Chapter 32 : Memecahkan Teka-Teki

589 43 0
                                    

Ridho segera beres-beres. Berharap mendapatkan jawaban kenapa ada Shabrina di stadion ini secepatnya. Hari ini dia izin untuk pulang ke rumah agar bisa lebih lama menemui keluarganya. Ridho setengah berlari menuju tempat dimana keluarganya biasa menunggu. Tapi ternyata, Shabrina tidak ada diantara keluarganya

"Kenapa lesu gitu? Karena gak ada Shabrina disini?" tanya Ibu to the point
"Bertemu Shabrina membuatmu lebih bersemangat daripada ketemu kita ya mas" kata Zela
"Gak gitu lho. Dah pulang yuk" kata Ridho
"Siap, capt" jawab Althaf yang kepalanya langsung dielus-elus oleh Ridho

Ayah masih menyetir, Ibu disamping Ayah dan semua anak-anaknya duduk di belakang

"Mas" Ibu membuka percakapan "Kamu gak penasaran kenapa tiba-tiba Shabrina bisa ada sama kita?"
"Buuuu" kata Ridho menghindari pertanyaan itu, karena ada kakaknya. Bisa habis dia diejek kakaknya
"Aku tau semuanya lho" jawab Zela
"Ibu cerita sama mbak?" tanya Ridho kaget
"Iya dong. Aku kan bestfriendnya Ibu" kata Zela
"Tadi Shabrina berangkat nonton sendirian mas. Kalo kemarin sama mas Rendy kan. Tadi sih bilang hari ini harusnya sama mas Rendy juga, tapi ternyata mas Rendy gak bisa berangkat dan dia berangkat sendiri, untungnya tadi Ibu lihat dan mbakmu peka untuk ngajak Shabrina bareng sama kita. Kalo enggak gimana coba dia sendirian di tribun yang isinya laki-laki semua" kata Ibu

Ridho diam. Sedang mencerna keadaan. Kenapa Shabrina harus seeffort itu untuk menonton Persebaya?

"Aku juga sempet tanya mas sama Shabrina" Zela menambahkan
"Tanya apa?"
"Dia punya pacar atau enggak"
"Trus?" tanya Ridho
"Gak ada pacar, gak ada PDKT. Single sejak lahir" jawab Zela
"Trus dapet info darimana kamu kalo dia punya pacar?" tanya Ibu
"Panjang Bu ceritanya. Intinya yang terakhir aku lihat dia berdua sama cowok di kafe sebelahan duduknya"
"Lah, siapa tahu itu cuma temennya?" Kata Zela
"Gak mungkin mbak"
"Kok yakin banget kamu?" tanya Zela
"Dia rela ketemu cowok itu diantara waktu sibuk kita yang cuma beberapa jam"
"Kamu menyimpulkan sendiri atau emang kebenarannya?"
"Ya gitulah"
"Mas, coba kamu bayangkan. Bayangkan aja dulu. Ada perempuan. Effort banget nih nonton ke stadion padahal pasti dia tahu ada berapa puluh ribu laki-laki di stadion dan dia berani berangkat sendirian. Mungkin gak kalo itu cuma sekedar nonton Persebaya atau sekedar nonton temen yang sama-sama di timnas? Kalo aku sih gakmau ya. Mending gak jadi. Takut gak sih di stadion sendirian gitu" kata mbak Zela
"Trus arah pernyataan mbak tuh kemana?"
"Mbak tanya deh, ada pemain Persebaya yang dia kenal selain kamu?"
"Ada"
"Siapa?"
"Marselino sama Ernando"
"Marselino sama Ernando kan lagi  cidera. Jangankan main, di bangku cadangan aja enggak kok. Sebagai dokter timnas gak mungkin Shabrina gak tau dong. Kemungkinan paling besar dia seeffort itu karena pengen lihat kamu main mas. Bisa jadi, Shabrina memang suka sama kamu, tapi kamu gak gentle ngedeketin dia duluan. Cewek mah gengsi mas mau deketin cowok duluan. Ntar disangka gatel lagi" jawab mbak Zela sarkas, yang Ridho tahu secara tidak langsung menyindir Bella

Ridho diam. Benarkah apa yang keluarganya katakan? Benarkah spekulasi keluarganya adalah yang sebenarnya terjadi?

"Mas" panggil Ayah
"Kenapa Yah?"
"Terkadang perempuan itu sudah memberi kode ke laki-laki, tapi laki-laki itu memang diciptakan dengan lebih banyak porsi logika jadi terkesan gak peka. Kalau memang perasaanmu itu serius untuk Shabrina, kejarlah. Mbak dan Ibu sudah membantumu secara tidak langsung. Tapi kalau memang kamu gak serius sama Shabrina ya jangan kaya gini. Kamu harus tegas. Jangan jadi jahat Mas, walaupun itu secara tidak sadar"

** ** ** ** **

Ridho masih belum menemukan jawaban dari seluruh teka-teki tentang Shabrina yang ada di kepalanya. Dia kebingungan. Shabrina juga terlihat biasa saja. Tidak berusaha menjelaskan apa yang sedang terjadi. Bahkan dalam pertandingan hari ini melawan Curacao, dimana Ridho berada di bangku cadangan sampai di menit 86, sebelum masuk ke lapangan menggantikan Klok, Shabrina juga masih terlihat dingin. Padahal Ridho sudah sengaja duduk di samping Shabrina. Ridho heran dengan sikap Shabrina yang menurutnya sangat plin plan. Tiba-tiba perhatian dan berubah menjadi tidak peduli semudah itu

Monofonir (Rizky Ridho Ramadhani)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang