TW : PENDOPO RAHASIA

230 37 0
                                    

Setelah puas menjelajahi pasar, Rutmi dan Adhika kembali dengan menenteng belanjaan.

Putri Carissa pun ikut bersama mereka.

"Tuan Yasa, Anda bisa jalan-jalan dahulu diluaran sini. Saya harus membereskan semua belanjaan dan menuntaskan pekerjaan rumah yang tertunda."

"Besok saja, ini sudah hampir sore Rutmi, kamu akan kelelahan."

"Saya tidak lelah Tuan Yasa, Anda bisa mengajak Nona Carissa jalan keluar selama Saya bersih-bersih."

"Tidak, lebih baik kamu istirahat saja, biar besok saja kamu kerjakannya."

"Pekerjaan Saya tinggal sedikit Tuan, ini tidak berat."

"Kamu yakin ?"

"Yakin, Tuan Yasa."

"Baik, jika itu maumu Rutmi aku pergi dulu."

"Ayo, Nona Carissa kita jalan-jalan keluar."

Carissa yang dipanggil Nona agar identitas Putri Mahkota-nya tetap aman mengangguk.

Adhika menarik tangan Carissa, menggandengnya keluar dari penginapan.

Mereka berjalan tanpa tujuan, namun yang jelas ke arah sisi bukit dengan pemandangan yang indah.

Carissa sendiri tak memprotes, toh dia senang-senang saja sebab yang mengajaknya kan Adhika.

Malah hatinya terasa riang gembira tanpa sebab, kerap kali tersenyum pada Adhika yang terus menggandengnya menjajaki jalanan yang cukup menanjak dan sedikit terjal dengan jalan pas-pasan untuk dua orang.

Tanpa sadar mereka terus berjalan menjauh, kini bukan lagi jalan untuk mencapai padang luas di bukit.

Adhika berhenti, ada yang salah. Bukankah mereka harusnya jalan menanjak untuk sampai ke Bukit Vansbrack ?

Bukan malah melewati jalan yang menurun ?!

Daun-daun dan ranting kering memenuhi sisi jalan, pohon yang menjulang tinggi rimbun memenuhi sisi kanan-kiri mereka.

Menatap sekeliling, ada pertigaan di depan jalan mana yang harus diambil.

Genggaman Carissa dan Adhika mengerat, sebab angin terlampau kencang menerpa tubuh mereka berdua.

Menerbangkan daun-daun ke sekitar, baik Adhika maupun Carissa sedikit memejamkan mata dengan sebelah tangan melindungi wajah dari debu dan dedaunan yang ikut terbang.

Angin berhenti. Sesosok wanita tua berdiri di jalanan pertigaan sebelah kanan.

Nenek dengan pakaian dan penampilan lusuh disangga oleh tongkat dari ranting kayu kecil menatap mereka kuat.

"Halo Nek." Sapa Adhika ramah, meski ia sendiri takut dengan Nenek itu.

Adhika mengeratkan pedang dan terus menggenggam Carissa erat.

Sudah dipastikan jika Carissa pun takut dengan Nenek dengan wajah menyeramkan sedang menatap seolah sinis pada mereka berdua.

"Mohon maaf Nek, kami ingin bertanya kalau jalan keluar dari sini kearah mana ?"

"Ikuti aku." Jawab Nenek itu dengan suara serak.

Carissa sempat menahan Adhika untuk tidak mengikuti Nenek itu tapi Adhika meyakinkan diri untuk mengikuti perintah dari Nenek dihadapannya.

Dengan langkah pelan dan sedikit terseok, Nenek itu terus membawa Adhika dan Carissa ke jalur kanan hingga tiba di sebuah rumah tradisional.

"Masuklah dulu, aku akan menyiapkan teh untuk kalian."

Saat mereka masuk betapa terkejutnya melihat furnitur di dalam seperti di restoran-restoran tradisional.

Terdapat banyak meja dan kursi maupun area lesehan hingga Nenek itu menunjuk salah satu kursi dan meja di sudut kiri.

"Kalian duduk disini."

"Baik, Nek."

Mereka berdua menunggu, hingga Nenek keluar dengan membawa teko dan 3 gelas.

Dua gelas untuk Adhika dan Carissa, serta satu gelas untuk Nenek.

Kembali ke dalam, si Nenek membawa aneka macam makanan dan kudapan.

"Silakan dinikmati."

Tiga orang di pendopo rahasia itu menyeruput teh secara bersamaan.

Rasanya luarbiasa enak, tidakk pernah Adhika merasakan minum teh seenak ini. Entah di zaman semi kuno ini, maupun zaman modern.

Tangan yang sudah ahli memang berbeda dalam penyajian pun terasa nikmat, mungkin pembuatannya diiringi dengan cinta.

"Perkenalkan Aku Adhika, sebenarnya aku sedang menyamar jadi pria dan ini temanku Carissa, Nek."

"Aku Dorothy Shu. Baru menemukan kasus seperti ini selama hidupku. Hei siapa nama aslimu ? Asalmu bukan dari dunia ini kan ?"

******
Nenek bukan sembarang Nenek :)

******

TWO WORLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang