23. SOFT COOKIES

98 10 2
                                    

Desember 2023

"Udah penasarannya?" tanya Jeanne mengingat kejadian hampir sepuluh tahun yang lalu. Bukan dia yang mencalonkan diri sebagai Ketua OSIS, tapi setiap kali teringat masa lalu, Jeanne miris.

"Udah. Saya belajar menerima kekalahan. Lebih baik kalah terhormat daripada menang tapi dihujat."

Rion memang kalah dalam pemilihan ketua OSIS pertama dan terakhir dalam hidupnya. Ya, kalah secara menyedihkan sebab terjadi bukan karena kurangnya kapabilitas atau minusnya jiwa kepemimpinan.

Rion berpengalaman menjadi ketua kelas saat SD dan SMP. Cukup beruntung sempat mencecap pengalaman menjadi ketua kelas karena orang tuanya memilihkan sekolah Katolik untuk anak-anaknya. Barulah setelah SMA, Rion dan Veda diizinkan memasuki sekolah pilihan sendiri tanpa intervensi orang tua. Di lingkungan gereja, Rion aktif menjadi ketua Orang Muda Katolik. Dia mampu memimpin kaum muda yang lebih tua darinya. Karakter Rion pun cukup baik. Tidak ada orang yang membencinya karena sikap egois atau arogansi.

"Aku heran sih, Kak, padahal Kak Riswan tuh songongnya sampai ke Jupiter. Anak-anak suka gosipin dia tau, tapi pas hari pencoblosan malah pada milih dia." Jeanne mengenang hari di mana dia terkaget-kaget dengan pengumuman pemenang pemilihan Ketua OSIS.

Rion menyungging senyum tipis. Betul kan, Riswan menang tapi akhirnya dihujat. Pasca dilantik sebagai Ketua OSIS, dia menginisiasi kebijakan yang mendatangkan pro dan kontra. Di antaranya adalah razia kosmetik para siswi.

Kemampuan debat Riswan berhasil meyakinkan kepala sekolah bahwa siswi SMA belum saatnya berdandan ke sekolah. Seharusnya jiwa dan pikiran mereka murni belajar demi mempersiapkan masa depan gilang gemilang, bukan malah adu lipstik siapa yang lebih bagus.

Anak OSIS jadi korban, karena dipaksa Riswan merazia tas-tas para siswi secara teratur. Kalau kedapatan ada yang membawa alat make up, pasti langsung disita dan dihancurkan saat itu juga.

Para siswi tak kalah cerdik. Mereka merayu siswa laki-laki agar mau dititipi make up. Cara itu berhasil selama beberapa minggu, tapi percuma saja sebab Riswan akhirnya memerintahkan tas siswa laki-laki juga digeledah.

Rion malas mengikuti program Riswan. Menurutnya tidak bermanfaat. Kenapa kalau perempuan berdandan? Sudah dari sananya perempuan menyukai keindahan. Selama tidak menor seperti mau main lenong, Rion suka-suka saja. Malah bagus kalau siswi di sekolah semakin cantik. Andaikan berlebihan, ada guru BK yang akan menegur. Buat apa OSIS mengambil alih pekerjaan guru BK? Digaji tidak, malah menambah musuh.

"Setelah Riswan jadi Ketua OSIS, banyak yang curhat sama saya menyesal memilih dia," ungkap Rion.

"Lagian milih Ketua OSIS kok dari agama?"

"Nggak usah heran. Di Indonesia selama 78 tahun merdeka, mana pernah ada presiden orang Kristen? Jangankan presiden, wakilnya saja nggak ada."

Rion pernah iseng mencari prasyarat mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden. Tidak ada syarat harus menganut agama tertentu. Undang-undang mengatur hak yang sama bagi setiap warga negara. Hanya saja praktiknya berbeda.

"Makanya, masuk Islam aja kayak Setya Novanto tuh. Tadinya dia Katolik. Karena mualaf bisa jadi ketua DPR."

Rion mencubit hidung Jeanne. Wanita ini sungguh gigih meracuninya pindah agama. "Kamu tuh yang harusnya cari cowok seiman, jangan ngejar-ngejar yang beda agama terus."

"Loh, aku kan nyaranin yang bener. Di mana-mana jadi minoritas selalu ditindas. Mending jadi mayoritas aja nggak sih? Bisa ikut menindas."

"Kayak kamu ya, tukang bully," komentar Rion.

DIVERSUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang