12. TAWARAN YANG MERENDAHKAN

115 10 0
                                    

Desember 2023

Sroooot...

Gelembung udara tersedot masuk ketika Jeanne menghisap minuman mix berries sampai tetes terakhir. Puas bisa menyantap banyak menu lezat meskipun cuma sedikit-sedikit. Tidak perlu khawatir makanannya mubazir. Jeanne punya tong sampah yang siap menampung sisa.

Perut Rion serasa akan meledak. Jeanne memesan menu makanan layaknya orang kalap. Lapar mata saja sebab foto di buku menu sungguh menggugah selera. Ujungnya perut Rion jadi korban. Dari lapar sekali sampai kekenyangan hingga mau muntah. Untung rasanya enak.

Rion mengeluarkan pecahan seratus ribuan. Tinggal ini uang yang dia punya. Ada beberapa rupiah di e-wallet, tapi Rion perlu untuk mengisi bensin dan membeli token PLN.

"Udah, aku aja yang bayar." Jeanne mengeluarkan kartu kredit dari dompet.

"Saya kan ikut makan. Masa kamu yang bayar semua?"

"Bukan aku yang bayar. Duitnya Mas Ikal. Biarin lah, harga makanan kita nggak seberapa. Paling juga dia jajanin Farhana lebih mahal. Nenek gerondong itu kan mata duitan," cibir Jeanne.

Jeanne menekan nomer pin dari mesin EDC yang dibawa oleh pelayan. Lega sebab Haikal belum memblokir kartunya. Yah mungkin itu cara Haikal melacak jejak Jeanne, yaitu dengan melihat di toko atau restoran mana dia singgah.

"Sudah malam." Jam di ponsel Rion menunjukkan pukul 9 kurang. Kalau tidak bertemu Jeanne, seharusnya Rion bisa mendapatkan beberapa penumpang sebelum pulang. "Kamu pulang naik apa?"

"Nggak mau pulang."

"Kenapa?"

"Kak Rion ini pinter atau goblok sih?" Jeanne bersungut-sungut. "Aku ini udah kabur susah-susah. Manjat pagar loh tadi. Masa sekarang pulang? Bakal dihukum nggak bisa keluar rumah selamanya. Mending aku di luar aja."

"Tapi saya mau balik."

"Temenin aku lah, Kak," pinta Jeanne memelas.

"Sampai jam berapa? Mall ini bakal tutup."

"Temenin sampai mall-nya tutup."

Rion menyugar rambut. Bertemu Jeanne lagi membuatnya frustrasi. Sifat kekanak-kanakannya masih tersisa banyak. Menurut Rion, malah tidak berkurang sama sekali.

"Nggak bisa. Besok saya kerja."

"Emang ada ya LBH di Jakarta yang buka hari Sabtu? Pengadilan bukannya tutup?"

"Saya bukan kerja di LBH saja. Hari Sabtu dan Minggu khusus buat ngojek."

Jeanne termenung, seakan memilih kata-kata yang halus agar Rion tidak tersinggung.

"Jangan marah ya, Kak. Aku penasaran. Pas SMA bukannya Kakak hmmm... Gimana ya... Bukan orang susah."

Pastilah pertanyaan seperti itu akan muncul dari kenalan lamanya. Bukan hanya Jeanne, teman-teman SD sampai kuliah yang sempat mengenal saat keluarganya berjaya pun bertanya jika kebetulan bertemu. Oleh karena itu, Rion malas datang ke acara reuni. Bukan karena malu pada kondisinya sekarang, hanya saja dia malas melihat tatapan penuh belas kasihan atau malah meremehkan. Malas menjelaskan kenapa kondisi keuangan keluarganya bisa memprihatinkan.

"Roda kehidupan berputar. Ya seperti itulah. Hidup kamu pun berubah, yang tadinya berkecukupan jadi berkelimpahan," jawab Rion.

"Berkelimpahan kan cuma soal harta. Lagian itu bukan hartaku. Kalau soal kebebasan, aku kebalikan Kakak. Aku kekurangan kebebasan. Kakak sih enak mau ke mana pun nggak ada yang larang."

Rion mengamati Jeanne. Caranya berdandan sangat mencolok. Segala hal yang menempel di tubuhnya tampak berkelas. Berbeda dengan Rion yang sekarang mencari barang semurah mungkin menyesuaikan kantongnya.

DIVERSUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang