Chapter 36 : Kekhawatiran

839 63 7
                                    

"Kak Ina" suara yang Shabrina kenal itu adalah milik Marselino mengetuk pintu kamarnya tanpa henti
"Tumben Marsel jam segini manggil ya?" tanya Gita
"Bentar aku buka dulu. Siapa tau penting" kata Shabrina sambil memakai hijab

Shabrina menuju ke pintu dan membukanya

"Kenapa, Sel?"
"Mas Ridho demam. Sampai ngigau dan menggigil kak" kata Marselino

Shabrina kaget. Dia segera kembali ke samping tempat tidur membawa stetoskop dan kotak obat. Shabrina berlari sekencang mungkin menuju kamar Ridho, pintu masih dibuka dan ada Arhan disana. Ridho terbaring di kasur, mengigau dan menggigil. Shabrina membuka kotak obat dan mengeluarkan thermometer. Gita mengikuti Shabrina tapi telat menyusul karena Shabrina berlari dengan begitu cepat

"39,5" gumam Shabrina
"Demam tinggi itu" kata Gita yang mendengar perkataan Shabrina

Shabrina segera memakai stetoskop dan memeriksa di titik-titik vital tapi hasilnya terdengar baik. Hanya demam wajar saja

"Tambah selimut" kata Shabrina dan Arhan langsung membawa selimut dari kasurnya

Shabrina segera mengambil paracetamol yang ada dalam kotak obatnya

"Ada air minum?" tanya Shabrina dan Marselino memberikan sebotol air mineral"Tolong gelasnya, Sel" kata Shabrina lagi

Gita mengambil botol dari tangan Shabrina dan gelas dari tangan Marselino kemudian menuangkan air minum dari botol ke gelas

"Dho, bangun" kata Shabrina pelan tapi Ridho masih bergeming sambil menggertakkan giginya tanda ia masih menggigil "Dho. Bangun. Minum obat sebentar" kata Shabrina sambil menepuk pipi Ridho pelan

Ridho masih tetap pada posisinya dan masih menggigil. Shabrina mengangkat badan Ridho sedikit demi sedikit dengan bantuan Arhan. Setelah Ridho berhasil duduk, Shabrina memeluk Ridho yang masih berselimut. Entah kenapa dia begitu khawatir melihat Ridho seperti ini, bahkan rasanya ia ingin menangis sekarang. Gita, Marselino dan Arhan kaget melihat kejadian itu. Mereka hanya bisa saling pandang tanpa berucap sepatah katapun

"Dho. Bangun" kata Shabrina sambil mengusap pelan pipi Ridho "Jangan kaya gini, Dho. Bangun minum obat dulu" kata Shabrina sambil masih mengusap pipi Ridho dengan suara bergetar menahan tangis

Ridho membuka matanya pelan tapi masih menggigil. Shabrina melepas pelukannya kemudian menopang punggung Ridho dengan tangan kirinya. Arhan membantu Shabrina menahan badan Ridho yang cukup berat

"Minum obat dulu" kata Shabrina sambil menyuruh Ridho membuka mulut. Shabrina memasukkan obat ke dalam mulut Ridho kemudian Gita memberikan gelas kepada Shabrina. Shabrina mengarahkan gelas pelan ke arah Ridho. Setelah itu Shabrina dan Arhan pelan-pelan menaruh Ridho di kasur lagi "Kalian gantiin bajunya jadi baju lengan panjang. Termasuk celananya kalo bisa yang panjang juga. Ini aku tinggalin parasetamol dan thermometer disini. Kalo 4 jam lagi dia masih demam kalian kasih parasetamol lagi. Kalo sampai besok pagi dia belum membaik. Kabarin aku. Sebelum ganti baju lebih baik dikasih minum dulu yang banyak biar gak dehidrasi" kata Shabrina
"Siap dok" jawab Marselino dan Arhan bersamaan

Dengan langkah yang berat Shabrina meninggalkan kamar Ridho. Hanya bisa berdoa dan berharap semoga kondisi Ridho segera membaik. Sepanjang malam Shabrina tidak tenang, menunggu kabar dari Marselino ataupun Arhan

Sementara itu...

Arhan dan Marselino saling pandang setelah Shabrina keluar dari kamar. Marselino menutup pintu dan Arhan mengganti baju serta celana Ridho

"Kayanya kak Ina juga punya perasaan yang sama kaya mas Ridho gak sih?" tanya Marsel
"Aku rasa iya. Paniknya Ina bukan panik yang wajar. Bahkan dia inisiatif meluk Ridho yang lagi menggigil. Mungkin kalo kita yang sakit dia gak akan kaya gitu" jawab Arhan
"Kalo mas Ridho tau kejadian malam ini, melayang dia sampai langit ke tujuh" sambung Marselino

Monofonir (Rizky Ridho Ramadhani)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang