Chapter 67 : Obrolan Penting Tak Penting

437 56 11
                                    

Ridho sedang duduk di balkon apartemen Zela menikmati teh, lemon, rempah-rempah dan madu yang selalu dia rindukan, tentu saja itu buatan kakaknya, dengan resep dari ibunya. Kakak perempuannya itu tinggal di sebuah apartemen di daerah Jakarta Barat. Sesekali Ridho mendatangi kakaknya di apartemen, tentunya jika Zela tidak ada schedule terbang. Pintu balkon tiba-tiba dibuka dan Zela memilih untuk ikut duduk di kursi yang sama dengan Ridho, bersebelahan

"Mas" panggil Zela
"Kenapa mbak?" jawab Ridho
"Kamu habis away ke Bali trus lanjut AFC?"
"Iya. Hari berikutnya setelah lawan Bali United langsung berangkat ke Dubai, TC dulu baru lanjut ke Qatar"
"Ada Shabrina lagi disana?"
"Selama pelatihnya masih coach Shin, dokternya pasti Shabrina mbak"
"Shabrina sama coach Shin terus ya?"
"Dia udah jadi tim medis tetap coach Shin sih"
"Enak ya"
"Kenapa?"
"Kerja tapi bisa sambil pacaran"
"Ya lumayan. Kalo lagi suntuk sama latihan atau turnamen bisa pacaran bentar. Mbak kan juga bisa gitu" jawab Ridho
"Ya gak selalu bisa, ngepasin ada jadwal bareng aja. Kalo kamu kan selalu bisa"
"Ya tergantung. Kalo pelatihnya yang ditugaskan bukan coach Shin juga gak bisa. Kemarin waktu Asian Games gak bisa, soalnya pelatihnya coach Indra"
"Pelatih timnas senior kan coach Shin, kamu bentar lagi udah masuk senior kan? Bukannya cuma AFC ini kamu masih di U-23?"
"Iya betul. Tapi kan kontraknya coach Shin habis tahun ini. Cuma sampai Juni aja, masalah diperpanjang atau enggak itu tergantung federasi. Beda pelatih kan beda kebutuhan pemainnya mbak. Kalo sama coach Shin mah aku optimis bakalan dipanggil terus. Pengennya sih coach Shin aja pelatih seterusnya biar bisa sama Shabrina terus kalo di timnas"
"Sebenernya sejak kapan kamu suka sama Shabrina mas?"
"8 tahun yang lalu"
"Sudah selama itu? Tapi kamu sempat beberapa kali punya pacar kan selama 8 tahun ini? Berarti perasaanmu sama Shabrina sempat hilang?"
"Bukan hilang sih mbak. Aku mengubur perasaanku karena waktu itu aku merasa kayanya aku gak bisa menggapai Shabrina"
"Karena?"
"Pertama aku gak punya keberanian, kedua aku udah lost contact dan kehilangan informasi soal Shabrina. Ya lama-lama lupa sendiri"
"Kalian lost contact karena berantem?"
"Bukan. Karena aku udah mulai sibuk di Persebaya kelompok umur, dia juga udah mulai sibuk sama tugas-tugas kuliahnya"
"Kenapa dulu kamu gak jujur aja kalo kamu suka dia?"
"Aku gak berani mbak"
"Alasannya?"
"Dulu mbak denger cerita tentang Shabrina apa aja dari mas Rendy?"
"Duh lupa lagi"
"Yang diinget aja"
"Kata Rendy, Shabrina tuh pinter, umur 15 udah kuliah, kedokteran di UNAIR. Trus kata Rendy Shabrina itu ngeyelan, tapi menurut penangkapanku dari cerita Rendy sih lebih ke teguh pendirian aja"
"Untuk poin yang terakhir aku setuju mbak. Bahkan sampai sekarang juga masih seperti itu. Makanya itu salah satu alasan dulu aku gak berani bilang mbak. Shabrina tuh terlihat tangguh dan seperti gak butuh pasangan gitu, apalagi dia tuh kaya kuliah kuliah kuliah terus isi kepalanya. Dia tuh bener-bener takut nilainya jelek mbak makanya waktu itu aku mikir kayanya Shabrina memang seambisius itu sama kuliahnya. Tapi ternyata setelah aku sama dia sekarang, dugaanku dulu salah besar"
"Kok bisa?"
"Shabrina banyak cerita sama aku bagaimana kehidupan dia sebelum sama aku sekarang, jatuh bangunnya dia gimana dan akhirnya aku tahu kalau ada banyak rasa sakit dan kecewa yang dia simpan sendiri. Dia tuh cuma kelihatan tangguh diluar mbak. Aslinya rapuh dan berantakan"
"Serius?"
"Mbak inget waktu kita kasih surprise ulang tahun buat Shabrina tahun lalu? Inget dia nangis kaya gimana?"
"Oh iya inget-inget"
"Itu cuma sebagian kecil dari rasa sakit yang dia alami"
"Hari ulang tahun? Jadi hal yang menyakitkan? Padahal kalo kita ulang tahun kan seneng ya"
"Beberapa hal yang menyenangkan bagi kita ternyata tidak dirasakan sama oleh Shabrina. Ada banyak luka dan rasa sakit yang dia alami dulu mbak, dan itu masih membekas sampai sekarang. Aku gak bisa cerita detail masalahnya, intinya kaya gitu aja"
"Shabrina kuat banget ya mas. Dia bisa terlihat tangguh dan mandiri padahal banyak menyimpan rasa sakit gitu, mana kelihatannya baik-baik aja. Tapi bukan berarti kamu mau sama dia karena rasa kasihan aja kan?"
"Ya enggak dong. Aku gak punya rasa kasihan sama sekali sama Shabrina mbak"
"Trus apa yang membuatku jatuh cinta sama Shabrina mas?"
"Gak ada alasan"
"Masa gak ada? Karena dia cantik, baik gitu misalnya?"
"Aku mencintai Shabrina karena dia itu Shabrina"
"Maksudnya?"
"Semua yang ada di Shabrina baik kekurangan ataupun kelebihannya aku suka. Alasan aku mencintai Shabrina ya karena dia itu Shabrina. Udah itu aja. Aku gak punya alasan lain ataupun yang lebih spesifik kenapa aku mencintai dia. Ya karena dia Shabrina aja. Mungkin kalo dia bukan Shabrina aku juga belum tentu jatuh cinta" mata Ridho berbinar saat menjelaskan
"Wah gila, adik mbak kali ini udah bener-bener jatuh cinta"
"Dulu enggak ya?"
"Mmmmm, beberapa kali kamu pacaran kayanya baru kali ini perasaanmu sedalam ini mas. Sama yang sebelumnya sih mungkin sekedar suka-suka aja ya?"
"Ya kalo yang sebelum-sebelumnya mungkin 6 dari 10 ya, kalo sama Shabrina 9 deh" jawab Ridho sambil tertawa
"Apakah kalian berdua sudah ada niat untuk menikah?"
"Ada, tapi saat ini belum kesitu arahnya"
"Kenapa?"
"Mbak kan belum"
"Mbak tahun ini mas" kata Zela
"Serius?"
"Mungkin lebih tepatnya mikir nikahnya mulai tahun ini"
"Kirain tahun ini nikahnya"
"Nanti dulu. Nunggu mas Nanda jadi kapten baru bisa tenang mikirin itu"
"Kenapa kok gitu? Emang ada aturan FO gak boleh nikah? Atau karena pramugari dan pilot satu maskapai gak boleh menikah gitu?"
"Gak gitu. Emang mbak sama mas Nanda udah sepakat aja"
"Emang kapan mas Nanda jadi kapten?"
"Bulan depan prepare tes buat jadi kapten"
"Ya gak lama lagi berarti"
"Kamu kapan?"
"Nunggu Shabrina mau"
"Shabrina belum pengen nikah?"
"Bukan dalam waktu dekat"
"Padahal kamu udah pengen nikah?"
"Kalo Shabrina siap mah nanti sore disuruh ijab qobul juga aku siap mbak"

