24. KOTAK BENTO

100 11 3
                                    

Desember 2023

"Jadi kamu ada di sana, mata-matai dan nguping pembicaraan kami?"

Jeanne berdecak. "Baru setengah jalan nih ceritanya, belum selesai."

"Sorry, sorry. Saya nggak nyangka aja di situ ada kamu ngawasin saya sama Nia."

"Ya jelas nggak nyangka lah, orang lagi asyik berduaan," cibir Jeanne. "Tapi aku maklum. Biasalah orang jatuh cinta, dunia serasa milik berdua, yang lain cuma numpang hidup."

Rion terkekeh dijulidi Jeanne. Bukan masalah besar. Rion kenal wanita ini, sifat julidnya sudah mencapai next level. Walau demikian, dia ingin membela diri.

"Berduaan gimana? Saya sama Nia nggak di tempat sepi. Itu kan di pinggir lapangan. Biasa kalau jam istirahat, anak-anak pada main basket. Rame juga kan suasananya."

"Ya, emang rame sih," Jeanne membenarkan. Semua orang yang melihat tidak akan punya alasan melarang Rion dan Virginia. Mereka cuma duduk di bangku kayu makan kue. Banyak yang bawa bekal dari rumah dan melakukan hal yang sama.

"Makasih ya," ucap Rion.

"Kok?"

"Ya, makasih kamu nggak jambak Nia waktu itu. Kamu pasti cemburu berat kan?"

Jeanne berdecak. "Jangan kepedean."

"Beneran kamu nggak ada keinginan jambak Nia?"

"Hmmm, gimana ya?" Jeanne pura-pura berpikir kemudian membuat simbol dengan telunjuk dan ibu jari, "ada sih, dikit. Tau dirilah waktu itu aku masih junior, masih ada pencitraan biar nggak keliatan barbar-barbar amat. Mantan pacar Kakak kan banyak herdernya. Galak-galak lagi," komentarnya nyinyir.

Rion gemas mengelus puncak kepala Jeanne. "Herder apa sih?"

"Ya itulah, guk guk penjaga."

"Mungkin sekarang terlambat, tapi daripada nggak sama sekali. Izinkan saya minta maaf." Lembut sekali Rion mengucapkannya. Terdengar serius dan tulus. Tampaknya dia tak main-main, sebab tatapan matanya membahasakan hal yang sama.

"Eh..." Jeanne mendadak gugup. Sudah kepala dielus, sekarang dihadiahi tatapan macam ini. Kalau dia ini es krim, pastilah sudah lumer. "Maaf kenapa ya?"

"Karena itu kali pertama saya bikin kamu patah hati."

Rasanya memang tidak mengenakkan. Jeanne gelisah dan uring-uringan semalaman, tapi untuk disebut patah hati, rasanya berlebihan.

"Aku nggak patah hati. Malah makin semangat dapetin Kak Rion."

Februari 2015

Ada teman-teman Jeanne yang begitu ambisius menggapai impian masuk perguruan tinggi ternama. Santika salah satunya. Sejak bulan pertama masuk sekolah, dia segera mendaftar berbagai bimbel. Seingat Jeanne tiga atau empat sekaligus. Santika sibuk belajar sampai tengah malam. Selain belajar mata pelajaran sekolah, Santika juga belajar soal SNMPTN, ujian tulis, dan seleksi PTN dari lima besar kampus bergengsi. Tidak main-main, Santika mengincar Fakultas Kedokteran yang terkenal tinggi daya saing.

Siswa yang memikirkan masa depan sampai segitunya bukan hanya Santika. Bahkan mungkin sebagian besar siswa satu sekolah dan sekolah lain melakukan hal yang sama kecuali Jeanne. Dia santai-santai saja. Kalau berkesempatan kuliah di PTN, syukur. Kuliah di PTS tidak masalah. Lulus SMA tanpa lanjut kuliah pun dia oke saja. Toh ibunya punya katering. Jeanne tinggal meneruskan karena sudah tahu alur bisnisnya. Bagi Jeanne, cuma satu hal yang perlu dia perjuangkan di dunia ini. Cinta Rion.

Setelah melihat Virginia membawakan soft cookies, Jeanne sadar dia punya kelebihan. Jago memasak. Cicilia yang mengajarkannya sejak TK. Jeanne tidak pernah menunjukkan bakatnya yang satu ini pada temannya. Sebelumnya dia pikir memasak bukan kemampuan yang membanggakan. Apalah memasak itu? Tidak sekeren main gitar atau cheerleader. Akan tetapi kepala Jeanne bagai disiram air dingin. Kalau kemampuan Virginia cuma membuat soft cookies yang tidak ada bagus-bagusnya itu bisa menyentuh hati Rion, apalagi kemampuan Jeanne yang lebih mumpuni. Bisa kelepek-kelepek kakak kelasnya itu.

DIVERSUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang