Ch - 9

2.1K 192 10
                                    

What Kind of Future

Happy Reading

...

"Huft, tumben-tumbenan Erza sampe izin buat ke galeri. Biasanya juga nunggu libur.." Dikey berucap sembari meletakkan kepalanya di meja dengan malas.

"Eza keknya lagi kangen sama sodaranya makanya bela-belain izin. Yah, namanya kan dia deket sama sodaranya, pasti kangen tiba-tiba mah ada." ujar Langit sambil menyeruput es teh miliknya.

Omong-omong saat ini mereka sedang bersantai di ruang tengah. Mereka baru saja pulang dari sekolah dan sedang meregangkan otot sembari menunggu kepulangan Erza yang katanya akan mentraktir mereka makan malam.

Tak lama setelah obrolan kecil antara mereka berdua, Ryu datang dengan tampilan yang sudah segar. Barusan saja dirinya habis beristirahat sebentar di kamar dan tak lupa mandi guna menyegarkan badan selepas pulang sekolah.

"Eh, Erza masih belum balik ya? Apa tujuan dia jauh?" tanya Ryu ketika baru bergabung duduk bersama dua kawannya. Ia tak melihat tanda-tanda jika salah satu kawannya itu sudah pulang dari tujuannya.

"Si Eza ke kota sebelah. Dia ada bibi disana, jadinya sering main kesana gitu." jawab Langit santai.

Ryu hanya mengangguk mengerti. Anak itu tak bertanya lebih jauh, lagipula ia juga tak terlalu penasaran kok.

"Oh ya, omong-omong jantung gimana? Denger-denger dari Eza lo kambuh kemaren itu." Langit bertanya sembari mengalihkan tatapannya pada Ryu yang saat itu sedang menonton tv.

"Udah baikan kok. Lagian hampir tiap hari juga kambuh, cuma kalo udah minum obat langsung baikan kek nggak terjadi apa-apa." jawab Ryu santai.

Mendengar jawaban santai itu membuat Langit dan Dikey langsung beradu tatap. Ada rasa kasihan dalam diri mereka berdua kala mendengar bagaimana Ryu menanggapi penyakit mematikan miliknya dengan sangat enteng.

"Kalo sering kambuh harusnya periksa nggak sih? Gitu-gitu yang ada masalah tuh jantung loh, salah satu organ yang penting buat manusia." Dikey berucap dengan sedikit penekanan. Jujur saja ia kurang suka pada orang yang abai terhadap kesehatan. Apalagi jika itu adalah orang terdekatnya.

"Bener kata Dikey, Ji. Jangan anggap sepele karena udah lama lo ngidap itu. Lo harus jaga kesehatan lo, masa lo nggak sayang sama diri sendiri." imbuh Langit.

Mendengar kata-kata terakhir Langit membuat Ryu yang tadinya sedang menonton tayangan kartun dengan santai langsung mengalihkan tatapannya. Rasanya dia lumayan tersinggung dengan ucapan temannya itu.

"Bukan nggak sayang diri sendiri kok, justru karena gue tau batesan diri makanya gue santai kayak gini,"

Ryu tersenyum tipis, "Tenang.. Gue tau batasan kok. Nggak akan gue nyelakain diri gue sendiri cuma gara-gara sikap santai gue." ucap Ryu dengan tenang.

Haaah..

Dikey dan Langit hanya bisa menghela napas tanpa menjawab lagi. Keduanya memutuskan untuk mempercayai kata-kata Ryu dan berhenti bertanya. Lagipula jika dilihat Ryu memang baik-baik saja kok, tak ada yang perlu dikhawatirkan untuk saat ini.

. . .

Tepat pukul 7 malam akhirnya Erza pulang ke kost-an. Dan sesuai janjinya, anak itu membawa banyak sekali makanan yang enak-enak.

Dengan antusias dua manusia tukang makan yaitu Dikey dan Langit langsung menyerbu makanan-makanan itu. Keduanya bahkan tak peduli dengan keberadaan Erza dan Ryu, mereka hanya fokus membuka semua hidangan dengan mata yang berbinar.

What Kind of Future? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang