𝟶𝟿. 𝚂𝚎𝚔𝚘𝚝𝚊𝚔 𝙼𝚊𝚛𝚝𝚊𝚋𝚊𝚔

165 17 18
                                    

"Hati-hati keseleo sama typo!"

"Jika kehadiran saya nggak diterima, nggak papa, saya akan tetap berjuang sampai merasa pantas untuk bersanding dengan Theana, untuk jadi pasangan yang sesuai dengan kemauan mbah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jika kehadiran saya nggak diterima, nggak papa, saya akan tetap berjuang sampai merasa pantas untuk bersanding dengan Theana, untuk jadi pasangan yang sesuai dengan kemauan mbah."





















***

Usai makan malam saat itu, Thea nggak jadi nginep di rumah mama Sisil. Bukan karena nggak dibolehin sama yang punya rumah, tapi orang tuanya Thea yang nggak ngizinin. Itu juga bukan karena Thea nggak diizinin untuk deket-deket lagi sama keluarganya Tio, tapi karena mereka nggak enak aja sama pandangan orang kalo Thea mesti nginep disana. Ya memang sih kita hidup bukan dari dengerin omongan orang-orang, nggak ada gunanya juga, tapi pointnya disini—Thea dan Tio masih belum punya hubungan apa-apa, makanya orang tuanya Thea nggak ngasih izin.

Ya walaupun kalo nginep nggak bakal sekamar juga, tetep aja nggak bagus, apalagi alesan Thea nginep karena dia kabur dari rumah—menghindar dari mbah putri. Itu sih yang bikin orang tuanya Thea nggak ngasih izin, jadinya dia disuruh pulang. Sekitar jam 9 malem, setelah pamitan sama orang rumah, Thea pulang dianter sama Tio. Tio sempetin singgah dulu buat bawa buah tangan untuk mbah putri, maklum ini pertama kali mau ketemu setelah insiden waktu itu.

"Mbahmu suka martabak nggak?" tanya Tio ragu, padahal makanan yang dia sebut udah dibeli. "Aku juga beli terang bulan sebenernya jaga-jaga kalo dia nggak mau makan gorengan malem-malem."

"Suka kok dulunya," jawab Thea, jawaban yang bikin Tio tenang dikit. "Tapi nggak tau sekarang ya."

Tio makin deg-degan, lagi, "kalo ditolak gimana?"

"Pesimis amat," ejek Thea. "Ditolak ya coba lagi lah, gitu aja repot."

Tio menghela napas, semakin dekat rumah Thea napasnya terasa makin berat, apalagi mobilnya yang perlahan masuk ke dalam komplek. Sempat bunyiin klakson ke bapak-bapak yang ngumpul di pos satpam, terus lanjut jalan lagi sampai berhenti di depan rumah Thea. Dari luar, keliatan lampu ruang tamu yang belom dimatiin, berarti semuanya belum pada tidur.

"Ayo mas turun," ajak Thea, dia turun duluan dari mobil. Disusul sama Tio yang sekarang berdiri di belakangnya sambil nahan napas. Tiap langkah mereka yang makin mendekat ke pintu, semakin bikin napas Tio habis.

Pintu rumah berhasil terbuka setelah diketuk Thea beberapa kali, Tio udah menanti-nanti siapa gerangan yang bukain pintu rumah. Kalo orangnya mbah putri dia mau langsung sungkem. Ternyata malah Miyana yang berdiri disana, niat Tio mau sungkem nggak jadi.

"Eh mbak Theana, kok pulang?" tanya Miyana, yang jelas-jelas ada sindiran disana. Dia belum ngeliat siapa oknum di belakang Thea sih. Setelah Tio angkat kepalanya yang sedari tadi nunduk, Miyana langsung lanjut ngomong, "masuk mbak. Pak Tio juga silakan," katanya yang bikin Thea mendecih.

𝐒𝐈𝐀𝐍𝐈𝐃𝐀; 𝐒𝐢𝐚𝐩 𝐍𝐢𝐤𝐚𝐡𝐢 𝐃𝐮𝐝𝐚 (𝐒𝟏 & 𝐒𝟐)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang