What Kind of Future
Happy Reading
...
"Kankernya menyebar dengan cepat karena terlambat ditangani. Belum lagi, beberapa luka yang disebabkan oleh penganiayaanmu di sekolah menyebabkan banyak sekali luka dalam. Mungkin seharusnya aku tidak mengatakan ini, tapi bom waktu dalam tubuhmu bisa meledak kapan saja Ryu.."
Ryu keluar tanpa berkata apapun pada dokter yang telah menjelaskan update dari keadaan tubuhnya. Anak itu berjalan pelan menuju taman rumah sakit dimana dirinya sering menenangkan diri.
Ryu duduk dan menghela napas berat. Matanya melirik sana-sini dimana terdapat banyak sekali para pasien dan keluarganya. Ada yang sedang makan, bercanda, dan ada juga yang sedang melakukan kegiatan sederhana lainnya.
Hanya dirinya yang sendirian disini.
"Andai Mama sama Papa nggak cerai, pasti gue nggak akan sendirian kayak gini.." gumam Ryu merasa sedikit iri.
Tanpa sadar dari kejauhan Joshua datang dengan buku sketsanya. Anak itu berjalan dan duduk disebelah Ryu tanpa berkata apapun. Ryu bahkan sempat mengira jika yang duduk disebelahnya adalah pasien lain karena Joshua tak menyapa ataupun berbicara padanya.
"Andai gue punya penyakit jantung pasti gue udah kambuh gara-gara temen kayak lo." sindir Ryu pada Joshua.
Joshua hanya terkekeh pelan. Anak itu membuka satu bungkus biskuit rasa coklat dan meletakkannya diantara dirinya dan Ryu.
"Lo serius banget sih. Daripada ganggu, mending juga gue duduk diem-diem." ujarnya seraya bersiap menggambar.
Tanpa meminta izin Ryu mengambil satu biskuit milik temannya. Ryu melahap biskuit itu dengan mata yang masih terfokus pada orang-orang yang ada ditaman.
"Dokter Miko bilang kankernya udah nyebar, dan katanya bom waktunya bisa meledak kapan aja. Kira-kira, pas mati nanti bakal ada siapa ya yang nangisin gue?"
Pertanyaan sederhana itu membuat Joshua yang akan menggambar menghentikan kegiatannya. Matanya melirik raut wajah Ryu yang saat itu terlihat sendu. Mungkin sedikit kecewa dan takut dengan hasil pemeriksaannya.
"Kalo umur gue masih lebih panjang dari lo, gue pasti bakalan nangisin lo kok. Dan kalopun enggak, gue yakin Mama bakalan gantiin gue dan sedih buat kepergian lo." jelas Joshua.
Ryu tersenyum, namun senyumannya bukan senyuman tulus. Itu adalah senyuman miris.
"Karena gue nggak bisa ngerasain sakit, menurut lo gimana kalo gue coba buat mati lebih cepet? Lo tau? Mama Papa ngabarin gue tadi malem kalo mereka mau cerai hari ini. Mereka juga bilang kalo mereka udah punya kehidupan masing-masing bahkan sebelum mereka cerai. Jadi, nggak ada yang akan bawa gue sama mereka.."
Meski tak ada air mata, Joshua tau jika sahabatnya itu pasti merasa sangat sedih. Lagipula anak mana yang tak akan sedih ketika orang tuanya bercerai dan tak menginginkannya untuk hidup bersama mereka?
Mungkin ini bisa disebut sebagai cara halus membuang anak?
Ah, mereka keterlaluan.
"Orang tua lo emang keterlaluan Ryu. Gini aja, gue bisa minta Mama buat jadiin lo saudara gue. Lo tau? Belum pernah ada yang tulus temenan sama gue selain lo. Jadi, gue mau lo jadi sodara gue juge. Lo nggak akan pernah gue biarin kesepian Ryu, kita bisa sama-sama apapun yang terjadi." ucap Joshua dengan wajah berbinar.
![](https://img.wattpad.com/cover/361437126-288-k934403.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
What Kind of Future? [END]
General FictionRyuzi Valerian adalah Remaja pengidap penyakit CIPA yang sudah parah. Ryuu seorang pasien tetap, dan keadaannya terus menurun waktu demi waktu. Disaat keterpurukannya karena penyakit itu, tak ada siapapun disisinya. Orang tuanya tak peduli padanya...