April 2017
Malam ini, bertempat di Gedung Nusantara I, Komisi IX DPR membahas rancangan undang-undang kekarantinaan kesehatan. Rapat tersebut dihadiri Menteri Kesehatan beserta jajaran, Perwakilan Kementerian Perhubungan, Perwakilan Kementerian Hukum dan HAM, serta tentu saja anggota komisi IX.
Arloji yang melingkari pergelangan tangan Haikal menunjukkan pukul 9 malam lebih. Sebagian besar warga Indonesia pastilah mengira rapat di Senayan hanya dilangsungkan pagi hingga sore hari. Malamnya para anggota dewan yang terhormat akan pulang ke rumah masing-masing untuk beristirahat. Pemikiran orang awam ini tidak dapat disalahkan walau berbeda dengan kenyataan.
Anggota dewan juga merupakan manusia. Gaji dan tunjangan yang dianggap besar bagi sebagian rakyat rupanya kurang memuaskan. Oleh karenanya, banyak di antara anggota DPR memiliki bisnis sampingan. Ralat, utamanya mereka hidup dari bisnis. Pekerjaan sebagai anggota dewan hanyalah sampingan untuk memuluskan usaha masing-masing.
Haikal pun demikian. Pagi hingga petang dia harus mengurus perusahaan farmasi warisan almarhum kakek yang kemudian diturunkan pada ayahnya dan kini kepada dirinya. Motivasi Haikal mengikuti pemilu tadinya demi melancarkan bisnis. Baginya, pengusaha yang menjauhi lingkar kekuasaan negara adalah pengusaha tolol. Kebijakan yang dibuat penguasa sungguh berdampak pada kelangsungan bisnis. Haikal menolak menjadi pebisnis naif layaknya anak domba dibawa ke pejagalan.
Merupakan rahasia umum jikalau pebisnis dijadikan sapi perah oleh negara. Diberi kewajiban membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya dalam rangka membantu pemerintah mengatasi pengangguran. Diberi mandat mengurus bidang-bidang yang tidak sanggup negara urus. Namun juga dicekik dengan berbagai pajak dan mudah dipidanakan apabila melanggar aturan. Belum lagi rongrongan dari dalam, misalnya tuntutan kenaikan upah pekerja.
Bertahun-tahun Haikal menyaksikan kakek dan ayahnya bergelut menghadapi berbagai problem hingga pernah nyaris bangkrut. Sejak tampuk perusahaan diserahkan padanya, kini dia tahu akar masalahnya. Sejak saat itu Haikal terobsesi menjadi anggota DPR demi mengamankan bisnisnya.
Pemikiran ini bukan milik Haikal semata. Di Senayan, Haikal berkenalan dengan banyak pengusaha senior. Mereka sama-sama berjuang demi kepentingan bisnis pribadi. Persetan dengan rakyat. Apalah artinya rakyat? Mereka cuma sekumpulan manusia lugu. Cukup diberi janji atau beberapa lembar uang, maka hak pilihnya bisa diperas di bilik suara.
Untuk menduduki kursi empuk di Senayan, Haikal mengeluarkan modal tak sedikit. Dia suka bagi-bagi makan gratis di daerah kumuh. Memasang wajah ramah nan merakyat. Bertegur sapa dan berpura-pura peduli pada penderitaan rakyat. Jangan lupa pulangnya menyisipkan amplop agar mereka semua bahagia.
Pemimpin adalah cerminan rakyat. Haikal percaya itu. Kalau rakyat mempan disogok, tentu menghasilkan pemimpin yang suka menyogok dan disogok.
Inilah hasilnya. Dari sekian banyak manusia yang menghadiri rapat, hanya segelintir yang benar-benar peduli pada materi, termasuk Haikal. Tentu Haikal tidak peduli pada nasib bangsa dan negara ini, yang dia pedulikan hanya bisnisnya.
Ada salah satu pasal rancangan undang-undang menyebutkan bahwa kekarantinaan kesehatan dapat dilakukan di pintu masuk negara, salah satunya melalui vaksinasi. Ini bagian yang Haikal suka. Dia bisa melobi pejabat terkait untuk membeli produk vaksin dari perusahaannya jika suatu hari nanti terjadi pandemi. 200 juta lebih manusia Indonesia akan disuntik menggunakan produk vaksin perusahaannya. Bayangkan keuntungan yang didapat. Benar bukan, menjadi anggota dewan melebarkan pintu menghasilkan cuan?
Rapat telah sampai pada bagian yang kurang berpengaruh pada bisnis Haikal. Laki-laki itu sungguh penat sedari tadi menyaksikan sekumpulan manusia memaksakan aspirasinya dijejal paksa agar dapat termaktub dalam undang-undang. Perwakilan fraksi-fraksi menggadaikan nama rakyat beradu saling interupsi. Sudahlah, yang penting Haikal sudah mendapat keuntungan dari rancangan undang-undang. Tidak ada salahnya memalingkan muka dari layar yang menampilkan bagan materi rapat. Dia melirik ke samping.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIVERSUM
RomancePelangi indah karena berwarna-warni. Bunga cantik karena tak serupa. Manusia bertoleransi pada perbedaan asalkan bukan dirinya sendiri dan berpikir untuk mencapai kebahagiaan haruslah memiliki persamaan. Jeanne Noura menyukai Hilarion Praharsa seja...