Zela tertawa mendengar perkataan Ridho. Terdengar bercanda dan serius dalam waktu bersamaan

"Seserius itu perasaanmu sama dia mas?"
"Emang perasaan mbak ke mas Nanda gak seserius aku?"
"Mbak serius sama mas Nanda. Tapi mbak rasa perasaan mbak gak sedalam kamu dalam mencintai pasangan. Hati-hati jangan terlalu berlebihan mencintai manusia, gantungkan rasa cintamu itu untuk penciptanya mas. Takutnya nanti kamu tersiksa sama ekspektasimu sendiri" Zela berusaha mengingatkan
"Tapi bukan berarti mbak gak ngerestuin aku sama Shabrina kan?"
"Ya enggak dong. Cuma ngasih tahu kamu aja, jangan sampai kecintaanmu sama Shabrina membuat kamu lupa sama penciptanya Shabrina"
"Jelas itu mbak. Makanya aku tadi ngasih nilai 9 dari 10 untuk Shabrina. 10 kan cuma milik Allah dong. Cinta yang paling sempurna"
"Kamu dan Shabrina itu menurut mbak pasangan yang saling melengkapi. Shabrina lebih pendiem kamunya petakilan, Shabrina tenang dan kalem kamunya belingsatan, Shabrina anggun dan elegan kamunya banyak tingkah. Kan saling mengisi tuh"
"Kok jeleknya di aku semua"
"Hehehe bercanda. Tapi mbak serius soal kalian pasangan yang saling melengkapi, jadi kelihatannya serasi dan pas aja gitu. Mbak juga suka sama Shabrina. Shabrina itu terlihat, santun, gak neko-neko, berpendidikan juga dan yang jelas bisa mengambil hati Ayah sama Ibun. Itu yang paling penting"
"Wah tersanjung aku dengernya"
"Kan Shabrina yang dipuji, kenapa kamu yang tersanjung?"
"Kan aku laki-laki yang bisa menaklukkan wanita seperti Shabrina lho mbak. Mbak gak mau mengucapkan selamat sama aku?"
"Dih males"
"Hehehe canda ah"
"Kamu udah bilang sama Shabrina tentang kondisi keluarga kita belum?"
"Belum berani mbak. Besok aja deh kalo udah nikah" jawab Ridho

Raut muka Ridho yang awalnya bahagia saat menceritakan semuanya tadi berubah seratus delapan puluh derajat sekarang

"Loh kok gitu? Gak boleh dong, kamu harus jujur dari sekarang" Zela bernada agak tinggi
"Aku takut dia bakalan ninggalin aku karena gak bisa menerima kondisi kita mbak"
"Kalo memang niatmu sama Shabrina itu untuk sesuatu yang serius dan kamu berharap akan bertahan selamanya ya gak boleh ada yang ditutup-tutupiin mas"
"Mbak udah bilang sama mas Nanda?"
"Udah dong. Dari awal pacaran juga udah langsung bilang. Mbak berprinsip dari awal harus jujur semuanya. Daripada udah terlanjur dalam perasaannya tapi ternyata pasangan mbak gak setuju kan ya mau gakmau harus udahan mas. Mending kamu bilang sekarang, takutnya nanti malah Shabrina ngerasa dijebak lho. Udah terlanjur nikah sama kamu dan kamunya baru bilang kan mau gakmau dia harus nerima. Iya kalo beneran nerima. Kalo ternyata dalam hati kecilnya menolak gimana? Kan kasihan Shabrina mas"
"Tapi aku bingung ngomongnya gimana"
"Ya jujur aja apa adanya lho. Kalo perasaan Shabrina sama kamu memang serius, rasanya itu bukan hal yang membebani kok selama kamu bisa membagi semuanya dengan baik sesuai porsinya"

Monofonir (Rizky Ridho Ramadhani)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang