4. TERTANTANG

229 15 1
                                    

Desember 2023

Ringan sekali mulut Jeanne mengajak pria lain menikah pada saat hubungan dengan suami, meskipun siri, belum berakhir. Sifat Jeanne belum berubah. Menganggap segala sesuatu di dunia hanya permainan. Terkadang Rion bingung kenapa perempuan seperti Jeanne tak henti mengejar dirinya semenjak mereka masih bau kencur.

Jangan salah, bukannya Rion mau sok pasang standar tinggi. Rion tidak punya kriteria perempuan seperti apa yang ingin dia pacari. Selama dirinya suka, Rion tak ragu mendekati asalkan seiman, setidaknya sesama Kristen.

Secara fisik, Rion akui kalau Jeanne lumayan manis. Kulitnya sedikit gelap, tapi eksotis. Usia Jeanne terbilang muda. Dua puluh empat tahun. Bercerai lalu menjanda di usia ini tak akan buruk baginya.

Menurut kacamata Rion, Haikal Mahardika bukan orang yang pelit. Sekalipun hanya menikah siri, Rion yakin Haikal akan membekali Jeanne dengan harta benda. Mungkin saja jumlahnya tidak banyak dibandingkan total hartanya menurut LHKPN yang ramai dibahas saat awal pencapresan. Jumlahnya fantastis, mencapai angka ratusan miliar. Namun, Rion yakin Haikal akan memberikan lebih dari cukup untuk Jeanne bertahan hidup sampai menemukan suami kembali.

Mau menikah lagi rasanya mudah. Rion kenal beberapa kawan ekspatriat, sesama aktivis LSM. Kalau Jeanne mau, Rion dengan senang hati memberikan nomer kontak. Malah pria Eropa atau Amerika menyukai perempuan berkulit tan. Lebih sexy katanya. Pria bule juga dikenal kurang religius, mudah saja meminta mereka mengucap dua kalimat syahadat sebagai syarat menikah.

Kalaupun Jeanne mau menjalani hubungan asmara dengan laki-laki satu negara, Rion yakin tidak terlalu sulit. Mencari yang seagama banyak di sekitarnya. Para pria itu pun kemungkinan besar tak akan keberatan menikahi secara resmi. Lalu kenapa Jeanne sibuk mengejar yang tidak seagama dan menolak cintanya selama bertahun-tahun? Rion jadi curiga.

"Saya mau tanya satu hal," Rion menjeda kalimatnya untuk berpikir. Pertanyaannya cukup sensitif. Dia bingung bagaimana caranya merangkai kata agar Jeanne tidak tersinggung.

"Katanya mau tanya, kok diem?" sela Jeanne tidak sabar.

"Apa kamu punya misi?"

"Misi apa?"

"Mau bikin saya log in."

Bibir Jeanne yang sejak awal kedatangan merepet terus, spontan terkatup rapat. Hening. Dia hanya mampu menatap Rion tanpa suara.

"Maaf kalau kamu tersinggung. Kamu tahu kan jurang pemisah di antara kita sangat lebar?" ucap Rion tidak enak hati. Dia melempar pandangan ke mana saja asalkan tidak bersirobok dengan Jeanne.

Masih hening untuk beberapa jenak. Diam-diam begini tidak enak juga. Seperti orang bermusuhan.

"Kak Rion juga tahu kan latar belakang keluargaku?" Jeanne memecah keheningan.

Rion mengangguk samar. Dulu sekali, Jeanne pernah menceritakan asal muasal namanya yang unik, Jeanne Noura. Rupanya nama itu cerminan perbedaan orang tuanya. Ayahnya Muslim, sementara ibunya penganut Katolik.

"Kalau kamu mau, saya bisa carikan laki-laki Muslim yang baik. Tinggal sebutkan saja seperti apa kriteriamu." Rion tidak menanggapi pertanyaan Jeanne.

“Kenapa harus sama laki-laki Muslim?” Jeanne membuat tanda petik di udara. "Aku sukanya sama Kakak. Memang Kakak kira aku ini gampang menghapus rasa sukaku untuk seseorang lalu mengalihkan ke orang lain?"

"Bukan gitu..." Rion mulai gelisah. Pembicaraan mengenai perasaan dan perbedaan ini sungguh tidak nyaman. "Saya nggak seperti Pak Haikal."

"Iya, aku tahu sekarang Kakak jatuh miskin. Aku udah cari info tentang Kak Rion."

DIVERSUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang