𝟶𝟽. 𝙶𝚎𝚕𝚊𝚝𝚘

248 17 4
                                    

"Hati-hati keseleo sama typo!"

























"Kenapa kak Anna balik lagi?"





***

Dua sejoli itu udah nyampe di kedai gelato yang mereka tuju. Nggak perlu bertele-tele, setelah sampai mereka langsung masuk dan mesen varian rasa yang mereka mau. Tio dan Thea sengaja mesen varian yang berbeda biar mereka bisa saling coba.

Kedai gelato ini sangat minimalis, meja yang tersedia di bagian dalam juga nggak terlalu banyak, mungkin nggak lebih dari 5. Begitu juga kursi dan meja yang tersedia di bagian outdoor. Kedai ini bisa terbilang cukup baru karena merupakan cabang baru dari kedai pusatnya yang memiliki bangunan yang jauh lebih besar.

Sebelumnya, Thea berinisiatif ngajak si mantan pacar untuk duduk di luar aja, tapi setelah mendengar nasihat panjang yang dibeberkan lelaki itu, dia memilih menurut untuk duduk di dalam. Padahal Thea pengen ngeliat pemandangan berisiknya jalanan kota di sore hari, karena kedai ini letaknya pas banget di pinggir jalan pusat kota.

Tapi apalah daya, dia harus menurut dengan yang lebih tua. Selain karena cuaca yang nggak menentu, takutnya pas asyik-asyiknya ngobrol tiba-tiba curah hujan turun, Tio juga bilang kalo misalnya mereka duduk diluar, obrolan mereka jadi terganggu. Suara bising kendaraan menjadi faktor utama. Sebuah alasan yang Thea setujui pada akhirnya.

"Kalo dihitung-hitung udah berapa banyak ya uang mas Tio yang keluar buat jajanin aku," ucap Thea waktu mereka selesai dengan proses pesan memesan.

"Nggak sebanding lah dengan uang yang dipake orang tuamu buat hidupin kamu sampai cantik dan pinter begini."

"Kok?" Thea bingung.

"Capek jelasinnya jul," jawab Tio. "Lu pikir aja dah sendiri."

"Terkadang gue mikir, terkadang gue nggak," balas Thea.

"Itulah bahaya bodoh," ucap Tio sembari menyentil pelan kening Thea yang duduk didepannya.

"Inilah orang bodoh yang jatuh cinta dengan orang bodoh," balas Thea sembari membalas perlakuan Tio barusan.

Keduanya sama-sama ketawa usai melakukan tindakan seperti anak kecil itu. Tawa keduanya usai saat seorang abang-abang bawain pesanan mereka. Mata Thea berbinar senang, ngeliat tiga perpaduan rasa gelato yang dipesannya tertata apik di sebuah piring cantik.

"Silakan dinikmati."

"Makasii," balas Thea ceria. Kayaknya moodnya kembali normal setelah ngeliat makanan dingin yang terasa manis itu. Berbanding terbalik dengan beberapa menit ke belakang—saat dia masih terjebak di rumah Jamal. "Ummmm," Thea menggelengkan kepalanya saat merasakan sensasi menggelitik dari sesuap gelato yang masuk ke mulutnya.

"Enak?"

Thea mengangguk, "banget! Mas cobain deh," Thea ngambil satu sendok gelatonya terus disuapin ke Tio, "enak kan?"

"Hm," Tio turut menganggukan kepalanya, "sekarang aku percaya dengan statement orang yang bilang kalo cewek udah gelengin kepalanya setelah masukin satu suap makanan ke dalem mulutnya berarti makanan itu enak."

"Kannn—cewek tuh nggak pernah salah," ucap Thea sombong.

"Percaya," Tio mengangguk sambil mulai menyantap gelato di piringnya, "tapi sesekali pernah salah."

𝐒𝐈𝐀𝐍𝐈𝐃𝐀; 𝐒𝐢𝐚𝐩 𝐍𝐢𝐤𝐚𝐡𝐢 𝐃𝐮𝐝𝐚 (𝐒𝟏 & 𝐒𝟐)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang