Chapter 78 : Pertengkaran

438 50 14
                                    

Sejak obrolan yang lumayan panjang antara Shabrina dan Ridho kemarin selesai, banyak pikiran yang ada dalam kepala Shabrina. Ridhopun beberapa hari ini juga tidak ada kabar. Beberapa kali Shabrina mencoba untuk menghubungi, namun jawabannya hanya seadanya. Apakah mungkin Ridho mulai menjauh karena Ridho sadar mereka tidak sepaham? Apakah memang sudah saatnya mereka harus berpisah sekarang? Kenapa semua kembali seperti dulu? Kenapa lagi-lagi semua hal harus berakhir dengan kesalahpahaman?

Shabrina membuka sosial media, dia dikejutkan dengan foto yang baru saja Ridho unggah di story instagramnya. Ridho sedang bersama Satria Tama, Koko Ari dan Rachmat Irianto. Mereka sedang camping. Shabrina kaget, bukan karena Ridho memilih pergi bersama kawan-kawannya, tapi dia kaget karena Ridho tidak menceritakan itu padanya? Bahkan Shabrina tahu melalui sosial media yang juga bisa diakses semua orang? Apakah dia tidak spesial lagi bagi Ridho? Apakah memang benar semuanya sudah berakhir? Dada Shabrina terasa sesak sekarang

"Kok ngelamun?" Tanya Mama yang tiba-tiba duduk di samping Shabrina di ayunan yang berada di teras belakang
"Gapapa, Ma"
"Lagi banyak yang dipikirin ya?"
"Enggak, Ma"
"Gimana mas Ridho?"
"Ridho? Baik-baik aja"
"Masih sama mas Ridho kamu, Nik?"
"Masih, Ma" jawab Shabrina sekenanya, ya karena dia memang masih merasa memiliki hubungan dengan Ridho, meskipun sekarang sedang dalam fase tidak jelas
"Pertama kalinya Mama tahu kamu pacaran tapi bisa lama banget ini pacarannya"
"Memang Ridho itu pacar pertamaku, Ma"
"Loh selama ini kamu gak punya pacar?"
"Mana sempat? Bukannya harus belajar terus?" Jawab Shabrina sambil tertawa tapi Mama tidak
"Maafin Mama ya, Nik"
"Maaf untuk apa, Ma?"
"Maaf selama ini Mama belum bisa jadi Ibu yang baik untuk kamu"
"Mama tetap Ibu yang terbaik buat aku, bagaimanapun itu. Maaf juga ya, Ma. Aku belum bisa jadi anak yang baik dan membanggakan buat Mama"
"Kamu anak yang terbaik untuk Mama, Nik"
"Tapi bukan untuk Papa ya, Ma?"
"Kok kamu bilang gitu?"
"Kayanya Papa tuh gak pernah bangga sama aku. Gak pernah bilang Papa sayang sama aku juga. Padahal aku bisa membuktikan kalo bisa sukses jadi tim medis di timnas, tanpa campur tangan Papa dan Mama lagi. Tapi ternyata itu juga tidak membanggakan buat Papa. Kayanya Papa nyesel ya punya anak kaya aku ini, Ma"
"Heehhh gak boleh bilang gitu"
"Faktanya kan memang gitu, Ma"

Mama diam. Tidak menjawab perkataan Shabrina. Mama tidak bisa membuat pembelaan sama sekali

"Maafin Papa ya, Nik"
"Lohh masa Mama minta maaf mewakili Papa? Papa aja gak pernah bilang apa-apa sama aku kok. Ngapain Mama yang minta maaf"
"Mama yakin Papa bangga sama kamu, Nik. Cuma mungkin Papa bingung mau mengekspresikannya seperti apa"

Shabrina tidak menjawab dan hanya mengangkat kedua bahunya saja. Mama menghela nafas. Akhirnya beliau sadar, baik Papa ataupun Shabrina memiliki kadar gengsi yang sama-sama tinggi. Papa menurunkan itu pada Shabrina. Entah kenapa diantara banyaknya sifat Papa, kenapa itu saja yang menurun pada Shabrina

"Ma" panggil Shabrina lagi
"Kenapa, Nik?"

Shabrina tidak menjawab tapi memilih untuk memeluk Mamanya. Mama yang bingung dengan gestur tiba-tiba ini akhirnya justru mengusap-usap punggung Shabrina. Namun, pertahanan Shabrina runtuh, dia menangis dalam pelukan Mama. Mama semakin bingung, namun berusaha untuk menenangkan Shabrina, tapi juga tidak berusaha mencari tahu alasan dibalik tangisan Shabrina karena Mama pikir mungkin Shabrina sedang lelah. Tapi baru kali ini dia melihat Shabrina menangis sekencang ini di depan matanya sendiri. Apakah ini puncak lelahnya?

** ** ** ** **

Setelah memikirkan matang-matang akhirnya Shabrina memberanikan diri untuk menghubungi Ridho. Meminta mereka bertemu untuk memperjelas status hubungan mereka. Shabrina sudah menyiapkan diri dengan kemungkinan terburuknya.

