSUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang