What Kind of Future
Happy Reading
...
"Gambar lo bagus. Nggak nyangka ada pelukis berbakat sekamar sama gue."
Ryu tersenyum kala orang yang ia ajak bicara menoleh kearahnya. Orang itu ikut tersenyum menyambut kedatangan orang yang memang telah ia tunggu.
"Lama banget periksanya? Ada yang nggak baik?" tanya orang itu.
"Kata dokter Johan ada beberapa hal yang ganjal, katanya nunggu dua hari lagi baru nanti bisa tau." jawab Ryu dengan santainya. Orang disebelahnya hanya mengangguk dan melanjutkan lagi kegiatan menggambarnya.
Ryu memperhatikan dengan seksama kegiatan menggambar teman sekamarnya. Dilihat-lihat, hal yang bisa membuat temannya tenang dan terlihat menikmati waktu adalah menggambar ini.
"Gambar bagus gini mau di pamerin nggak? Kata Mama lo dia mau bikin pameran karya lo?"
Pertanyaan itu membuat gerakan lihai dari remaja pemilik nama Joshua itu langsung terhenti.
"Itu wasiat Ryu. Kalo gue meninggal tiba-tiba, semua karya gue pas di RS mau Mama pamerin di galeri." ujar Joshua dengan senyum keterpaksaan.
Ryu meringis mendengar itu. Nasibnya dan Joshua memang sama-sama sudah tak ada harapan hidup. Jadi pembicaraan tentang mati adalah hal yang lumayan biasa diantara keduanya.
"Hem.. Ternyata gitu. Kalo kayak gitu gue nggak bisa liat dong. Bisa aja akan gue mati duluan? Secara gara-gara penyakit CIPA gue kanker perut baru ketauan pas udah stadium akhir. Mana ada komplikasi lagi, kayaknya nggak akan sempet deh." ucap Ryu santai sembari melihat kearah depan.
Joshua yang melihat itu langsung meletakkan alat gambarnya. Remaja itu mengambil buku sketsa dan membawanya ke pangkuannya.
Setelah itu, matanya memperhatikan wajah Ryu dari samping. Senyuman Ryu kala melihat orang-orang ditaman rumah sakit bermain membuat Joshua tanpa bicara langsung memindahkan senyuman manis teman sekamarnya ke kertas kosong buku sketsanya.
Ryu yang tak mendengar lagi suara Joshua tak lama kemudian langsung menoleh. Matanya mendapati kegiatan baru yang Joshua lakukan. Bahkan, gambar yang dikerjakan teman sekamarnya tadipun sudah tak lagi dilanjutkan.
"Lo ngapain? Katanya mau gambar taman rumah sakit?" tanya Ryu heran.
Joshua yang memang tengah fokus hanya melanjutkan saja gambarnya tanpa melihat Ryu.
"Karena lo bilang mungkin nggak akan sempet, gue mau masukin list gambar muka lo disana nanti. Kan katanya orang-orang yang deket sama pelukis bakalan abadi jadi karyanya walau udah nggak ada." jelas Joshua seadanya.Mendengar jawaban sederhana itu membuat mata Ryu tiba-tiba saja terasa berembun. Anak itu mencoba menghapus air mata yang akan turun di pipinya dengan segera. Ia takut, gambar Joshua akan hancur nantinya.
Joshua yang menyadari gerakan Ryu langsung menghentikannya. Joshua menatap mata Ryu dengan lekat dan mengusap air mata yang ada di mata anak itu dengan tangannya sendiri.
"Jangan sedih. Gue tau lo terharu, tapi jangan sedih. Kalo bener waktu kita udah tinggal sedikit di dunia ini, gue nggak mau lo pake buat sedih-sedih. Orang tua lo sama temen-temen lo yang abai itu biarin aja. Lo sekarang udah punya gue, dokter Johan, Mama Papa gue juga, terus perawat semuanya. Jangan sedih Ryu, jangan ngerasa sendirian."
KAMU SEDANG MEMBACA
What Kind of Future? [END]
General FictionRyuzi Valerian adalah Remaja pengidap penyakit CIPA yang sudah parah. Ryuu seorang pasien tetap, dan keadaannya terus menurun waktu demi waktu. Disaat keterpurukannya karena penyakit itu, tak ada siapapun disisinya. Orang tuanya tak peduli padanya...