TW : SEMBILAN CAHAYA BOLA NAGA

220 31 0
                                    

Adhika POV.

Perbincangan tiada henti, sudah hampir satu jam mengobrol ngalor-ngidul.

"Nek, dengan tidak mengurangi kesopanan, bolehkah kami berkeliling di kediaman Nenek Shu ?" Tanyaku hati-hati.

Nenek shu tersenyum menatap kami berdua bergiliran, "ikuti aku."

Disangga dengan tongkat dia berdiri melangkahkan kaki dengan tertatih.

Menuju kearah belakang rumah.

Padang luas dan bukit-bukit yang indah dipandang membuat kami berdua terkesima.

"Indah sekali." Kataku seolah terhipnotis.

Nenek duduk di undakan teras kayu rumah, menatap kearah pemandangan di depan.

Sekitar 35 menit memandang keindahan alam dan merasakan angin sore yang sepoi-sepoi mengenai kulit mereka dengan remik.

"Ah iya Nek, kami sebenarnya takkan bisa berlama-lama dan harus pulang ke rumah, Saya ingin membayar sajian kami tadi Nek."

"Ada peraturan yang tidak tertulis disini jika kamu ingin membayar sajian, barang milikmu harus bertukar dengan barang milikku."

"Dengan cara bertukar barang ?"

"Ya."

"Apa yang dikehendaki Nenek dari yang saya miliki ?"

"Pedangmu dan gelang gadis ini, bagaimana ?"

"Tentu Nek, ini barang kesayanganku dari Kakang." Kataku sambil menyerahkan pedangnya.

"Sedangkan ini gelang peninggalan dari Nenekku." Carissa ikut memberikan gelang berharga itu pada Nenek Shu.

"Tunggu sebentar, aku akan mengambil barang-barangku."

Nenek itu mengambil sebuah pedang dan gelang dari karung kain yang disampirkan di penyangga kayu bilik.

"Pedang ini untukmu."

"Lalu, gelang untukmu." Kata Nenek sambil menyerahkan barang itu ke tangan kami masing-masing.

"Mohon doa restu agar kami bisa memakai dengan baik barang yang di berikan oleh Anda, Nek." Aku mencium lama punggung tangan Nenek Dorothy Shu.

Kebiasaan dari Indonesia masih terbawa sampai saat ini meski aku sudah bertukar tubuh sekalipun.

"Aku merestui kalian." Nenek Dorothy tersenyum melihat perlakuan yang diberikan olehku.

Begitupula dengan Carissa yang ikut mencium tangan Nenek Shu penuh kelembutan, setelah aku melepaskan ciuman tangan pada Wanita sepuh ini.

"Aku akan berusaha mengambil Telur Naga Emas dan sembilan cahaya bola Naga." Mantapku.

"Kamu pasti bisa melakukannya." Ucap Nenek memberi semangat.

Kami tersenyum simpul, membungkuk hormat dan segera meninggalkan area tempat Nenek Shu berada.

Sebelumnya Nenek memberitahu agar kami berjalan lurus berseberangan dengan arah rumah Nenek saat di pertigaan nanti.

Kami menurutinya. Dan tanpa kami sadari jalan menuju Penginapan Bunga Malam sudah terlihat dari turunan bukit Vansbrack.

Kami melangkah cukup cepat hingga sampai di gerbang Bunga Malam.

Masuk ke penginapan mendapati Rutmi yang sudah tertidur pulas di teras panggung rumah.

Hari sudah gelap namun masih terlihat jelas cahaya terang di langit.

Menandakan jika pergantian siang dan malam baru saja dimulai.

Rutmi tiba-tiba terbangun mendengar pergerakanku.

"Tuan, kenapa anda lama sekali ? Kalian menikmati bukit Vansbrack ?" Rutmi bertanya.

Jelas ia khawatir takut sang putri yang sedang menyamar ini hilang atau tersesat.

Lain kali Rutmi tidak akan terlalu mengizinkan Putri Adhika untuk pergi ke bukit itu lagi yang Rutmi dengar banyak hal mistis disana.

Mereka bertiga masuk ke ruangan. Menyalakan obor dan lilin sebagai lampu-lampu.

Aku segera membersihkan diri melepas atribut penyamaran.

Tapi satu yang tidak aku lepas, yakni janggut dan kumis.

Rutmi tau jika Putri Adhika memiliki kumis dan janggut layaknya seorang pria.

Kewajiban baginya untuk membersihkan wajah Putri Adhika dari bulu-bulu tipis itu, yang akan membuat orang lain curiga akan kekurangan yang dimiliki Putri Adhika.

Ia tidak mau Putri Adhika dicemooh oleh orang lain, apalagi keadaan Putri yang tidak biasa dari manusia lain.

Benar-benar menjaga serta melindungi Putri Adhika dengan segala kemampuannya.

Bagi Rutmi, majikannya adalah sesosok Putri yang tegas, berwibawa, dan berdarah dingin.

Kerap kali memberontak apa titah Raja, membuat Sang Raja kerap kali dibuat pusing oleh tingkah urakan Putri Adhika.

Meski pada orang lain bersikap kasar dan judes, namun pada Rutmi sendiri Putri adalah orang yang begitu menghargainya.

Sedikitpun Putri tak pernah menyinggung apapun tentang Rutmi, Adhika tak terima jika pelayannya kerap kali di cemooh dan dihina. 

Akibat kegagalan, karena tidak bisa menahan dan membimbing Putri Adhika, menjadi wanita yang berbudi pekerti dan bersikap layaknya bangsawan.

Berakhir ketika Raja mengirim Adhika Wening Dutomo ke Kaisaran Deimos.

Sebab Raja sudah muak dengan segala yang dilakukan Adhika, nyatanya malah berbuat masalah dimana-mana. 

Dengan di kirimnya Adhika ke Deimos maka salah satu biang keladi di Kerajaan akan hilang.

Dalam istilah lain Raja sengaja mengasingkan Putri Adhika ke tempat yang aman dan jauh.

*****

TWO WORLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang