What Kind of Future
Happy Reading
...
Dalam satu hari haruskah Ryu menghitung kapan kejutan akan datang padanya?
Ini mungkin sudah terjadi kesekian kalinya hari ini, namun sepertinya Nirmala belum bosan mempermainkan hidup baru Ryu. Seolah tak ada lelahnya, setelah mendatangkan orang tua Ryu, kini dia mendatangkan lagi orang tua Uji. Dan itupun sama-sama bersama dengan keluarga barunya yang bahagia.
"Harusnya kamu tuh ikut sama Papa kamu aja! Kalo tinggal sendiri kayak gini kamu kalo ada apa-apa pasti Veno hubungin Mama. Itu bikin repot tau nggak?!" ucap Devi seraya menyuapi Ryu makan dengan wajah masam.
Ryu menerima suapan demi suapan dengan tatapan yang terus tertuju pada wanita yang katanya orang yang Uji pernah panggil Mama. Wanita ini terus mengoceh ini dan itu sedari datang, bahkan mungkin ketimbang khawatir wanita ini lebih terlihat seperti takut jika waktunya terbuang sia-sia dengan berada disini.
"Mama tuh udah sibuk sama keluarga baru Mama, jadi Mama nggak bisa terus ngurusin kamu. Mama punya putra sambung, Mama punya suami, dan Mama juga punya anak dari Papa barumu yang masih kecil. Mama harus ngurusin mereka semua, Mama nggak bisa fokus ngurusin kamu aja kayak dulu Uji.." ucapnya sembari memberikan suapan terakhir.
Ryu yang mendengar itu menatap malas wanita di depannya. Ingin rasanya Ryu menjahit bibir wanita itu karena terus berkata omong kosong sedari tadi. Jujur saja telinganya panas mendengarnya terus mengeluh, belum lagi dia sama sekali tak menanyakan keadaan Ryu saat ini.
Jelas Ryu kesal!
"Kalo Mama sibuk kenapa kesini? Lagian aku bisa sendiri kok, biaya rumah sakit juga udah dibayarin sama Papa, jadi Mama nggak usah ngerasa terpaksa buat ada disini." ucap Ryu sudah kepalang kesal.
Devi yang mendengar itu dari mulut sang putra langsung menatap tajam Ryu. Wanita itu meletakkan mangkuk bubur dengan kasar di nakas, terlihat jelas jika dia marah.
"Kamu mentang-mentang Mama sama Papa udah pisah sekarang bisa ya ngomong nggak sopan gini!"
"Mama tuh dateng kesini karena peduli sama kamu. Dan harusnya kamu sadar kalo Mama tuh bela-belain kesini dan jagain kamu. Tapi kamu apa? Ngehargain Mama aja kayaknya susah banget ya Ji!"
Ryu menahan tawa yang ingin keluar dari mulutnya.
Apa katanya tadi? Peduli? Apakah peduli itu harus dengan berkata bahwa dia terpaksa? Dan apakah ibu dari Uji ini memang berperangai seperti ini? Jika ya, kenapa bisa Uji tahan dengan sikap wanita ini?
"Mama baru dateng nggak nanya kabar aku. Mama baru dateng juga malah ngomel-ngomel dan bilang kalo Mama terpaksa kesini. Terus, apa Mama berharap aku nganggep Mama tulus?" Ryu menggelengkan kepalanya.
"Tentu nggak Mah!"
"Mama bilang Mama sibuk sama keluarga baru. Dan adik, Mama bawa dia buat pembuktian aku juga tahu. Aku tahu udah bukan prioritas lagi, tapi apa harus sampe disebutin?" tanya Ryu, Devi terdiam mendengarnya. Walau bukan urusan Ryu, dirinya tetap bisa merasakan sedikit perasaan milik Uji.
Rasanya dadanya sesak bukan main, bahkan air mata yang tadinya tak ingin keluar saja harus keluar karena perasaan tak karuan yang dirasakan olehnya. Dan seolah berbagi bisa berbagi perasaan, Ryu bisa dengan jelas merasakan sakit dari setiap kata yang wanita itu ucapkan untuk Uji.
"Sayang? Kamu serius bilang gitu sama Mama? Kamu serius nak?" tanya Devi dengan wajah yang masih terkejut. Jujur saja selama ini Uji yang ia kenal adalah Uji yang selalu menerima apapun keputusannya dan tak pernah sekalipun membangkang. Namun sepertinya kali ini berbeda. Putranya telah berubah, dan Devi cukup terkejut dengan perubahannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
What Kind of Future? [END]
General FictionRyuzi Valerian adalah Remaja pengidap penyakit CIPA yang sudah parah. Ryuu seorang pasien tetap, dan keadaannya terus menurun waktu demi waktu. Disaat keterpurukannya karena penyakit itu, tak ada siapapun disisinya. Orang tuanya tak peduli padanya...