Ryuu suka baca komen kalian, jadi kalau semisal suka kalian banyakin komennya ya. Oh, dan jangan lupa juga vote cerita ini dan follow juga akun Ryuu ya.
What Kind of Future
Happy Reading
. . .
Orang bilang perpisahan adalah hal yang paling menyakitkan dalam siklus hidup manusia. Ryu menyetujui hal itu, namun ia ingin menambahkan satu hal bahwa selain perpisahan kesendirian juga amat sangat menyakitkan. Rasanya seolah kau melihat banyak orang berjalan berpasangan dan kau hanya sendirian.
Jadi, apakah itu yang dirasakan Joshua sahabatnya saat mengetahui jika dirinya pergi begitu saja?
Disaat tubuh Ryu telah penuh dengan luka dan dirinya tak mampu lagi untuk sekedar bergerak entah mengapa pikiran itu muncul. Jika ia mati lagi, apakah ia akan mati begitu saja tanpa bisa menebus kesalahannya pada Joshua dan dirinya sendiri?
Apakah benar hukumannya memang sekejam ini?
Ironis. Semuanya kembali disaat yang benar-benar tepat.
Seolah ingin menunjukkan lagi adegan hari kematiannya dalam versi yang lebih menyakitkan, Yang Maha Kuasa memberikannya takdir seperti padanya.
Tanpa siapapun, disiksa dengan pukulan fisik serta kata-kata menyakitkan, dan jangan lupa pada penyakit sialannya yang kembali disaat yang tidak tepat.
Ya. Disaat Faris memukulinya secara membabi buta tiba-tiba saja Ryu tak merasakan apapun. Ia tak sedikitpun merasakan sakit, bahkan saat tangannya sudah terkoyak oleh pukulan Faris pun Ryu tak bisa merasakan apapun.
Penyakitnya kembali. Dan itu tentu bukan keberuntungan, tapi sebuah kesialan.
"Teriak anak sialan! Ayo lo teriak kesakitan biar gue puas!" Faris berucap seraya mengatur napasnya yang memburu.
Ada yang salah dengan anak ini. Sekeras apapun usahanya dan semenyakitkan apapun lukanya, dia tetap diam. Saudara tirinya sama sekali tak berteriak kesakitan.
"Percuma lo pukul ggue.. I-ini nggak akan ssakit.." Ucap Ryu lirih diiringi dengan isak tangis.
Faris mengernyit mendengar ucapan saudara tirinya. Apa katanya tadi? Nggak akan sakit? Tapi mana mungkin?
Karena tak percaya Faris mengeluarkan pisau kecil dari balik jaketnya. Ia mengarahkan pisau itu, namun alih-alih ketakutan, Ryu malah terlihat pasrah. Amat sangat pasrah.
"Waktu kematian gue masih ada seminggu lagi, jadi mau lo siksa kayak manapun Nirmala nggak akan biarin gue mati." Ucap Ryu.
Faris mencebik kala lagi-lagi tak mengerti ucapan dari Ryu.
"Lo dari tadi bacot mulu! Gue nggak akan kemakan omong kosong lo tau nggak?!" teriak Faris.Karena kesal Faris mendekat dan menginjak tangan Ryu yang terkoyak oleh perbuatannya. Darah mengalir dari luka itu, tapi walau begitu tak ada teriakan kesakitan. Jangankan teriakan, meringis saja anak itu tidak.
Hal itu membuat Faris terkejut. Mana ada manusia yang bisa menahan sakit dengan luka sebesar itu?
Tak berhenti disitu, Faris yang terkejut sekaligus kebingungan langsung menusuk perut Ryu dengan pisau yang ia bawa.
Jleb!
"Rasain lo! Nggak mungkin yang kali ini nggak sakit!" Ucap Faris jumawa. Ia kira cara itu akan membuatnya bisa mendengar lagi teriakan kesakitan Ryu. Tapi, lagi-lagi tak terdengar apapun. Dan begitu melihat kearah Ryu, Faris bisa melihat raut biasa anak itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
What Kind of Future? [END]
Художественная прозаRyuzi Valerian adalah Remaja pengidap penyakit CIPA yang sudah parah. Ryuu seorang pasien tetap, dan keadaannya terus menurun waktu demi waktu. Disaat keterpurukannya karena penyakit itu, tak ada siapapun disisinya. Orang tuanya tak peduli padanya...