Desember 2023
Rion mendengarkan baik-baik semua cerita Jeanne mengenai awal wanita itu melihatnya. Rion ingat momen dirinya diminta membuka gerbang lantaran Pak Mukidi - satpam sekolah - diare mendadak usai makan ketoprak. Dia tidak memperhatikan keberadaan Jeanne waktu itu.
"Apa saya bakal kedengaran sombong kalau bilang kamu jatuh cinta pada pandangan pertama?" tanya Rion.
"Nggak sombong kok, memang kenyataannya begitu. Di SMA kita cuma ada empat cowok yang ganteng menurutku. Satu, Kak Rion. Dua, Kak Abizar. Tiga, Pak Idham, guru olahraga yang perutnya six packs itu. Empat, Gielbran, temen seangkatanku."
"Pak Idham." Rion menyunggingkan senyum teringat guru muda itu. Usianya saat itu sekitar 26 tahun. Menurut kabar yang beredar, beliau mencari nafkah tambahan dengan menjadi personal trainer di pusat kebugaran. Tidak heran body-nya paling bagus dibandingkan guru lain yang rata-rata sudah buncit. "Kamu suka dia?"
Jeanne menggeleng. "Tiga orang yang lain emang ganteng, tapi kalau lihat Kak Rion beda sih. Kayak ada nyetrumnya."
Jujur saja ego Rion sedikit naik. Jeanne pintar menyanjung. "Padahal yang lain seiman sama kamu. Waktu itu Pak Idham juga single. Sudah punya pekerjaan pula. Kalau kamu deketin, mungkin dapet."
"Cinta memang nggak ada logika." Jeanne tertawa.
Semakin keras tawa Jeanne, semakin Rion menyangsikan segala hal yang keluar dari mulutnya. Menurut pengalaman, orang mengumbar tawa berlebihan karena dua hal, pertama menutupi kesedihan, kedua, menutupi kebohongan.
"Saya yakin alasan kamu ngejar-ngejar saya bukan itu," ucap Rion kalem.
"Terus menurut Kak Rion kenapa?"
"Kamu mau bikin saya jadi mualaf."
"Hah?"
"Saya masih ingat topik pembicaraan pertama kita di parkiran sekolah."
***
Oktober 2014
Jeanne menyimpan rasa sukanya pada Rion. Cuma segelintir teman dekatnya yang tahu betapa sering leher Jeanne menoleh sampai pegal saat Rion melewati kelas mereka dalam langkahnya menuju lapangan saat jam olahraga. Tak terhitung berapa kali Jeanne memilih melewati ruang Seksi Agama Kristen dan Katolik meskipun jauh dari kelasnya. Jeanne pula yang bertepuk tangan paling keras bahkan memberikan standing ovation kala Rion mempertunjukkan kebolehannya memetik gitar secara fingerstyle memainkan lagu Viva La Vida dalam rangka mempromosikan ekskul band.
Zahwa dan teman dekat Jeanne lain cuma sibuk berseru 'cie-cie' setiap kali dirinya mengekspresikan perasaan. Tidak ada yang melarang walau jurang pemisah tak kasat mata di antara mereka sangat lebar. Namun semua berubah saat pemilihan ketua OSIS baru.
Ada dua orang calon kuat, yakni Rion dan Riswan Pratomo. Nama Riswan lumayan terkenal sebab rajin mewakili sekolah ikut lomba debat dan pulang membawa piala. Secara fisik, pesaing Rion itu tidak ada apa-apanya. Penggemar pun kalah jauh. Bisa dimaklumi sebab perempuan di sekolah lebih menyukai laki-laki tinggi nan tampan jago main gitar daripada yang fisiknya biasa-biasa saja serta suka berdebat. Di atas kertas, Rion menang telak.
Jeanne yakin seisi sekolah akan memilih Rion sampai dia tidak sengaja mendengar obrolan dua orang teman sekelasnya.
"Sebenernya gue prefer Kak Rion jadi ketua OSIS. Orangnya kreatif, ganteng, pinter lagi," kata salah satu teman sekelas Jeanne. Namanya Riris.
"Sama. Perfect banget ya dia tuh. Kecuali satu," tanggap teman satunya bernama Lila. Dia lulus dari SMP Islam, sekarang pun bergabung dengan Rohis meski belum mendapat jabatan kepanitiaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIVERSUM
RomancePelangi indah karena berwarna-warni. Bunga cantik karena tak serupa. Manusia bertoleransi pada perbedaan asalkan bukan dirinya sendiri dan berpikir untuk mencapai kebahagiaan haruslah memiliki persamaan. Jeanne Noura menyukai Hilarion Praharsa seja...