-- 1. Here the Story Goes, 2003 --

10 6 0
                                    

-Wush-

Sebuah sedan merah melesat dengan kecepatan tinggi di jalan Asia Afrika, Senayan diikuti dengan sedan pabrikan Jepang berwarna hitam dibelakangnya. Keduanya mengeluarkan suara yang cukup memekakkan telinga bagi orang-orang awam namun cukup menyenangkan bagi sekumpulan remaja yang menyaksikannya. Mereka seolah mendengarkan sekelompok anak band memainkan musik beraliran keras. Mereka berteriak-teriak memberi semangat seolah mereka bertemu dengan artis idolanya itu walaupun ada juga yang berteriak karena pengaruh alkohol tanpa tahu apa yang sedang diteriakkannya. Teriakan-teriakan mereka cukup merubah suasana malam yang sepi menjadi malam yang penuh tawa dan teriakan histeris.

Ajang balap liar yang mempergunakan jalan raya dan fasilitas umum, nampaknya sudah tidak asing lagi bagi sekumpulan remaja di Jakarta di kala itu. Mereka bermain-main dengan nyawa dan adrenalinnya demi mendapatkan sejumlah uang, harga diri dan penghormatan. Walaupun terkadang uang yang didapat tidak sebanding dengan uang yang telah dikeluarkan untuk membuat dapur pacu kendaraannya mendongkrak tenaga yang lebih besar. Aparat pun seolah-olah tidak mengenal jera dalam menghadapi para pembalap jalanan ini.

-Ciiit-

-Brak-

-AAAARGH-

Pengereman mendadak dilakukan Donny hanya untuk menunjukkan betapa hebatnya daya cengkram rem yang dipasang di mobilnya dengan dibantu sedikit menyenggol manusia kera yang berjalan tegak, Iwan.

"Win is win, sob!" Donny terkekeh seraya keluar dari pintu mobilnya setelah sempat memutar balik.

"DON... NYERI, NJIR!!!" Iwan berteriak ke Donny sambil terus mengerang kesakitan dengan muka yang memerah seperti pantat bekantan.

"Sori, wan. Sebentar lagi juga ilang kok sakitnya. Kecolek dikit doang." Jawab Donny asal.

"Roy, elo gak serius nih. Masa udah dua kali berturut-turut kalah ma gue?" Donny mengejek Roy yang sudah memarkir mobilnya lebih dulu dan mulai menunjukkan rasa marahnya dengan mengeraskan tulang mukanya.

Donny berjalan mendekati Roy. "Kalau sampe kalah sampai tiga kali, gimana nih?" Donny mengejek Roy sambil tertawa puas.

"Eh, elo tuh cuma beruntung banget. No Skill. Kalau..."

"Bah, kalau apa? Kalau diadain rematch elo yang menang gitu? Percuma Roy." potong Donny. "Gue denger-denger mobil elo udah di setting abis-abisan dari sebulan yang lalu kan?" Donny menyalami Roy yang masih tersenyum kecut karena kekalahannya itu dan karena telah kehilangan uang dua puluh juta rupiah.

"Nih duit lo." Roy memberikan uang itu kepada Donny.

"Gitu dong. Dendam boleh, tapi di aspal aja, oke. Jangan sama yang laen." Donny tertawa sambil menerima uang yang diberikan Roy.

"Ikhlas gak nih?" Tanya Donny dengan tampang mengejek.

"Hmph..." dengus Roy yang nampaknya kesal terhadap Donny dan masuk ke mobilnya dan melesat pergi menjauhi Donny, diikuti dengan beberapa mobil yang lain yang masih satu geng dengan Roy. Entah mereka mengikuti Roy karena mereka simpatik terhadap Roy atau karena Roy merupakan sapi perahan yang bisa mereka perah susunya sesuka hati mereka apabila mereka haus dengan terlebih dahulu melakukan curhat kepada Roy yang menyangkut kesulitan mendapatkan uang karena orang tua sakit, pacar mau bunuh diri kalau tidak dibelikan hape merk terbaru, tidak mempunyai uang untuk mengubur anjing kesayangan mereka atau semua hal yang bisa membuat si sapi rela disedot susunya.

Donny tidak mengambil semua uangnya, sebagian dari uang itu ia berikan kepada Carlo yang rencananya digunakan untuk kegiatan Bakti Sosial.

"Tong, nih duitnya. Sepuluh juta gue ambil. Sisanya buat baksos, inget, BAAAK-SOSSS!?" Ucap Donny menegaskan perkataanya karena ditakutkan kejadian yang kedua kalinya akan terulang bahwa Carlo membelanjakan uangnya untuk membelikan burung perkututnya seekor pacar baru yang kemudian di anggap lunas oleh Donny dengan –suatu aksi yang menurut Donny tindakan antisipasi– mempreteli semua velg chrome delapan belas inci yang [tadinya] menempel gagah di mobil SUV Carlo.

Bintang Diatas BalkonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang