Desember 2023
Arsitektur gereja Santa Theresia di Menteng mendekati gaya rumah tinggal era 1930-an pada umumnya. Pembedanya dengan hunian biasa hanyalah menara tinggi nan runcing. Bersahaja untuk rancangan neo-ghotik.
Mengingat jarak yang jauh dari LBH Putri Semesta, perlu perjuangan ekstra untuk menuju gereja berusia hampir satu abad itu. Penderitaan bertambah sebab menembus kemacetan saat karyawan kantor berduyun-duyun keluar mencari makan siang. Ditambah sekarang hari Jumat, sehingga sebagian ruas jalan terpakai untuk solat. Semakin keraslah perjuangan itu.
Lima menit sebelum misa dimulai, Rion baru mendapat parkir. Jeanne melompat turun dari motor, dengan setia menunggu Rion melepas helm dan jaket.
Rion menyadari Jeanne memperhatikannya. Jangan tanya bagaimana rasanya. Rion mempercepat membuka ritsleting jaket.
Jeanne tak henti menancapkan tatapan pada Rion sambil senyum-senyum sendiri.
"Hadap sana," titah Rion sangking risihnya.
"Salting ya diliatin cewek cantik?" tanggap Jeanne.
"Saya lebih ke takut kalau boleh jujur."
"Takut aku perkosa?" ejek Jeanne.
Rion menggeleng-geleng, malas memperpanjang obrolan. Setiap kali berkaca, Rion tidak pernah merasa dirinya ganteng maksimal. Terlebih keadaan finansialnya sekarang mengenaskan. Perempuan mana yang sudi menaruh hati padanya, kecuali matanya katarak? Bisa jadi Jeanne adalah salah satu perempuan yang katarak itu.
"Saya masuk," pamit Rion buru-buru.
"Ikut." Jeanne mengintil di belakang seperti anak bebek.
"Lho, kamu nggak solat?"
"Aku kan cewek. Emang kurang keliatan kah?"
Penampilan Jeanne memang sangat perempuan. Tidak ada yang meragukan itu. Solat Jumat hanya untuk kaum Adam. Rion mendapat banyak wawasan mengenai kebiasaan umat Muslim selama menempuh pendidikan di SMA Negeri di Jakarta. Sepanjang pengetahuannya, Muslimah tidak pernah solat Jumat seperti laki-laki.
"Ya udah, kamu solat zuhur, terus cari makan siang. Satu jam lagi kita ketemu di sini." Rion sudah bersiap melangkah masuk ke dalam gedung, tapi Jeanne mengeluarkan kalimat yang membuatnya terhenyak.
"Lagi halangan. Aku ikut ibadah aja sama Kak Rion."
Tubuh Rion yang sudah terarah ke pintu gereja, terpaksa berbalik. "Jangan aneh-aneh, Jeanne."
"Kenapa sih? Aku bakal duduk doang di dalam. Tretan Muslim aja pernah ikut Bene Dion misa hari Minggu. Sampai sekarang masih Muslim tuh."
Jeanne berhijab. Bisa saja dianggap sebagai mantila. Penutup kepala wanita Katolik saat misa itu kini tengah tren, terutama karena drama Korea. Meskipun sekilas mirip, hijab seorang muslimah berbeda dengan mantila wanita Katolik. Rion sedang tidak berminat menjadi tontonan.
"Kamu kan Muslim," kata Rion.
"Terus?"
Rion jadi geregetan. Anak TK saja tahu kalau gereja bukan tempat ibadah Muslimah.
"Tempatmu di masjid. Kalau lagi halangan, ke kafe saja. Nanti kujemput." Rion menjelaskan dengan sisa-sisa kesabaran.
"Nggak maulah, aku maunya ikut Kak Rion. Yaaaaa? Pleaseee..." Jeanne mengedip-ngedipkan matanya memelas.
"Jeanne, saya nggak mau dibilang Kristenisasi. Tahu kan urusan agama sensitif di Indonesia?"
"Siapa yang mau masuk Kristen sih? Mamaku Katolik, aku tetap istiqomah tuh. Aku cuma duduk doang di dalam biar nggak kayak orang hilang. Udah lah, jangan kebanyakan pikiran." Jeanne langsung menggamit lengan Rion. "Yuk masuk."
KAMU SEDANG MEMBACA
DIVERSUM
RomancePelangi indah karena berwarna-warni. Bunga cantik karena tak serupa. Manusia bertoleransi pada perbedaan asalkan bukan dirinya sendiri dan berpikir untuk mencapai kebahagiaan haruslah memiliki persamaan. Jeanne Noura menyukai Hilarion Praharsa seja...