Desember 2023
"Maaf kalau saya menyinggung privasi. Apa Pak Haikal jarang memberi kamu nafkah batin?"
Rion siap jika Jeanne melempar kardus berisi sisa hiasan Natal yang belum terpasang menghajar kepalanya. Pertanyaannya termasuk kurang ajar, apalagi membawa Haikal Mahardika, salah satu tokoh penting negeri ini. Rion sadar diri bukan siapa-siapa.
Biasanya Rion ahli menjaga lisan. Dia paling malas mencampuri urusan orang lain, kecuali jika menyangkut nyawa seperti urusan klien-kliennya. Hanya saja kehidupan rumah tangga Jeanne dan Haikal sudah mempengaruhi kehidupan Rion juga. Mengingat berapa kali dirinya dan Jeanne bersenggama dalam waktu kurang dari 24 jam tak ayal memunculkan berbagai pertanyaan dalam benaknya.
Jeanne terdiam selama beberapa detik sebelum tekekeh. "Ya, kalau dipikir-pikir Mas Ikal lama nggak nyentuh aku."
"Pantas." Rion mengangguk pengertian.
Dosen Rion mengajarkan seorang sarjana hukum apalagi jika memilih profesi sebagai pengacara, sebisa mungkin memantau kondisi politik. Hukum dan politik berkelindan, pastilah terdampak pada tokoh yang berkuasa.
Segala hal terkait pencapresan tidak luput dari pantauan Rion. Sejak kuliah dia belajar membaca peta politik, sesekali mendiskusikan dengan para senior.
Di antara empat kandidat, posisi paslon nomer 4 lah yang paling sulit. Suaranya tergerus berita mengenai skandal pribadi. Pemberitaan yang menjatuhkan Haikal sudah beredar, terutama yang menyerukan agar tidak mempercayai capres yang mengambil istri muda.
Haikal sibuk memperbaiki citra. Kampanye di berbagai kota hingga sudut terkecil. Elektabilitasnya kian anjlok. Calon pemilih terutama kaum hawa mengalihkan suara pada paslon lain yang lebih setia. Wajar jika Haikal bersama timnya berjuang habis-habisan menaikkan kemungkinan menang walau sulit.
"Pak Ikal nggak ada waktu mikirin urusan biologis," kata Rion, berharap Jeanne tobat dan berhenti mencari pelampiasan dari laki-laki lain.
"Jangan sok tahu, Mas Ikal tuh bawa Farhana loh. Buat apa kalau bukan buat diewe?"
"Jeanne!" sentak Rion. Sebetulnya bukan karena dia risih pada ucapan kotor Jeanne. Sebaliknya, nafsunya justru naik mendengar ucapan cabul.
"Kak Rion tenang deh, semua yang terjadi di antara kita, nggak ada hubungannya sama Mas Ikal. Aku memang kangen aja," Jeanne meraba area intim Rion yang masih tertutup jins, "sama punya Kakak."
Rion berdiri dari permadani bulu, menolak diperbudak hawa nafsunya. Selain itu menurutnya semua sudah keterlaluan.
"Nggak, Jeanne. Ini berlebihan. Saya capek dan butuh makan," Rion menolak setegas mungkin agar Jeanne mengerti.
"Makan kalau lapar. Tuh aku buatin soft cookies. Kesukaan Kak Rion kan?"
Rion sedikit tersentuh. Lama tak jumpa, wanita ini masih mengingat apa yang dia suka.
"Saya makan buatan kamu, tapi nggak yang lain," ucap Rion.
"Yang lain apa memangnya?" pancing Jeanne.
Rion terlalu malu menjawab ucapan Jeanne. Percuma wanita itu berkelit, posenya saja begini berani. Nenek-nenek amnesia pun bisa menebak betapa kotor jalan pikiran Jeanne.
Rion mengambil choco chips soft cookies sebesar tangannya. Perutnya berisik sejak tadi. Rion membutuhkan asupan energi sekarang juga.
"Enak?" tanya Jeanne masih teguh dalam posisinya. Lampu LED tersampir menutupi kedua putingnya, berkelap-kelip.
"Kamu yang bikin?" tanya Rion terkejut saat soft cookies terdampar di lidahnya. Dia menyukai cokelat yang pahit. Dark chocolate minimal 75%. Choco chip dan kacang kenari memberikan tekstur sehingga tidak membosankan. Untuk pemanis, dia lebih memilih palm sugar atau madu ketimbang gula tebu. Semua yang Rion mau ada di sana. Cokelat pahit, manis madu, dan sedikit hint kayu manis benar-benar sempurna.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIVERSUM
RomancePelangi indah karena berwarna-warni. Bunga cantik karena tak serupa. Manusia bertoleransi pada perbedaan asalkan bukan dirinya sendiri dan berpikir untuk mencapai kebahagiaan haruslah memiliki persamaan. Jeanne Noura menyukai Hilarion Praharsa seja...