Shabrina menunggu di daerah dekat rumah Ridho. Dia sengaja meminjam mobil Mama. Sebelum kesini dia sudah mengantar Mama ke rumah sakit. Shabrina sedang menunggu Ridho menghampirinya. Tidak berapa lama Ridho muncul dari kejauhan. Memakai kaos dan celana pendek serta sendal jepit. Raut mukanya juga berubah, tidak seperti biasanya yang sumringah ketika bertemu Shabrina. Ridho segera masuk ke kursi kemudi. Tanpa berbicara apapun. Karena Ridho diam saja, akhirnya Shabrina yang memulai pembicaraan

"Kok kamu diemin aku sih beberapa hari ini?" tanya Shabrina pelan
"Lagi pengen sendiri aja" jawab Ridho ketus
"Biasanya kamu gak pernah kaya gini sama aku. Ada apa, Dho?"

Ridho belum menjawab. Dia menghentikan mobil tetapi masih duduk di kursi kemudi dan menatap lurus ke depan. Sampai kemudian dia membuka HPnya. Mencari-cari dimana chat yang membuatnya kecewa. Setelah menemukan itu, dia segera menyerahkan HPnya pada Shabrina. Shabrina menerima HP Ridho kemudian memutar video yang ada disana. Shabrina kaget, karena itu adalah video dimana dia dan Nathan duduk berdua setelah laga melawan Qatar di Piala Asia dulu

"Kamu dapet video ini dari mana?"
"Ya itu bisa dilihat kan? Kamu buka aja, gak ada aku hapus itu"

Shabrina menutup video yang sedang diputar. Tidak ada foto yang terpasang di kontak whatsapp yang mengirimkan video itu, pun tidak ada nama profil yang tertulis di sana

"Sebenernya aku gak masalah sama kejadian itu, mau kamu ngobrol sama siapapun aku gak keberatan. Yang membuat aku kecewa, disitu Nathan bilang dia suka kamu kan"
"Aku bisa jelasin, Dho" jawab Shabrina membela
"Bentar. Aku belum selesai ngomong. Boleh aku selesaiin dulu?" tanya Ridho tegas dan Shabrina hanya bisa mengangguk saja "Nathan bilang dia suka kamu, entah apa jawaban kamu setelahnya memang tidak aku dengar lewat video itu, karena videonya cuma berhenti disitu aja. Yang membuat aku semakin kecewa adalah, kenapa kamu gak cerita sama aku? Bukankah aku ini pacarmu, Na? Apa aku gak berhak untuk tahu apa yang sedang terjadi sama kamu? Apalagi kalau sampai ada laki-laki yang secara terang-terangan bilang suka sama kamu itu berarti ada hubungannya juga sama aku karena aku pacarmu kan? Berarti ini bukan cuma tentang kamu tapi tentang hubungan kita juga kan, Na?" Tanya Ridho dengan penuh emosi yang dipendam selama ini
"Apapun itu tapi aku kan gak nanggepin Nathan, Dho. Kamu bisa lihat kan apakah sejauh ini aku ada momen berdua aja sama dia? Aku sama kamu terus kan? Bukankah yang terpenting selama aku menjaga kepercayaanmu semuanya baik-baik saja? Kamu kan juga belum tahu kelanjutan video itu apa" Shabrina membela diri
"Kenapa kamu gak cerita? Kenapa kamu memilih untuk nutup-nutupin? Atau memang sebenarnya kamu tidak seserius itu menganggap aku ada di hidupmu? Atau memang saat ini perasaanmu buat aku dah berubah? Atau memang sejak awal hanya aku yang menganggap kamu penting buatku? Sedangkan semua hal aku ceritakan sama kamu lho. Apa ekspektasiku di dalam sebuah hubungan adalah 'saling' itu terlalu berlebihan?" tanya Ridho menggebu-gebu, nafasnya tersengal, tandanya dia emosi
"Kamu juga gak cerita sama aku kalo kamu kemarin pergi sama mas-mas?"
"Aku seperti itu karena kamu yang memulai. Aku cuma ikut permainanmu aja" kata Ridho lagi "Kalo kamu memang udah gakmau cerita apapun lagi sama aku ya artinya kamu gak menganggap aku penting di hidupmu. Aku akui memang aku gak bisa hidup tanpa kamu, tapi kalo kaya gini terus kayanya aku udah gak mampu. Percuma aku berusaha meyakinkan kamu kalo kamunya selalu seperti ini. Cuma aku lho yang sepertinya berusaha dengan sangat keras untuk mempertahankan hubungan ini. Mungkin ekspektasiku sama hubungan ini sudah terlalu berlebihan, karena nyatanya kamu tidak seserius itu kan. Aku sudah berusaha semaksimal mungkin meyakinkan kamu, tapi kalo kaya gini terus lama-lama capek juga" Ridho tersenyum getir, tampak luka yang ia simpan terukir di wajahnya, rasa kecewa betul-betul menguasainya sekarang "Sepertinya memang bukan aku lagi tempatmu untuk pulang setelah perjalanan yang melelahkan"

Monofonir (Rizky Ridho Ramadhani)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang