Februari 2015
Paras indo-Belanda bertinggi 178 sentimeter jarang di sekolah ini. Ada beberapa siswa bertampang blasteran, tapi tidak sejangkung Rion. Tanpa melakukan apa-apa, berjalan atau duduk saja, kehadiran seorang Hilarion Praharsa sudah mencolok di keramaian. Pesonanya terang benderang layaknya lampu jalan sebab prestasi melingkupinya. Nilai pelajaran ilmu sosialnya lumayan tinggi. Rion kurang menyukai bidang eksakta. Apa itu sinus, cosinus, tangen, integral? Tidak masuk akal. Bukan cuma di bidang akademis dia mengesankan. Ditunjang kemampuan bermain musik dan aktif di OSIS, sebenarnya Rion tinggal tunjuk. Para gadis sukarela menemani Valentine's Day-nya.
Rion menenteng tote bag dari Jeanne. Sebetulnya Jeanne bukan satu-satunya adik kelas yang memberi perhatian lebih. Setiap hari ada saja kotak bekal tersimpan di laci mejanya, selain dari Virginia. Namun tidak ada yang terang-terangan memberikan nama. Agaknya mereka puas sekadar menjadi secret admirer lantaran ngeri membayangkan konsekuensi jika ketahuan naksir Rion.
Sebagaimana umumnya cewek populer, Virginia tergabung dalam gank berisi cheerleaders dan dancers sekolah. Jangan tanya ganasnya mereka jika pacarnya dilirik siswi lain. Bisa-bisa seluruh anggota gank turun gunung mem-bully. Rion sedikit mengagumi keberanian atau lebih tepatnya kenekadan Jeanne.
Rion mengira dirinya paling pagi tiba di sekolah. Dia salah. Laci mejanya sudah penuh kotak cokelat mahal, boneka, dan bunga mawar. Rion senang saja mendapat perhatian di hari Kasih Sayang. Popularitasnya melejit justru setelah dirinya dikalahkan oleh Riswan. Rion tidak menggugat keputusan, tidak berkoar-koar kalau dia dicurangi. Kepasrahan dan diamnya malah diganjar banyak simpati. Apalagi sikap Riswan sok kuasa.
Rion mengeluarkan semua hadiah dari laci kemudian menata layaknya barang dagangan. Satu meja penuh. Dia geleng-geleng.
"Widih, jualan Yon?" Amir, teman sebangkunya datang lima menit sebelum setengah tujuh.
"Nggak jualan. Ambil aja buat lo kalau mau."
"Semua?" tanya Amir aji mumpung.
"Kagak lah. Pilih satu, mau bunga, cokelat atau boneka."
"Dua lah." Amir mengangkat kemasan cokelat Ferrero Rocher dan boneka beruang. "Yang ini buat cewek gue."
Hilmi yang baru datang menoyor kepala Amir. "Modal lo. Ngasih pacar kok barang gratisan."
"Sirik aja lo jomblo."
"Boleh dua, tapi cokelatnya yang Silverqueen aja." Rion merebut Ferrero Rocher dari tangan Amir. Virginia suka cokelat mewah merek itu.
"Ya udah deh." Amir mengalah tahu diri kemudian mengambil paket cokelat Silverqueen. "Lumayan dapet lima biji."
"Gilingan si Rion banyak bener fansnya." Hilmi bersiul. "Bagi satu lah, Yon."
"Tuh ambil." Rion mempersilakan. Ada banyak jenis cokelat dari berbagai merek. Sepertinya lumayan kalau dia buka warung. Untung besar tanpa modal.
"Bukan cokelatnya."
"Lo mau bunga? Ya udah, tuh ambil." Selain cokelat, bunga tak ketinggalan meramaikan meja Rion. Ada mawar asli batangan, mawar imitasi, ada pula buket. Semuanya disertai surat tanpa nama.
"Ck, bukan lah. Tapi bagi satu ceweknya."
"Cewek gue cuma satu. Nggak bisa dibagi."
"Hilih, Rion. Payah lo. Maksud gue, bagi satu fans lo."
Rion membalas dengan senyum tipis. Bukan dia yang minta siswi-siswi mengidolakannya. Dia juga tidak merasa tebar pesona. Rion bersikap sewajarnya.
"Yon, ada titipan nih." Richard, salah satu siswa teman sekelas Rion yang aktif di Rohkris masuk membawa kotak bekal merah jambu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIVERSUM
RomancePelangi indah karena berwarna-warni. Bunga cantik karena tak serupa. Manusia bertoleransi pada perbedaan asalkan bukan dirinya sendiri dan berpikir untuk mencapai kebahagiaan haruslah memiliki persamaan. Jeanne Noura menyukai Hilarion Praharsa seja...