Chapter 68 : TC AFC Asian Cup U23

615 51 14
                                    

Selesai pertandingan melawan Bali United meninggalkan rasa bersalah dalam hati Ridho. Kesalahannya di dalam kotak penalti membuat Bali United berhasil mencetak gol melalui tendangan penalti yang diambil oleh Spaso. Lebih menyakitkan lagi karena terjadi di babak tambahan waktu. Ridho lebih banyak berdiam diri setelahnya. Setelah selesai beres-beres seluruh pemain segera menuju ke bus. Ridho duduk di kursi belakang. Kemudian Hanif menyusul

"Udah. Gapapa gak usah disesali" kata Hanif sambil menepuk pundak Ridho
"Kalo tadi aku gak melakukan kesalahan kita masih bisa bawa pulang satu poin mas"
"Aku cuma mau mengingatkan apa yang udah dibilang pacarmu. Harus kamu jadikan motivasi dan pengingat, Dho. Karena yang dia bilang itu seratus persen benar"
"Mas Hanif kok tahu?"
"Sempat denger waktu kemarin kamu kena kartu merah lawan RANS, kan aku di bangku cadangan waktu itu"
"Makasih udah ngingetin mas"
"Bersyukur Dho punya pasangan yang mengerti dunia kita, yang support kita sepenuhnya"
"Pasti mas. Gak banyak perempuan yang mau memahami situasi dan kondisi pemain sepakbola"
"Jadi, tanamkan apa yang sudah pacarmu bilang itu"
"Siap mas"

Setelah diingatkan tentang Shabrina oleh Hanif, Ridho segera membuka ponselnya dan ternyata ada pesan masuk dari Shabrina

Shabrina

Hai
Aku udah di kosan. Tadi rapat sama coach Shin seharian dan sekarang aku capek banget
Oh ya sekarang kamu udah main ya lawan Bali? Good luck ya sayangkuuu 😘

Pesan dikirim pukul 18.49 dan Ridho tidak membuka ponselnya saat itu karena sudah berada di tunnel. Kemudian ada chat baru lagi. Dikirim 50 menit yang lalu

Shabrina

Apapun hasilnya, kamu sudah memberikan yang terbaik and i'm so proud of you 😘
Sampai ketemu besok siang di kantor ya. Can't wait to see you 😙
Aku tidur duluan sayang
Rest well cintakuuuu
Love you ❤️❤️

Ridho tersenyum membaca pesan Shabrina. Hatinya juga menghangat membaca pesan-pesan yang dikirim Shabrina. Mungkin terasa lebay, namun Shabrina benar-benar obat dari segala rasa lelah Ridho

Shabrina

Selamat istirahat cantikkuuuuu ❤️
Mksh udh selalu support
Sampe ketemu besok. Selamat istirahat ya
Love you more Shabrinakuuuuuu 😘😘😘😘

** ** ** ** **

Shabrina dan beberapa pemain lain sudah tiba di kantor PSSI. Satu jam lagi mereka akan berangkat menuju ke bandara, selanjutnya harus menempuh perjalanan panjang menuju Dubai untuk menjalankan TC terlebih dahulu. Sekarang ia sedang duduk di sofa lobby bersama Sananta dan Witan

"Anak-anak Persija kemana nih belum pada muncul?" Tanya Witan
"Semalem baru kelar away lawan Bali" jawab Shabrina
"Oooo iyakah?" Tanya Witan
"Gak nonton liga 1? Padahal kalian main di liga 1 lho. Masa gak menganalisa pertandingan lawan-lawan kalian?"
"Ina, kita tuh 24/7 harus berurusan sama bola. Bangun tidur harus olahraga pagi habis itu berangkat latihan, lanjut main bola, malemnya ngegym, tiap hari gitu tuh selama seminggu, ntar weekend tanding. Besoknya libur sehari trus gitu lagi tuh. Belum kalo sama timnas makin padet jadwalnya. Gitu masa harus nonton bola lagi? Ya Allah bosannya hidup ini" jawab Witan menggebu-gebu
"Iya iya santai aja, gak usah pakai ngegas, Tan"
"Emang Ridho gak ada bosennya?" Tanya Sananta
"Kalo Ridho mah enggak. Di klub aku sering nonton kalo laga home. Kalo di timnas ketemu aku tuh. Makanya dia gak bosen"
"Maksud you dia gak bosen karena you selalu ada buat nyemangatin gitu ya?" Witan mencibir
"Iyalah, support system bruhhh" kata Shabrina sambil menepuk-nepuk pundaknya
"Iya Na iya. Gak inget apa dulu kaya gimana" Witan menggoda
"Yaelah masih juga dibahas. Udah basi, Tan. Udah dua tahun lebih woy" jawab Shabrina
"Emang ada apa?" Tanya Sananta
"Makanya beli majalah 'bergaul' biar dapet beita terkini. Kebanyakan main game luuuu" kata Witan sambil menoyor kepala Sananta, tentu saja pelan dan bercanda saja
"Iya iya yang gak bisa main game dan udah sibuk ngurusin anak" jawab Sananta
"Istri sama anak sehat, Tan?" Tanya Shabrina
"Sehat dong. Kan gue jagain sepenuhnya"
"Begadang gak?"
"Jelas. Malem tuh jatahku begadang kalo pas istri capek. Kadang juga kalo istri begadang aku ikut nemenin sih"
"Husband material nih" jawab Shabrina

