Desember 2023
"Perasaan pas SMA, Kak Rion nggak sok cool."
Jeanne tahu semua orang bakal berubah. Selain lebih matang secara usia, sifat juga semakin dewasa. Cuma, agak aneh kalau orang yang ceria, terbuka, dan banyak teman saat SMA, beberapa tahun kemudian malah sering memajang wajah datar tanpa ekspresi.
Seperti ada yang hilang dari Rion. Jeanne mencari-cari apa itu. Ah, ya dia baru sadar alasan dari perubahan sikap mantan kakak kelasnya. Rion diguncang rasa insecure parah, begitulah prasangka Jeanne. Bagaimana tidak? Segunung prestasi masa sekolah lenyap tak berjejak. Betapa miris kalau sesama alumni SMA mereka bertemu Rion yang sekarang.
Bukannya merendahkan, bagi Jeanne, pekerjaan driver ojek daring bagus-bagus saja selama tidak makan uang rakyat layaknya politikus busuk yang pada akhirnya tampil di televisi memakai rompi oranye. Namun Rion niscaya lebih disegani apabila menjadi politikus meskipun busuk. Asalkan bisa masuk gedung DPR atau menjadi menteri walau korup, teman-teman SMA-nya akan menaruh hormat ketimbang karirnya seperti sekarang, 'hanya tukang ojek'. Semiris itulah pola pikir sebagian besar orang Indonesia.
Rion sadar dia berubah, yang dia tidak sadar, perubahannya sebesar itu hingga mencuri perhatian orang yang lama tidak bertemu.
"Memangnya dulu saya gimana?"
"Tuh," Jeanne menunjuk muka Rion dengan tengilnya. "Sekarang aja ngomongnya saya-kamu. Dulu kan gue-elo. Terus ya, dulu Kak Rion banyak ketawa. Paling nggak senyum lah. Sekarang senyumnya wuih, mihiiill," cerocos Jeanne hiperbola. Sengaja dia sebutkan perubahan Rion yang tidak begitu penting demi menjaga perasaannya.
"Bagusan yang mana?"
"Kok bagusan yang mana? Ya bagusan jadi diri sendiri lah," sahut Jeanne sedikit kesal. "Kalau Kak Rion orangnya ekstrovert, ya udah sih jadi ekstovert aja. Jangan FOMO. Mentang-mentang lagi musim introvert, semua berlomba pengen jadi introvert biar dimaklumi."
"Saya nggak mau bikin orang salah paham, terutama perempuan. Kalau saya ramah, nanti dikira ngasih harapan."
Jeanne merasa tersindir. Walau demikian, sikapnya tidak akan banyak berubah hanya karena diberi komentar miring. Jeanne belajar bersikap baperan sangat nirfaedah. Kalau punya keinginan, perjuangkan. Kalau menyukai seseorang, bilang. Sesimpel itu.
"Kalau yang Kak Rion maksud itu aku, biar aku luruskan. Aku suka Kakak bukan karena keramahan atau Kak Rion mengumbar senyum. Semisal dulu Kak Rion sok cool, aku bakal tetap suka. Mungkin malah makin agresif ngejar."
"Kalau saya nggak ramah, kamu bakal makin agresif?"
Jeanne mengangguk. "Pastinya aku bakal makin penasaran. Ya udah deh, gas pol aja ngejarnya."
Rion paham sekarang. Pantas Nabila malah seperti mendapat asupan vitamin. Rion sudah berusaha mengabaikannya, menanggapi seperlunya, tapi gadis itu semakin gencar mendekatinya. Ya, meskipun Nabila lebih tahu tata krama kalau dibandingkan Jeanne. Rion terlatih. Dia bisa tahu seorang perempuan masih perawan, sudah tidak perawan tapi pilih-pilih, atau sudah tidak perawan dan bisa dipakai kapan pun. Menurut penerawangannya, Nabila masih perawan. Karakternya memang agak berani seperti Jeanne dulu.
"Ih, kenapa senyum-senyum?" Jeanne menggeser duduknya menjauh. Jangan bilang mantan kakak kelasnya gila mendadak.
"Kamu dari dulu nggak berubah."
"Itu pujian atau hinaan?"
Ditanggapi begitu, Rion jadi tertawa. "Tergantung kamu menyikapinya."
"Stop!" sergah Jeanne gemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIVERSUM
RomantizmPelangi indah karena berwarna-warni. Bunga cantik karena tak serupa. Manusia bertoleransi pada perbedaan asalkan bukan dirinya sendiri dan berpikir untuk mencapai kebahagiaan haruslah memiliki persamaan. Jeanne Noura menyukai Hilarion Praharsa seja...