Sudah hampir dua jam mobil yang dikendarai Donny dan Iwan menyusuri jalanan Bali mulai dari daerah Canggu yang cukup padat penduduk lokal dan turis asing sampai menuju ke daerah Kintamani. Mereka tidak terlihat ceria seperti biasanya melainkan terlihat sangat tegang dan cemas atas apa yang akan dihadapinya nanti.
"Don, lo yakin kesini jalannya?" Tanya Iwan memecah keheningan.
"Mereka sih kasih alamatnya di daerah Kintamani sini, wan." Jawab Donny.
"Lo pernah ke daerah sini?"
"Gue tau daerah sini, tapi alamat yang mereka kasih, gue belum tau lokasinya. Nanti tanya orang aja." Ujar Donny.
"Kok gak di Polres kayak waktu lo dibawa dulu, Don?" Tanya Iwan lagi.
"Gue juga gak tau, wan." Jawab Donny singkat. Dia juga sama bingungnya dengan Iwan dan terlihat lebih tegang dari Iwan. Namun yang lebih mengganjal pikirannya adalah menghadapi kenyataan bahwa kemungkinan besar satu-satunya orang yang paling dicintainya terlibat kejahatan internasional. Sudah pasti Donny akan melakukan apapun agar kakaknya bebas dari jeratan hukum. Dia tidak memedulikan apa yang akan terjadi pada dirinya sendiri asalkan kakaknya tidak ditimpa permasalahan yang akan membuat Donny menyesal seumur hidupnya.
"Wan, sorry ya lo jadi ikut terlibat masalah gue. Masalah keluarga gue." Ujar Donny.
"Ah, dibahas lagi. Udah sih, lo perhatiin jalannya aja." Omel Iwan. "Masalah keluarga lo tuh masalah gue juga, sob. Keluarga gue itu elo-elo semua, Don. Gue punya siapa lagi selain nenek gue?" Iwan meyakinkan Donny.
"..." Donny terdiam.
"Don, lo yakin gak apa-apa kalau gue ikut kesana?" Tanya Iwan ketika sudah melewati jajaran hutan pinus.
"Mereka yang kasih profile lo ke gue waktu itu. Dan mereka percaya kalau elo kandidat yang cocok buat jadi partner gue." Jawabnya.
Setelah beberapa menit berkendara, mereka menghentikan kendaraannya ketika tiba di depan gerbang rumah besar dengan banyak ornamen Hindu-Bali.
"Lo yakin ini alamatnya?" Tanya Iwan.
"Yang Bapak tadi tunjukin sih rumah yang ini." Donny celingukan memastikan apakah memang rumah ini yang dimaksud.
Karena dari luar rumah besar tersebut tidak nampak simbol-simbol kepolisian. Hanya ada beberapa mobil mewah terparkir di pelataran parkir rumah itu yang dapat terlihat dari depan gerbang rumah tersebut. Rumah dua lantai itu terlihat sederhana, tidak terlalu mewah namun memliki pelataran parkir yang mampu memuat sekitar dua puluh mobil. Tembok yang didirikan dengan batu alam terlihat cukup tinggi. Gerbang depannya cukup besar dengan ornamen Hindu-Bali di sisi kiri dan kanannya. Di salah satu gerbangnya terdapat canang, sesajen yang biasa ditempatkan masyarakat Bali untuk persembahan dewa kepercayaan mereka.
"Coba lo telpon, Don." Perintah Iwan.
Ketika hendak mengambil ponselnya, nampak dari dalam gerbang seorang pria yang Donny kenal melambaikan tangan sambil berjalan menuju gerbang. Donny menyimpan kembali ponselnya di saku celana.
"Lo tunggu sini sebentar, wan." Ujar Donny sambil merangsek keluar mobilnya ketika dilihatnya orang tersebut berjalan mendekat.
Iwan melihat Donny dan orang tersebut berbicara serius sambil sesekali Donny menunjuk ke dalam mobil ke arah sisi dimana Iwan duduk. Orang tersebut berperawakan tegap dengan balutan kemeja flannel dan celana jeans yang terlihat casual. Dari wajahnya terlihat berusia sekitar 45 sampai 50 tahunan namun masih terihat bugar dengan rahang yang cukup tegas. Tidak lama kemudian Donny beserta orang tersebut berjalan memasuki mobil yang diparkir di depan gerbang. Mereka memasuki mobil dengan posisi Donny di bangku depan dan orang tersebut di bangku belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang Diatas Balkon
RandomKisah kehidupan 2 orang sahabat Iwan dan Donny yang menjalanin kehidupan bersama sejak SMA sampai dengan Kuliah dengan latar waktu 90'an akhir sampai dengan 2000'an awal. Donny, cowo normal rata-rata, sedikit konyol, dan memiliki jiwa sosial yang cu...