Tidak lama kemudian yang ditunggu-tunggu sudah datang. Ridho, Ferarri, Rio dan Dony sudah datang. Ridho segera bersalaman dengan kawan-kawannya dan seluruh tim pelatih. Kemudian terakhir menghampiri Shabrina dan meninju lengannya gemas

"Love languagemu physical attack ya?" tanya Sananta polos
"Apalah anak ini tiba-tiba bahas love language" kata Witan keheranan
"Ya enggak, ini si Ridho tiba-tiba datang trus mukul kak Ina"
"Kalo tiba-tiba gue cium ntar lo pengen" kata Ridho
"Tinggal minta sama lo kalo pengen" kata Sananta kemudian berdiri sambil memonyongkan bibirnya mendekat ke arah pipi Ridho

Ridho menahan wajah Sananta menggunakan tangannya. Tapi Sananta sekuat tenaga menarik kepala Ridho dengan dua tangannya

"Mundur ah mundur. Najis banget dicium lo. Ina aja belum pernah" kata Ridho
"Itu mulut lemes amat pak" jawab Shabrina
"Gapapa gue duluan. Ikhlas kan kak?" Tanya Sananta sambil masih sibuk tarik menarik dengan Ridho
"Atur ajalah" jawab Shabrina lagi

Rio segera menarik baju Sananta dan memaksa Sananta duduk lagi di sofa. Shabrina hanya geleng-geleng kepala saja melihat tingkah laku anak-anak disana. Setelah semua orang berkumpul, mereka satu per satu masuk ke bus. Kali ini Ridho memaksa Shabrina duduk di sampingnya. Bus sudah berjalan menuju ke bandara Soekarno Hatta menuju ke Dubai.

"Makasih ya sayang" kata Ridho pelan
"Buat apa?"
"Buat supportnya. Aku beruntung punya pasangan seperti kamu"
"Kan memang sudah seharusnya begitu"
"Selesai Piala Asia ini kan kita libur lama, kamu mau pulang ke Surabaya gak?"
"Boleh sih"
"Bareng aku aja ya? Kita roadtrip. Siapa tahu nanti mbak Ela pas libur jadi bisa bertiga"
"Oke boleh" jawab Shabrina

Mereka sudah sampai di bandara dan segera masuk ke ruang tunggu karena sudah waktunya boarding. Kali ini entah kebetulan atau sudah diatur, Ridho dan Shabrina duduk bersebelahan bersama Fajar. Shabrina duduk di dekat jendela, Ridho di tengah dan Fajar di dekat aisle

Pesawat sudah take off meninggalkan bandara Soekarno Hatta menuju Dubai, tempat dimana mereka akan menempa fisik, mental dan pikiran dalam TC untuk selanjutnya bertarung dalam kompetisi bergengsi bagi U23 regional Asia. Debut pertama timnas U23 dalam Piala Asia, namun sudah diberi target yang lumayan tinggi. Tapi tidak ada salahnya. Toh target yang tinggi harusnya mampu memberi semangat lebih bagi pemain dan pelatih

"Menurutmu kita bisa bersaing gak disana?" Tanya Ridho tiba-tiba
"Dengan materi pemain yang ada, aku rasa kemungkinan untuk lolos ke delapan besar masih cukup tinggi. Qatar, Australia dan Yordania memang bukan lawan yang mudah, tapi rasanya tidak terlalu sulit juga untuk ditaklukkan. Dalam sepakbola ada banyak kemungkinan bahkan keajaiban kan"
"Tapi jangan lupa, Qatar kan tuan rumah. Apalagi ini bukan agenda resmi FIFA"
"Sudah underestimate sama hasil yang akan dicapai tim kita?"
"Bukan underestimate tapi ya cuma berkaca dari kontroversi-kontroversi Piala Asia senior sebelumnya"
"Susah sayang kalo kamu cuma mengandalkan keadilan dari wasit atau federasi, dalam hal ini AFC. Itu diluar kendali kita. Yang bisa kita kendalikan itu kan usaha, mental dan percaya diri kita. Fokus aja untuk apa yang bisa kita kendalikan. Selebihnya ya kita serahkan sama Allah. Kalo memang tidak berhasil ya berarti memang porsi rejekinya disitu aja"

Ridho memandang Shabrina sambil tersenyum. Dia semakin jatuh pada Shabrina. Semua tutur kata, sikap bahkan kepribadiannya bagi Ridho sangat sempurna. Shabrina yang sadar ditatap Ridho segera mengalihkan pandangan, karena diapun sedang salah tingkah sekarang. Namun akhirnya dia memberanikan diri

"Kenapa senyam-senyum?" Tanya Shabrina
"Gapapa. Aku seneng aja"
"Alasannya?"
"Semua yang kamu ucapkan itu selalu bisa membuat aku tenang" kata Ridho sambil menarik tangan kiri Shabrina kemudian menggenggamnya "Makasih ya udah selalu mendukung dan menyemangati aku. Aku adalah lelaki paling beruntung di dunia ini"

Ridho mencium punggung tangan Shabrina yang dia genggam

"Nyamuk nih gue" kata Fajar sambil masih memejamkan mata, mungkin mendengar apa yang dikatakan Ridho dan Shabrina
"Sirik" jawab Ridho bercanda

Monofonir (Rizky Ridho Ramadhani)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang